Hari yang ditunggu-tunggu tiba juga akhirnya. Apalagi kalau bukan pesta pernikahan Marsel dan Alexa. Acara pernikahan kedua Marsel dan Alexa diadakan di hotel ternama dan menggunakan adat Jawa Tengah. Selama itu bisa membuat orang tuanya bahagia, Zulla dan Yudha akan menerima saja. Toh Zulla dan Yudha juga kena imbas kebahagiaannya.
Acara adat sudah dilakukan tadi pagi. Sekarang tinggal acara resepsinya saja. Banyak tamu berdatangan dari sana sini. Teman-teman kuliah Alexa, teman kantornya, teman Marsel dan rekan sejawatnya serta masih banyak lagi yang diundang. Marsel telah mengumumkan secara resmi bahwa dia memang menikah lagi.
Untung saja, Zulla tidak harus ikut menyalami mereka semua. Bisa gempor tangannya kalau dia juga harus turut menerima uluran tangan seluruh tamu undangan. Zulla juga tidak sanggup kalau harus tersenyum sepanjang waktu. Pipinya bisa kram yang ada kalau terlalu tersenyum.
Ekor mata Zulla tidak bisa lepas dari arah pintu masuk untuk tamu, siapa lagi yang dia nantikan kedatangannya kalau bukan Alfa. Sedari tadi, Zulla sulit sekali mengalihkan pandangan dari pintu masuk. Gadis itu sama sekali tidak ingin kehilangan kesempatan untuk bisa bertemu dengan Alfa di acara ini.
"Kamu nungguin siapa sih, Kak? Dari tadi ngelihatin pintu masuk mulu?" heran Yudha yang akhirnya sadar bahwa kakaknya begitu menyukai pemandangan di pintu masuk di hari ini.
Karena merasa ada yang aneh dari kakaknya, jadi Yudha memutuskan untuk bertanya saja ketimbang dia dihiasi rasa penasaran tentang apa yang dinantikan kakaknya. Lelaki itu juga melihat ke semua tempat, meski dia tidak tahu apa yang dicari Zulla.
"Siapa tahu aku juga bisa ikut nyariin." sambung Yudha lagi karena Zulla tetap diam.
"Ish... Kamu berisik." Zulla sampai meletakkan jari telunjuknya di depan hidungnya agar Yudha diam dan tidak bertanya-tanya lagi.
Saat sedang melakukan hal ini, tiba-tiba saja orang yang dinantikan kedatangannya oleh Zulla tiba. Alfa datang bersama rekan-rekannya dan seketika wajah Zulla tampak semringah melihatnya. Kedua matanya berbinar-binar dan dia ingin segera mendatangi Alfa.
Enggak. Mending gue nunggu sampai Om dokter salaman dan ngasih selamat ke Ayah sama Bunda. Kalau nanti gue ngedatengin Om dokter sekarang, yang ada Om dokter bilang ke Ayah kalau ketemu anaknya di sini. Batin Zulla mencegah keinginannya yang ingin segera mendatangi Alfa.
Niat Zulla tertunda dan dia akan menunggu sampai Alfa selesai menyalami Marsel dan Alexa. Dia merapikan penampilannya sebentar dan melihat wajahnya dari cermin kecil yang dia sembunyikan di dalam saku dress. Zulla memang sengaja menyiapkan cermin segala, padahal gadis itu sangat jarang membawa cermin ke mana-mana.
Melihat hal ini Yudha semakin heran saja. Pasti ada yang tidak beres dengan kakaknya itu. Yudha sampai mengerutkan keningnya dan melihat aneh ke arah Zulla.
"Yud, penampilan aku gimana?" tanpa tahu apa yang dipikirkan Yudha, tiba-tiba Zulla bertanya seperti ini seraya merapikan rambutnya yang padahal tidak berantakan sama sekali.
Semakin bingung dan aneh saja Yudha dibuatnya. Dia hanya mengangguk saja karena merasa bahwa penampilan kakaknya juga tidak terlalu buruk. Bahkan bisa dibilang, cantik.
"Ih... Aku nanya beneran, Yud. Gimana?" Zulla tidak puas akan jawaban Yudha yang hanya anggukan belaka.
"Cantik." Yudha mengulangi jawabannya dan tanpa ragu mengatakan kata cantik agar kakaknya puas dan tidak lanjut bertanya lagi.
Senyum merekah di wajah Zulla. Dia puas akan jawaban Yudha kali ini dan dia tidak lagi merasa ada yang kurang tentang dirinya. Tak berselang lama, Zulla melihat Alfa sudah selesai memberi ucapan selamat untuk orang tuanya dan lelaki itu sedang berjalan menuju meja yang berisi makanan.
"Yud, jangan bilang ke siapa-siapa ya. Pokoknya kamu harus dan wajib tutup mulut. Aku ke sana dulu."
