1
Saat ini Raisa sedang mengikuti Gilang juga kedua orangtuanya tersebut karena ia benar-benar penasaran dengan apa yang mereka lakukan din rumah sakit ini. Raisa heran sekali ketika mereka masuk ke dalam ruangan dokter spesialis penyakit dalam. Ia heran siapa yang memiliki penyakit dalam antara Gilang atau orangtuanya. Raisa bingung, sebenarnya siapa yang sakit pada saat ini?
"Siapa yang sakit???" tanya Raisa kepada dirinya sendiri tersebut dengan takut. Ia pun pada akhirnya menguping pembicaraan dari dokter dan keluarga Gilang itu.
"Setelah pemeriksaan lebih lanjut, dengan berat hati saya harus mengatakan bahwa Gilang mengalami Gagal Ginjal dan kerusakan pada Ginjalnya tersebut sudah parah. Maka dari itu dibutuhkan donor Ginjal secara cepat. Kami disini juga akan berusaha untuk mencari donor ginjal yang pas untuk Gilang. Namun lebih baik donor ginjal tersebut berasal dari pihak keluarga karena biasanya donor ginjal yang pas adalah dari keluarga" ujar dokter tersebit yang membuat keluarga Gilang terkejut. Gilabg pun juga terkejut dan merasa sangat sedih saat ini. Sementara itu, Raisa yang ada di depan pintu ruangan tersebut pun sangat terpukul mendapatkan kabar itu.
"Kalo gitu ginjal saya aja dok" ujar Mama Gilang yang sudah menangis saat ini.
"Ga, ga. Ginjal saya saja dok yang diambil" ujar Papa Gilang yang juga sedih.
"Ga mau. Gilang ga mau kalo yang donor internasional ginjal ke Gilang itu Mama atau Papa. Gilang pokoknya ga mau. Mending Gilang mati kalo kayak gitu" ujar Gilang yang juga merupakan ucapan terakhir yang bisa Raisa dengan dengan jelas karena saat ini tubuh Raisa seperti lemas sekaki dan tidak bisa melakukan apapun. Sungguh, ia benar-benar tidak pernah kepikiran jika akan terjadi hal seperti ini. Raisa sangat sedih sekali saat ini. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi saat ini.
Tiba-tiba, handphone Raisa berbunyi yaitu telfon dari Milo yang saat ini sedang mencari Raisa bersama dengan Bi Marni dan Pak Marno. Raisa pun langsung pergi ke lobby takut nanti Bi Marni dan yang lainnya curiga dengan Raisa tersebut.
"Kamu dari mana sih Ca, kok tadi ngilang gitu aja sih" ujar Milo padanya.
"Tadi Caca ke toilet dulu A. Maaf ga bilang. Lupa Caca" ujar Raisa berbohong
"Ya udah kalo kayak gitu masuk ke mobil kita pulang ya sekarang. Biar kamu juga di rumah cepet istirahat nanti ya" ujar Milo diangguki oleh Raisa saat ini.
Kayaknya Caca ga bisa istirahat deh A. Ini bener-bener di luar dari seluruh pikiran Caca. Kenapa semuanya jadi kayak gini A. Kenapa harus Gilang yang diberi penyakit itu? Kenapa bukan Caca aja yang jelas-jelas udah ga ada yang perduli lagi dengan Caca. Kenapa harus Gilang yang notabene masih disayangi oleh banyak orang. Kenapa? Kenapa? Batin Raisa dengan sangat sedih sekali pada saat ini.
Entah mengapa rasanya mendengar vonis dari dokter mengenai Gilang yang terkena penyakit Gagal Ginjal tersebut langsung membuat dirinya menjadi sangat pusing sekali. Ia menjadi kepikiran dengan Gilang yang sedang sakit tersebut.
"Ca, Caca kenapa? Kok dari tadi murung terus sih? Kita udah pulang loh. Apa Caca mau dipanggilin Lini sama Ayu biar mereka ada disini?" tanya Milo kepada Raisa saat mereka semua saat ini sudah berada di rumah Raisa dan saat ini Raisa pun sudah berada di kamarnya. Milo pun bertanya mengenai hal tersebut saat ini.
"Ga usah A. Caca cuman pusing dikit kok. Nanti juga Lini sama Ayu dateng sendiri kesini kok A" ujar Raisa menjawab pertanyaan dari Milo tersebut.
