4

1179 Kata
Siang hari yang mendung ini membuat hawa terasa segar, angin meliuk-liukkan dedaunan pertanda akan turun hujan. Seorang gadis berjalan dengan tenang sesaat setelah memasuki gedung, melewati karyawan yang berada di lobi sama sepertinya, sesekali ia tersenyum ramah  pada mereka yang menyapa. Setelah berhasil menghindari pria masa lalu, ia segera menghampiri kakaknya di kantor. Jantungnya masih berdegup kencang harap-harap cemas takut jika Jaden mengikutinya sampai disini, ia tidak ingin jika pria itu membuat keributan di kantor ayahnya. “Selamat siang, Miss Lili.” Suara perempuan yang usianya tak jauh dari dirinya menyapa, ia menjabat sebagai sekretaris dengan name tag Ester tersenyum ramah. Lili akui jika dirinya sungguh memberi respect pada perempuan itu, Ester bekerja dengan sangat professional. Jika di kantor lain memiliki sekretaris yang tampilannya menor dan seksi, justru Ester sebaliknya. Ia adalah perempuan yang memiliki sopan santun serta semangat kerja yang tinggi, tak heran jika ia memiliki jabatan sebagai sekretaris. “Siang juga Ester, apa kak Anderson ada di dalam?” Tanya Lili pada Ester. “Beliau ada di dalam kantornya, Miss.” Balas Ester dengan tangan yang menunjuk ke arah ruangan Anderson berada. Setelah berbincang singkat dengan Ester, Lili langsung melangkahkan kakinya menuju ruang pribadi Anderson. Pintu yang sepenuhnya dari kaca berwarna gelap berada di depannya, sebelum masuk Lili memastikan bahwa tidak ada tamu dengan cara mengintip sedikit di antara celah. Memastikan bahwa di dalam hanya ada Anderson, ia membuka pintu dengan perlahan. Disana terlihat kakaknya sedang berkutat dengan tumpukan kertas dengan map berwarna-warni, dalam hati Lili tertawa terbahak. Sungguh Anderson yang malang. Menyadari ada yang datang, Anderson menolehkan kepala karena biasanya karyawan kantor akan memberi salam sebelum masuk. Setelah melihat adiknya yang datang, ia memutuskan untuk meletakkan pulpen di atas meja lalu menghela napas lelah. “Kau sedang disibukkan dengan berkas-berkas itu, sepertinya tidak bisa membantuku.” Lili mendudukkan dirinya disofa empuk, menatap sekeliling ruangan yang sedikit di tata ulang dari biasanya. Anderson mengangguk pelan, ia menatap nanar tumpukan berkas dihadapannya. “Memangnya kau perlu bantuan apa? Akan ku usahakan jika bisa.” “Aku butuh data penjualan barang selama satu tahun ini, seperti biasa tugas akhir.” Ujar Lili, ia mengeluarkan kertas berisi list tugasnya untuk dipahami oleh kakaknya. Anderson mengangguk paham. “Kau bisa langsung meminta data barang pada bagian produksi, untuk mencocokkannya akan ku ambilkan data yang tersimpan padaku.” Senyum cerah timbul dibibir gadis itu, tidak sia-sia ia datang kemari. Sudah dibayangkan liburan panjang yang menanti, merehatkan tubuh dan pikiran dari materi-materi yang membingungkan selama beberapa bulan ini. “Oke, terimakasih.” Lili menjentikkan jarinya dengan semangat. “Aku lapar karena sedari tadi belum mengangkat b****g dari kursi sialan ini, kau sudah makan? Jika belum, Ayo temani aku.” Wajah kusut Anderson menandakan jika pria itu sangat letih. “Aku juga belum, karena kau yang mengajak maka kau yang harus membayarnya.” Dengan mata berbinar gadis itu memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, benar-benar cerdik. “Tentu saja, Ayo!” Seru Anderson. Sesaat setelah berhasil berdiri, Anderson merilekskan tubuhnya yang terasa pegal. Duduk berjam-jam seperti ini juga bisa melelahkan, apalagi ditambah dengan banyaknya tugas yang antre bersiap menunggu dikerjakan. Keduanya mulai berjalan beriringan menuju keluar kantor, cuaca masih mendung tapi air hujan belum turun menyirami tanah yang mereka pijaki. “By the way, Ester adalah gadis yang cantik dan sopan. Kakak tidak ingin mendekatinya?” Bisik Lili pelan. Anderson melirik gadis yang dimaksud adiknya, kini Ester memberi hormat ketika keduanya berjalan melewati kubikel khusus untuknya. “Entahlah, aku belum terpikirkan oleh seorang gadis.” Anderson mengangkat bahunya tak peduli. “Jangan-jangan.. Oh! Tidak, jangan bilang kalau kakak menyukai sesama --” Belum sempat ucapannya terselesaikan, Anderson lebih dulu