Episode 2

1052 Kata
            Ku genggam erat tangannya, ku salurkan rasa takut kehilangan yang besar, mungkin aku belum bisa mengatakan isi hatiku, karena bagaimana pun juga ini adalah hari pertama kami di kampus, dia pasti sangat takut, jadinya seperti pada Andrian tadi, aku tidak ingin itu terjadi, biarkan waktu yang akan menjawabnya.             Aku membawanya ke warung Mie ayah dekat kampus, bukan berarti diriku tidak bisa membawanya kerestoran mewah. Ku tekankan sekali lagi, keluargaku bisa terbilang seorang yang sangat kaya raya, bagiku makan di pinggir jalan itu menjadi keistimewaan tersendiri, ku rasakan tangannya yang dingin dan berkeringat, ia pasti berdebar digandeng olehku, itu artinya dirinya tidak pernah disentuh oleh pria lain alias masih asli, tapi bisa jadi dia hanya memikirkan hasil ujian tes ini.             Sepuluh menit telah berlalu, akhirnya kami sampai di tempat yang kami tuju, ku perhatikan tidak ada satupun kursi kosong yang khusu untuk dua orang, karena sudah terisi penuh oleh pasangan kekasih, hanya tersisa dua kursi itu pun berada didekat pria gendut, aku yakin dia pasti tidak akan nyaman kalau duduk di situ,” Sepertinya tempatnya penuh, kak, Lana,” katanya. Benar juga tempatnya memang sudah penuh, aku ragu untuk mengusulkan dua kursi di sebelah si gendut itu, akhirnya aku memutuskan untuk mengajaknya ketempat lain.               “ Kita ketempat lain saja, ya?” usulku. Dia mendongakkan wajahnya memandangku, sepertinya sedang kebingungan karena tidak melihat lagi adanya tempat makanan murah seperti ini, adanya restoran mahal dan kafe mewah, aku pun menghela napas melihatnya yang menggemaskan menurutku.             “ Semua tempat makan sekitar sini terlihat mewah-mewah, pasti harganya sangat mahal. Aku,’kan, tidak akan punya cukup uang untuk membayarnya,” katanya. Oh, ya Tuhan, betapa polosnya gadisku ini, ia bahkan tidak merasa gengsi untuk mengatakan yang sesungguhnya, aku semakin jatuh hati padanya. “ Tidak perlu khawatir, aku yang akan meneraktirmu, bagaimana?”  kataku. Wajahnya berubah masam, biasanya seorang wanita akan langsung berbinar kalau diajak makan di tempat yang mewah.             “ Aku tidak bisa menerima traktiran dari seorang pria yang tidak memiliki hubungan khusus denganku,” tolaknya. Eh???? Kenap sekarang gadis jadi aneh begini? Hubungan khusus itu maksudnya, kekasih begitu?             “ Hubungan khusus, seperti apa, Fir?” tanyaku.             “ Hubungan khusus itu, ya, seperti kekasih, tunangan atau suami,” jawabnya. Sudah kuduga, sekarang aku jadi bingung menghadapinya. Jika aku bilang kalau akum au menjadi kekasihynya bagaimana? Apa yng dipikirkannya.             “ Ya, sudah. Anggap saja aku ini kekasihmu, jadi sekarang , ayo! Kita makan,” balasku. Tanpa menunggu balasannya darinya, aku langsung kembali menggandeng tangannya, meninggalkan warung mie ayam tersebut. Mataku bahkan tidak berani melihat ekspresi wajahnya setelah aku mengatakan itu, tapi sesungguhnya aku tidak sekedar sari mulut tapi dari hatiku yang terdalam, aku sangat ingin menjadikannya kekasihnya.   Sambal bergandengan tangan, mereka berjalan menuju sebuah restoran mewah, yang tak jauh dari mereka, hanya 100 jarak tempuh. Mereka memang terlihat seperti sepasang kekasih yang romantic, meski sebenarnya mereka hanya sekedar teman yang hatinya saling terikat. Diam-diam Firanda curi-curi pandang pada Maulana, hatinya bergejolak tak menentu, apa lagi setelah mendengar ucapannya, meski hanya pura-pura sebagai kekasih, tapi ia sudah sangat bahagia, berhadap itu bisa menjadi nyata. Gadis itu sedikit menunduk, sesungguhnya dirinya bukan hanya sekedar menganggap melainkan benar-benar menjadi kekasihnya, tapi apalah daya bibir tak mampu mengucapkan apa yang ada dalam hati. Firanda berjalan dalam