"Ya udah kalo kayak gitu sekarang kamu istirahat dulu ya" ujar Milo tersebut. Raisa pun saat ini mengangguk dan akhirnya ia pun tidur pada saat ini. Meskipun ia tidak bisa benar-benar tertidur karena jujur saja isi kepalanya saat ini hanyalah Gilang dan juga penyakit Gilang yang sangat membuat Raisa sedih pada saat ini.
Sementara itu, saat ini Gilang sudah berada di rumahnya. Saat ini ia berada di kamarnya bersama dengan Mama dan Papanya. Gilang benar-benar tidak habis pikir karena ternyata dirinya memiliki penyakit mematikan seperti Gagal Ginjal ini. Saat ini sorot matanya benar-benar menyiratkan kekosongan karena ia memang terkejut.
"Mah, Pah. Apa Gilang boleh minta sesuatu?" tanya Gilang dengan lemas karena jujur saja ia masih terkejut dengan vonis dokter kepada dirinya tersebut.
"Iya sayang boleh, kamu mau minta apa sayang?" tanya Mama Gilang dengan sedih, tapi ia mencoba untuk berusaha agar ia tidak menangis di depan Gilang. Karena Gilang sangat membenci jika Mamanya menangis apalagi karena dirinya.
"Gilang mau minta ke Mama sama Papa pokoknya apapun yang terjadi, Gilang ga mau Mama sama Papa atau keluarga kita donorin ginjalnya buat Gilang. Lebih baik Gilang pergi daripada harus begitu Mah, Pah. Terus yang kedua, Gilang bener-bener mohon banget sama Papa dan Mama supaya keadaan Gilang ini jangan sampe ada yang tahu. Gilang ga mau mereka semua tahu tentang keadaan Gilang. Apalagi sahabat-sahabat Gilang. Gilang ga mau mereka jadi khawatir. Please ya Mah, Pah. Cuman itu yang Gilang minta" ujar Gilang kepada Mama dan juga Papanya.
Dan Mama Papa Gilang pun mengiyakan permintaan dari Gilang tersebut karena jujur saja mereka berdua saat ini hampir saja menangis mendengar permintaan dari Gilang tersebut. Mereka tentunya sangat sedih sekali saat ini.
"Iya. Ya udah ya sayang sekarang kamu tidur dulu ya, istirahat" ujar Mama Gilang yang diangguki oleh Gilang. Mama dan Papa Gilang pun meninggalkan kamar Gilang saat ini. Gilang pun saat ini tiduran saja, karena jujur saja ia tak akan bisa tidur dengan kondisi yang seperti ini dan juga dengan vonisan dari dokter tersebut.
Kenapa harus gua? Kenapa gua yang harus nerima kayak gini. Kenapa Tuhan? Rasanya sakit banget ngeliat Mama sama Papa sedih gitu karena gua. Pokoknya ga boleh ada yang tahu tentang penyakit gua ini. Gua ga mau kalo mereka semua nantinya kasihan sama gua dan gua uga ga mau kalo mereka ngelakuin sesuatu buat gua karena keadaan gua yang sakit saat ini. Batin Gilang dengan sedih sekali.
Sementara itu, Raisa masih berada di kamarnya dan masih terjaga. Ia sama sekali belum tertidur karena memang pikirannya masih selalu memikirkan tentang Gilang. Raisa kepikiran pasti saat ini Gilang sangat sedih sekali dan sangat terpukul. Raisa tidak tahu lagi bagaimana ia harus hidup jika nantinya Gilang akan pergi. Ia lebih memilih jika bisa dirinya saja lah yang menanggung penyakit yang di derita oleh Gilang tersebut. Tidak apa-apa baginya untuk pergi mendahului yang lainnya.
Karena memang tidak ada yang perduli jika Raisa mau mati sekalipun. Termasuk juga dengan kedua orangtuanya. Namun jika Gilang yang pergi duluan meninggalkan dunia ini, akan banyak sekali jiwa yang kehilangan dan juga banyak sekali yang bersedih atas kepergian dari Gilang tersebut. Ia pun juga akan sedih.
Atau gua aja yang pergi? Kalo gua pergi ga ada yang perduli juga kan. Ya. Gua harus bisa donorin ginjal gua buat Gilang. Ya, meskipun nanti taruhannya adalah nyawa gua. Gua ga akan perduli karena jika Gilang bertahan, dia akan bertahan dengan bagian dari tubuh gua. Dan nantinya kalo gua juga bertahan, gua bakalan bisa kejar Gilang lagi. Ya, gua harus donorin ginjal buat Gilang. Batin Raisa yakin.