menyentil dahinya hingga membuat Lili mengaduh terkejut. “Enak saja! Aku masih normal, ku pastikan akan memilih kekasih yang jauh lebih cantik darimu.” Sungut Anderson. Lili hanya mendengus kesal, ia akan menagih janji itu suatu saat nanti. Semilir angin menerbangkan rambut Lili yang indah, ia hanya acuh dan berjalan menyaingi langkah lebar sang kakak. Baik Lili maupun Anderson sama-sama menyukai cuaca seperti ini, sepoi-sepoi walau tidak hujan. Anderson meminta agar Lili menunggunya di depan kantor, sedangkan dirinya mengambil mobil yang berada diparkiran. Tentu saja Lili mau dengan senang hati, ia jadi tak terlalu banyak berjalan jauh, kakaknya benar-benar tahu betul sifat adiknya. Sambil menunggu Anderson, Lili membuka ponselnya yang sedari tadi dimatikan. Dilihatnya ada beberapa panggilan masuk serta pesan diaplikasi chattingnya, salah satunya berasal dari Margrit yang bahkan rela spam untuk memenuhi hasrat keingintahuannya tentang Jaden. Lili mendengus kesal ketika mengingat Margrit yang hanya menonton saja, apa gadis itu berpikir bahwa Lili sedang beradegan romantis dengan pria itu? Hell please, dirinya bahkan ketakutan setengah mati. Satu pesan masuk diponselnya, Lili mengernyitkan dahi karena lagi-lagi nomor tak dikenal mengiriminya pesan. -Sejauh apapun berlari, aku akan menemukanmu. Bagaimana jika aku membuat hubungan kerjasama dengan kantor ayahmu, ku rasa kita bisa selalu bertemu? Sepertinya menarik, akan aku coba.- Giginya bergemelatuk pelan, tangannya sibuk menggenggam ponselnya erat seakan ingin mengancurkannya. Benar-benar mencari masalah! Lili tak habis pikir kenapa pria itu masih berupaya mengejarnya, sedangkan masih ada perempuan-perempuan lain diluar sana yang lebih cantik dan seksi darinya. Ia bahkan sudah membayangkan jika Jaden kini berada di depannya, dengan senang hati Lili akan memberikan pukulan telak diwajah tampannya. Hari ini sungguh menyebalkan, juga sangat menguras tenaga. Suara klakson yang berbunyi nyaring menyadarkannya dari lamunan, Lili menatap kakaknya yang melambaikan tangan memintanya untuk segera masuk mobil. Dalam hati ia berniat menguras kantong kakaknya, tidak setiap hari kok. Diperjalanan mereka berbincang singkat mengenai keadaan pabrik tekstil ayahnya, yang kini sedang dikendalikan oleh Anderson. Keduanya hanya berselisih tiga tahun, kakaknya memang mempunyai kemampuan otak lebih pandai dibanding dirinya. Ia meringis geli saat kilasan memori singgah diotaknya, saat itu Lili belajar bersama Anderson. Setiap kali Lili salah menebak jawaban, maka Anderson akan mengomel sepanjang pembelajaran hingga usai. Sesaat Lili juga mengingat sesuatu yang lebih penting, ia akan mencoba membicarakannya pada Anderson. “Kak, mau kah mengabulkan permintaan ku kali ini?” Cicit Lili bagai anak tikus terjepit pintu, ia yakin pasti Anderson sulit dibujuk jika menyangkut hal sepenting ini. “Apa?” Anderson masih fokus dengan kemudi, Lili jadi ragu. “Ehm.. Jika ada orang yang menawarkan kerjasama atas nama Corazo Company, tolong kakak tolak saja." Anderson menoleh singkat dengan kerutan tercetak jelas pada dahinya, beberapa detik kemudian menatap padatnya jalanan lagi. "Kenapa? Justru bagus jika ada yang mengajak kerjasama, itu akan menguntungkan perusahaan kita.” Huh.. Lili harus memutar otak supaya mendapatkan alasan yang masuk akal. Tidak mungkin jika ia berkata bahwa sedang dikejar-kejar oleh psikopat gila yang terobsesi padanya, lalu berusaha mendekatinya lewat embel-embel kerjasama perusahaan. No!! Pikirkan yang lain, Lili. Saat masih berkutat dengan pikiran, mobil berhenti di depan kedai makanan khas negara tercinta sang ayah. Tempat makan ini adalah favorit keluarganya, bukan restoran mewah melainkan kedai sederhana yang berada di pinggiran kota. “Lanjut obrolannya nanti saja, aku sudah lapar.” Tukas Anderson yang langsung membuka pintu mobil dan segera turun, sepertinya anak itu benar-benar kelaparan. Lili mendengus kesal, padahal ini adalah momen yang tepat. Sudahlah, mungkin lain kali ia juga sambil memikirkan alasan yang sangat mengena agar kakaknya mau mengabulkan permintaannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN