30 Jun. 20
Pemilikku selamanya
Episode 3
Firanda POV
Tuhan, apakah ini ujian atau godaan? Pria itu terlalu baik padaku, aku semakin jatuh hati padanya, apa lagi candaannya itu, jika diriku boleh jujur, hatiku berharap itu bukanlah hanya sekedar candaan melainkan keseriusan bahwa dirinya memang jatuh hati padaku, aku pasti akan langsung menerimanya.
Maulana ikut tersenyum saat bibirnya membentuk suatu senyuman, mungkin ia tau kalau aku terkena candaannya, ah, diriku tidak ingin berada dalam situasi seperti ini terlalu lama. Kualihkan perhatianku pada deretan menu yang ada dalam buku itu, mataku tertuju pada sebuah tulisan yang menurutku mungkin enak jika dimakan,” Kak, Lana. Aku pesan ini saja, ya?” kataku. Pria itu mengikuti pandanganku dan sebuah menu yang sudah ku tunjuk dengan jariku, dia pun mengangguk sambal tersenyum, rasanya akum aku mati karena tak tahan melihat senyumnya yang begitu manis.
“ Baiklah,” ucapnya setuju. Setelah itu ia melambaikan tangannya untuk memanggil pelayan, hari ini adalah hari yang sangat istimewa untukku selalu ditemani oleh seorang pria yang tampan rupawa. Tak lama kemudian pesanan kami telah tiba, dengan hati-hati pelayan itu meletakkannya di atas meja, lalu tersenyum ramah pada kami, mungkin itu caranya menyapa pelanggan.
“ Fir, kira-kira kamu mau tidak punya suami seorang direktur?” tanyanya hati-hati.
Eh?
Apa? Dia bertanya kesediaanku memiliki seorang suami seorang direktur? Ya, tentu saja akum au. Tapi aku ingat pesan kedua orang tuaku, bahwa lebih baik punya suami itu yang sepadan dengan kita, tidak usah terlalu tinggi-tinggi karena biasanya orang kaya akan selalu merendahkan orang miskin. Jujur saja aku ini bukanlah berasal dari keluarga kaya, ayahku hanya seorang petani biasa, sedang ibuku hanya ibu rumah tangga, kugelengkan kepalaku, ku lihat ekspresi kak, Lana, jadi tidak bersemangat. Aku jadi bingung, apa aku melakukan sebuah kesalahan?.
“ Ibu bilang, lebih baik punya suami yang sepadan dengan kita, katanya orang kaya itu suka sekali memandang rendah orang miskin,” jawabku. Pria itu kembali tersenyum, sepertinya semangatnya telah kembali, entah ada apa sebenarnya dengannya?.
“ Ya, ibumu benar, Fir. Tapi,’kan, tidak semua orang kaya seperti itu. Apa kau tidak percaya bahwa dibelahan dunia ini ada seorang pria kaya yang mungkin jatuh hati padamu dan ingin menikahimu?” ucapnya hati-hati. Aku semakin tidak mengerti dengan ucapannya, orang kaya? Hah, jangankan orang kaya, bahkan orang sederhana saja belum tentu mau menikahiku. Bukannya diriku sudah putus asa, tapi ibuku saja selalu bilang kalau aku ini memiliki hati yang buruk, keras dan dingin, selain itu juga bodoh, aku tak yakin ada yang mau menikahiku.
Maulana POV
Ku harap dengan ucapanku tadi, gadis itu mengerti bahwa ada aku yang mencintainya. Tapi kenapa sekarang wajahnya berubah jadi sendu? Dia tidak terlihat bahagia, apa perkataanku tadi menyinggung perasaannya? Aku sungguh tidak bermaksud untuk melakukannya, niatku hanya mengatakan bahwa secara tidak langsung, akulah yang ingin menjadikan dirinya sebagai istriku.
“ Fir, kau kenapa?” tanyaku heran.
Dia mendongakkan pandangannya menatapku, bibirnya sedikit tertarik keatas, aku tau dia hanya pura-pura tersenyum, pasti ada yang disembunyikan dariku.
“ Fir, apa kau punya masalah?” tanyaku. Diriku tidak ingin melihatnya terlihat sedih dan pura-pura bahagia seperti itu. Aku ingin dia bisa berbagi kesedihannya padaku, aku ingin menjadi penghiburnya. Tapi dia justru menggelengkan kepalanya, dan diriku tidak bisa memaksanya untuk menceritakan apapun masalahnya padaku. Lagi pula ini masih pertemuan pertama dan aku harus lebih sabar, sepertinya dia juga tipe gadis pemalu.
“ Sebaiknya, sekarang kita langsung makan, kak, Lana. Sebelum bel berbunyi,” katanya. Dia mengalihkan pembicaraan, aku hanya mengangguk, lihatlah mata itu! Seperti menyimpan sejuta rasa sakit didalamnya, oh, ya, Tuhan. Aku ingin dia membagi rasa sakit itu padaku.
Dengan sangat pelan dia mulai menyendokkan makanannya dan memasukkannya kedalam mulut, dia seperti raga tanpa jiwa, aku ingin sekali menghiburnya,” Fir, aku punya tebakan untukmu, kau mau?” tanyaku. Gadis itu tersenyum lalu mengangguk.
“ Buah pir apa yang paling enak dilihat?” tanyaku. Dia menghentikan makannya, dahinya berkerut pasti sedang memikirkan jawaban dari pertanyaanku.
“ Pir, pir, pir, pir apa kak, Lana? Pir yang sudah masak,” jawabnya namun terlihat tidak yakin. Aku tergelak tawa mendengar jawabannya, ya, tentu saja itu salah. Karena pir yang paling enak itu tentu dirinya, piranda.
“ Salah,” jawabku. Dia kembali berpikir, ku hara pia tidak menyerah untuk terus menjawab.
“ Pir kuning, pir yang dibungkus. Aku yakin itu benar, karena tidak ada buah pir yang enak dilihat selain pir yang seperti itu,” ucapanya memberi penjelasan agar aku membenarkan jawabannya. Aku menggelengkan kepala, tanda jawabannya itu salah. Dia langsung cemberut, mungkin kebingungan sekaligus kesal, tapi sekarang giliranku yang bingung harus menjawab apa. Jika aku jujur bahwa pir yang paling enak dilihat itu adalah piranda, aku tak yakin kalau dia tidak akan mengira kalau ucapanku hanya untuk menggombalinya, karena sebenarnya aku memang sangat jujur bahwa dirinya sangat enak dilihat, ke garuk pelipisku yang tak gatal sambal terus memikirkan jawaban yang tak membuatnya salah paham, atau bagaimana cara menjelaskan bahwa dirinya itu memang sangat enak untuk dipandang.
“ Kak, Lana, kok diam?” tanyanya heran. Ah, aku benar-benar tak pandai mengulur waktu, lebih baik ku katakana saja yang sejujurnya, semoga dia tidak akan marah.
“ Piranda, buah piranda. Kau sangat enak untuk selalu ku pandang, Fir,” jawabku. Gadis itu langsung terdiam, duh, aku benar-benar merasa dia akan marah, ku tundukkan kepalaku tak sanggup melihat kemarahannya.
“ Kak, Lana, juga enak dilihat,” balasnya.
Eh?
Kepalau kembali terangkat, mataku melihat bibirnya tersenyum sangat manis, alhamdulillah ternyata dia tidak marah padaku, aku pun membalas senyuman itu.
“ Terimkasih kakak sudah membuatku senang, aku tak tau apakah kak, Lana, sengaja melakukannya atau tidak,” ucapnya. Aku sangat sengaja.
Senja menangis di ufuk barat,,,
Menagis dalam dekapan Sang rembulan,,,
Cinta hadir dalam keindahan,,,
Mengadukan kesedihan yang sangat tak mampu untuk tertahan,,,
Firanda Firdaus bagaikan permata yang sangat berharga, apapun yang ada dalam dirinya itu sangat istimewa bagi orang yang mengetahuinya, aku ingin selalu menggenggam dirinya dalam kasih abadiku, ku ingin membuatnya menjadi ggdis paling istimewa , karena baru dialah yang menerimaku tanpa memandang status sosialku.
Firanda Firdaus matahariku, takkan ku lupakan kisah kita yang sangat indah, akan ku ukir selalu namamu dalam hatiku. ( Ivan maulana rizky)