Raisa pun saat ini sedikit lega dengan dirinya gang sudah menemukan solusi untuk penyakit dari Gilang tersebut. Ia besok akan pergi ke rumah sakit dan menemui dokter yang memeriksa Gilang tersebut. Namun sebelum itu, Raisa juga harus mencari sekolah terlebih dahulu karena di sekolah lamanya ia sudah di drop out. Raisa pun saat ini memikirkan akan dimana ia melanjutkan sekolah. Karena ia yakin pasti akan sangat sulit sekali jika ia harus mencari sekolah apalagi di kelas 9.
Ia pun akhirnya saat ini pun turun ke lantai bawah karena memang ia akan konsultasi dan bertanya kepada Milo tentang SMP mana yang akan ia tuju nantinya. Ia pun saat ini sudah keluar dari kamar dan saat ini ia sudah turun ke bawah. Ternyata di bawah Milo sedang duduk sembari menonton TV di rumah Raisa tersebut. Raisa oun saat ini langsung mendekati Milo dan ia pun langsung duduk di dekat Milo. Milo yang melihat Raisa sudah keluar dari kamar dan saat ini bersama dengan dirinya pun lega karena akhirnya Raisa mau untuk turun dari kamarnya juga.
"A Milo, Caca mau nanya" ujar Raisa kepada Milo tersebut pada saat ini.
"Iya ada apa Ca? Caca mau nanya apa?" tanya Raisa kepada Milo saat ini itu.
"Kira-kira Caca bakalan lanjut sekolah dimana ya A? Kayaknya susah nyari sekolah yang bisa nerima murid drop outan apalagi dari SMP N 4 dan apalagi ini juga udah kelas 9 juga" ujar Raisa bertanya kepada Milo karena memang SMP N 4 merupakan salah satu SMP terbaik yang ada di Kota Bandung. Selain itu juga menang sangat sulit menemukan sekolah yang bisa menerima murid kelas 9.
"Besok kita cari sama-sama ya yang negeri dulu. Kalo nanti ga ketemu ga papa di swasta juga. Yang penting kamu belajarnya yang pinter. Karena mau dimanapun kamu sekolah, sbenarnya itu tergantung sama kamu Ca" ujar Gilang saat ini.
"Ah gitu ya A Milo. Oke deh. Besok temenin ya A. Tapi Aa ga Papa ijin lebih dari seminggu? Atau Aa pulang aja deh Caca ga enak sama Aa" ujar Rajsa tersebut
"Ga Papa Ca. Lagian Aa ga bener-bener ga berangkat. Aa juga masih ngerjain tugas sama soal yang di kasih guru kok. Kamu tenang aja ya. Aa bakalan pulang kalo nantinya kamu udah dapet sekolah baru" ujar Milo kelada Raisa yang mana saat ini membuat Raisa sangat bersyukur sekaki karena memiliki Milo. Raisa pun saat ini memeluk Milo dengan sangat erat. Raisa sangat bahagia sekali dengan adanya Milo.
"Makasih ya A Milo. Makasih banget udah mau nemenin Caca" ujar Raisa itu.
"Sama-sama Caca, pokoknya A Milo bakalan selalu ada buat Caca. Caca harus inget itu ya. Oh iya kalo gitu sekarang kita makan ya. Ibu tadi udah bikin masakan enak, makanan kesukaan kamu semua loh Ca. Kita makan ya sekarang terus abis itu kamu minum obat biar cepet sembuh" ujar Milo yang diangguki oleh Raisa. Dan saat ini mereka berdua pun sedang bersama-sama pergi ke meja makan untuk makan.
Milo pun brusaha agar Raisa makan banyak, karena dari kemarin ia makan sedikit terus sewaktu mereka ada di rumah sakit. Maka dari itu sebisa mungkin ia membuat Raisa banyak makan di rumah agar keadaannya semakin membaik. Milo tentunya sangat khawatir dengan Raisa. Apalagi setelah kemarin ia melihat di tangan Raisa banyak sekali luka bekas sayatan. Ia hampir saja menangis dan terus menyalahkan dirinya. Namun hal itu tidak berarti, ia tidak bisa menyalahkan dirinya terus menerus. Ibunya juga mengatakan jika Raisa tidak ingin membahas tentang luka-luka yang ada ditangannya tersebut. Milo pun akhirnya menuruti hal tersebut.