diam, sedikitpun tidak mengatakan apapun meski hanya sepatah kata, hingga mereka tiba di sebuah restoran ,” Tempatnya indah bukan?” komentar Maulana. Gadis itu mendongakkan pandangannya, matanya terus memperhatikan tempat itu. Jika dipikir tempat itu memang sangat indah dan mewah, bahkan sangat bersih jadi ia pun mengangguk. Maulana memperhatikan deretan kursi yang dikiranya cocok untuk mereka, dia ingin membuat gadis itu merasa nyaman saat pergi berdua dengannya, jadi kalau kapanpun diajak lagi, dirinya tidak akan ditolak. Sebuah meja kosong di tempat paling ujung menjadi focus utamanya, meja itu terlihat kosong, pemandangan disekitarnya juga terlihat menyenangkan, mungkin gadis itu akan suka jika diajak ketempat itu,” Fir, kau lihat meja di ujung sana?” tanyanya. Firanda mengangguk. “ Kita kesana saja, ya?” tanyanya memintak persetujuan. “ Terserah, kak, Lana, saja,” jawab Firanda. Maulana tersenyum simpul, kemudian ia menggandeng tangan gadis itu menuju meja tersebut. Ia menarik satu kursinya dan mempersilahkan gadis itu untuk duduk. Firanda merasa sangat tersanjung dan bahagia diperlakukan layaknya tuan putri, ia pun mendudukkan dirinya di atas kursi tersebut, matanya tidak sedikit pun bera;ih dari pria tampan yang berdiri didepannya, bahkan sampai ia juga ikut mendudukkan dirinya. “ Kau boleh pesan apapun yang kau mau,” ucap Maulana. Perlahan Firanda mengangbil kertas menu yang tersedia di atas meja, matanya menelusuri setiap harga menu yang ada pada buku menu tersebut, gadis itu terbelalak saat melihat bandrol harga yang dicantumkan disana, “ Mahal sekali,” gumamnya. Ia berpikir kalau hanya untuk satu porsi saja hampir satu juta bagaimana kalau 5 porsi, harus jual rumah kalau ingin meneraktir banyak orang. Maulana tersenyum tipis mendengar gumaman gadis itu, ia berjanji jika suatu hari Tuhan menjodohkan mereka, dia akan memberikan makanan yang lebih mewah dari ini setiap harinya,” Kau tidak perlu pikirkan harganya, pesan saja jika suka,” ucapnya. “ Tapi harganya sangat mahal, kak, Lana. Lihat saja! Cumi harganya 300 ribu, duh, bisa tidak jajan satu bulan aku,” balas Firanda. Pria itu tercengang mendengarnya, dia mulai berpikir, berapakah sebenarnya uang jajan yang diberikan orang tuanya dalam sebulan?. “ Pekerjaan, kak, Lana, apa?” tanya Firanda. Maulana terkejut gadis itu menanyakan pekerjaannya, sekarang dirinya kebingungan harus menjawab apa. Jika dia bilang bahwa ia adalah seorang pemilik sebuah perusahaan berlian terbesar di Asia bagaimana? Lagi pula untuk apa menanyakan pekerjaan segala?. “ Untuk apa kau menanyakan pekerjaanku? Tentu saja aku ini Mahasiswa, kau ini aneh si, hhh,” jawabnya sambal terkekeh. “ Bukan begitu, kak. Bagaimana kau akan meneraktirku dengan harga setinggi langit ini, atau kak, Lana, seorang bangsawan,” tebaknya. Maulana tersedak ludahnya sendiri, ternyata gadis itu punya mata yang tajam juga, buktinya dia bisa menebak siapa dirinya yang sebenarnya, padahal ia sudah menyamar menjadi orang miskin. “ Ahaha, Fir. Kau jangan meremehkanku, apapun pesananmu aku pasti sanggup membayarnya,” balasnya sambal terkawa kaku. Firanda mengangguk, dia merasa pria itu terlalu baik padanya, seandainya ada pria seperti itu yang menjadi pendamping hidupnya, mungkin dia akan merasa sangat bahagia. “ Kau terlalu baik, kak, Lana,” pujinya. Maulana terkesiapm entah kenapa hatinya jadi berdebar tidak karuan, bahkan merasa malu hanya karena mendengar pujian dari gadis itu. “ Ehem, Fir. Kau jangan terlalu memujiku, bagaiamana kalau nanti aku jatuh hati padamu? Kau mau tanggung jawab?” tanyanya bercanda. Kini giliran Firanda yang wajahnya memanas, ia menjadi salah tingkah karena candaan pria itu. Gadis itu hanya tersenyum tipis menanggapi candaan Maulana.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN