Ini yang kedua kalinya Jasmine masuk ke dalam rumah Jonathan. Kalau pertama dia hanya sampai ruang tamu, kali ini dia sampai kamar milik Jordan. Saat masuk ke kamar Jordan tadi, Jasmine dibuat kagum dengan besarnya kamar itu untuk ukuran anak kecil. Kamar Jordan bahkan lebih besar dari pada rumah kontrakannya.
Kamar Jordan di lengkapi dengan area ruang bermain yang hanya di beri sekat setinggi d**a orang dewasa, lalu ada sofa panjang dan juga televisi berukuran empat puluh dua inch. Sejak masuk ke dalam rumah itu, dia menahan diri untuk tidak bersikap norak. Semua benda yang yang ada di rumah Jonathan adalah benda-benda canggih.
Sebelum masuk ke dalam kamar Jordan, Jasmine terlebih dahulu scan sidik jari. Ternyata tidak semua orang bisa masuk ke dalam kamar anak itu, hanya orang yang Jonathan percayai yang bisa masuk kamar Jordan, termasuk dirinya.
"Bu Jasmine, kita main ini iya?" Jordan menunjuk puzle yang berantakan berukuran 1x1 m.
"Nyusun puzle?" Jordan mengangguk semangat.
"Oke, tapi sebelum itu kamu harus kerjakan tugas rumah dulu." Mendengar perkataan Jasmine membuat Jordan sedikit mengeluh, namun tak ayal dia mengeluarkan buku tulisnya.
Jasmine mendampingi Jordan belajar, sesekali dia membantu bocah kecil itu. Lalu mengoreksi tugas Jordan, memintanya mengulang jika salah.
"Oke, ini sudah benar semua."
"Yeayy, kita bisa main kan, Bu?" Tanya Jordan dengan semangat.
"Iya, boleh," kata Jasmine sambil tersenyum tipis. Jordan kemudian bersorak lalu menyimpan bukunya. Dia mengeluarkan mainannya ke depan Jasmine, Jasmine kemudian membantu menyusun puzle. Mereka berdua sibuk bermain hingga tidak sadar kalau Jonathan sudah berdiri di ambang pintu.
Pria itu sudah berada di sana dari lima menit yang lalu mengamati kedua orang itu dalam diam. Jonathan tidak ingin mengganggu keseruaan keduannya, hanya dengan mengamati mereka saja sudah berhasil membuat Jonathan tersenyum. Pria itu masih setia berada di sana, lalu ikut tertawa saat keduanya tertawa.
"Papa!" Panggil Jordan yang baru menyadari keberadaan pria itu.
"Lagi main apa, Nak?" tanya Jonathan pada putranya yang terlihat begitu semangat.
"Main puzle sama main lego, Pa" kata Jordan. Jasmine mengangguk kaku saat pria itu mendekat.
"Apa kalian sudah makan siang?" tanya Jonathan
"Sudah, Pak"
"Sudah, Pak" Keduanya menjawab dengan kompak lalu saling berpandangan dan keduanya kompak tertawa.
Jasmine kemudian terdiam dan salah tingkah saat Jonathan memperhatikannya dengan intens. "Ada yang salah dengan penampilan saya, Pak?" tanya Jasmine, dia nggak tahan di tatapa begitu lama oleh Jonathan
"Kamu semakin cantik saat tertawa," ucap Jonathan, dan membuat Jasmine semakin salah tingkah.
"Orang lain juga mengatakan hal itu," ucap Jasmine berusaha menutupi ke gugupannya. Jonathan mengangkat alisnya tinggi, merasa tidak senang dengan perkataan Jasmine.
"Oh ya, siapa yang mengatakannya?"
"Semua mantan pacar saya mengatakan hal yang sama." Jasmine tidak berbohong dengan itu, Angga juga mengatakan hal sama saat mereka berada si taman kota.
"Memangnya ada berapa mantan kamu?" Jonathan tertarik ingin tahu. Dia akui wanita itu cantik, sudah pasti banyak pria yang menginginkannya.
"Angga yang ke empat," jawab Jasmine, dia sudah tidak sakit hati lagi saat menyebut nama mantannya itu. Ternyata satu minggu cukup untuknya mengikhlas-kan hubungan mereka berakhir. Terlebih saat dia melihat Angga jalan berdua dengan wanita lain kemarin. Mungkin benar kata Jonathan kalau Angga tidak benar-benar mencintainya.
"Apa saja yang kalian lakukan saat berpacaran?" tanya Jonathan dengan nada dingin.
Jasmine mengangkat bahunya acuh, "Sama seperti yang di lakukan pasangan kekasih pada umumnya," jawabnya. Wajah Jonathan semakin tidak enak untuk di lihat, dia lalu keluar dari kamar Jordan tanpa mengatakan apapun.
"Papa mau kemana?" tanya Jordan yang baru keluar dari kamar mandi
"Ruang kerja," jawab Jonathan pendek.
"Bu Jasmine, Papa marah karena apa?" tanya Jordan setelah papanya keluar dari kamar tidurnya.
"Ibu nggak tahu, Papa kamu tiba-tiba jadi begitu" jasmine melihat sekeliling kamar Jordan.
"Di sini nggak ada hantu kan?" bisik Jasmine pelan, dia memegang tengkuknya yang terasa dingin. Jo mengangkat bahunya, anak kecil itu tidak terpengaruh dengan perkataan Jasmine.
Hingga sore Jasmine tidak melihat Jonathan lagi di rumah itu mungkin pria itu sibuk dengan pekerjaannya. Tapi yang jadi permasalahannya dia harus pulang, dan harus pamit pada laki-laki itu.
"Jo, ruang kerja Papa kamu di mana?" tanya Jasmine. Saat ini mereka berada di ruang keluarga, Jordan sudah mandi, tinggal makan malam saja. Jordan mendongkak untuk melihat Jasmine.
"Naik lift, Bu, lantai empat. Sebelah kiri, ada dua ruangan satu kamar Papa dan satunya lagi ruang kerja Papa."
"Oke. Kalau begitu Bu jasmine panggil Papa kamu dulu, iya." Jordan mengangguk lalau mengalihkan tatapannya ke arah film kartun kesukaannya.
Jasmine masuk kedalam lift sesuai dengan arahan Jordan. Menekan tombol angka empat di papan lift, tidak sampai dua menit dia sudah tiba di lantai empat rumah itu. Begitu keluar dari lift, dia langsung mengambil arah ke kiri lalu Jasmine menemukan dua pintu yang saling berhadapan.
Jasmine berdiri dengan bingung, dia tidak tahu yang mana ruang kerja Jonathan. Mengikuti kata hatinya, Jasmine memutuskan untuk mengetuk pintu yang ada di sebelah kiri.
Tok tok tok
"Pak Jonathan!". Panggil Jasmine dengan suara yang sedikit keras. berkali-kali Jasmine mengetuk pintu, namun tidak ada jawaban sama sekali. Jasmine berbalik dia memutuskan untuk menunggu pria itu di bawah saja, namun belum melangkah suara pintu terbuka di belakang Jasmine menghentikan kakinya. Dia berbalik dan mematung kala melihat Jonathan yang bertelanjang d**a dan hanya ada handuk putih bersih yang menggantung di pinggannya. Titik-titik air yang menetes dari ujung rambutnya jatuh menetes di dadanya yang berotot dan terlihat padat. Jasmine tergoda ingin menyentuhnya, namun dia berhasil menahan tangannya tetap berada di tempatnya.
"Ada apa?" Tanya Jonathan dengan suara serak. Jasmine mengerjab dua kali.
"Sa-saya ingin pamit pulang, Pak," jawab Jasmine enggan, enggan berpisah dengan pemandangan indah di depannya.
Jonathan bukannya tidak menyadari tatapan Jasmine padanya, dia sudah menangkap tatapan mupeng Jasmine sejak dia berdiri disana. Diam-diam Jonathan bangga pada bentuk tubuhnya yang memang sanggup membuat perempuan mana pun jatuh bertekut lutut di hadapannya.
"Tunggu saya di bawah, atau kamu mau menemani saya memakai baju?" Jonathan sebenarnya hanya menggoda saja, karena menurutnya Jasmine tidak mungkin mau masuk, namun dia harus terkejut atas jawaban yang keluar dari mulut gadis itu.
"Boleh, Pak?" tanya Jasmine tanpa sadar. Jonathan berdecak dan mendorong kepala Jasmine mundur lalu menutup pintu tepat di hadapan Jasmine.
Jasmine bernapas lega saat Jonathan menutup pintu, dia tidak tahu apa yang akan terjadi jika Jonathan mempersilahkannya masuk tadi. Jasmine dengan cepat melangkah dan meninggalkan tempat itu menuju lift, dia malu bertemu dengan Jonathan lagi.
Saat sudah tiba di bawah, Jasmine menyambar tasnya dari samping Jordan. "Jo, bilang Papa kamu kalau Bu Jasmine nggak bisa nunggu, Ibu buru-buru." Jasmine langsung keluar dari rumah itu, untung dia sudah hapal jalan menuju pintu utama. Kalau nggak, mungkin dia hanya akan berputar-putar di rumah itu hingga pagi lagi.
Saat Jasmine keluar supir ternayata sudah menunggunya, "Mari nyonya, silahkan masuk." Supir itu membuka pintu mobil mempersilahkan Jasmine masuk.
"Terimakasih pak," ucap Jasmine setelah dia duduk dengan Nyaman. Supir itu hanya mengangguk membalas ucapan terima kasih dari Jasmine. Mereka kemudian melaju meningglkan rumah mewah Jonathan tersebut.
Bersambung...