Zulla memperingati adiknya akan hal itu meski Yudha juga tidak tahu apa yang dimaksud Zulla barusan. Memangnya apa yang mau dia bilang ke orang-orang? Dipikir-pikir lagi, Yudha tidak pernah susumbar.
Dari kejauhan, Yudha melihat kakaknya mengambil minum dan berjalan pelan mengarah ke seseorang yang tidak dikenal oleh Yudha. Yang membuat aneh lagi, Zulla sengaja berjalan mundur dan sampai akhirnya Zulla tak sengaja menabrak seorang lelaki yang sedang menikmati hidangannya sambil berdiri.
"Ish... Kak Zulla gila apa ya? Ngapain dia pakai sengaja nabrak Om itu?" dengus Yudha tapi dia tidak jadi mendekati kakaknya dan tetap duduk di tempatnya.
Yudha ingin melihat saja dari kejauhan, kira-kira apa yang akan terjadi selanjutnya setelah Zulla pura-pura tidak sengaja menabrak lelaki dewasa itu. Apakah Zulla akan mendapatkan kemarahan besar-besaran dari lelaki dewasa itu atau tidak.
"Astaga, Om maaf. Aku enggak sengaja." kata Zulla seraya mengambil tisue dari dalam saku dress-nya.
Karena Zulla sengaja menabrak Alfa dari belakang dan menyebabkan minuman lelaki itu sedikit tumpah mengenai kemejanya, Zulla pura-pura merasa bersalah dan berniat membersihkan kemeja Alfa menggunakan tisue yang dia miliki.
"Oh tidak apa-apa, saya tahu kalau kamu tidak sengaja." sahut Alfa tidak marah.
Suaranya, lembut banget. Bikin jantung gue makin dugun-dugun astaga. Gue bisa mabuk cinta lama-lama kalau begini. Batin Zulla yang merasa senang meski baru mendengar suaranya saja.
Dengan sengaja, Zulla memperlihatkan wajahnya ke atas namun dia tidak melihat Alfa. Gadis itu sengaja ingin Alfa yang mengenalinya terlebih dahulu. Karena rasanya beda kalau Alfa lebih ingat dengannya saat tidak sengaja bertemu seperti ini.
"O... Kamu gadis kecil yang itu 'kan?" keinginan Zulla jadi kenyataan, Alfa benar-benar mengingatnya.
Setelah mendengar Alfa berkata seperti itu, Zulla langsung mendongakkan kepalanya dan melihat wajah lelaki dewasa yang dia rindukan selama ini meski mereka belum pernah bercengkerama sebelumnya selain waktu Alfa mengobati luka Zulla.
Akting masih dilanjutkan, Zulla pura-pura mengingat siapa lelaki di depannya agar dia tidak terlihat aneh di depan Alfa.
"Oh... Ini Om dokter yang waktu dulu ngobatin luka aku 'kan?" setelah berpura-pura mengingat, Zulla kembali melancarkan aksinya yang seolah tidak tahu apa-apa dan barusan memang sebuah kecelakaan kecil.
Alfa mengangguk seraya tersenyum manis sampai-sampai Zulla hampir terhipnotis oleh senyuman itu kalau dia tidak segera mengalihkan pandangan. Tapi Zulla melakukannya dengan sangat baik dengan tertawa natural.
"Duh... Maaf banget ya Om, aku beneran enggak sengaja." Zulla kembali meminta maaf, padahal memang ini rencananya.
"Sudah, saya tidak kenapa-napa. Lagi pula, setelah ini juga saya pulang kok. Tidak perlu merasa bersalah berlebihan." kekeh Alfa.
Sumpah, selain ganteng dan manis senyumnya, ternyata dia juga baik hati. Enggak salah gue jatuh hati ke dokter ini. Hati Zulla kembali memuji Alfa.
"Hehehe... Sekali lagi maaf, Om."
Untuk ke sekian kalinya, Alfa menganggukkan kepala mengerti. Dia juga tidak menyalahkan Zulla sama sekali. Namanya juga tidak sengaja, pasti banyak orang mengalaminya. Tak terkecuali mereka berdua.
"Oh ya, kok kamu bisa di sini?" tanya Alfa setelah dia meletakkan piring makanan dan gelasnya ke atas meja samping mereka.
Heran juga Alfa mengetahui Zulla ada di sana. Di acara orang dewasa dan tidak mungkin kalau Zulla adalah salah satu teman Marsel atau Alexa.
"Aku 'kan anaknya Ayah Marsel. Ya jelas aku di sini, Om hehehe..." cengirnya sedikit malu-malu.
Mulut Alfa terbuka lebar seraya mengucapkan, "Wah." dan tidak menyangka sama sekali kalau ternyata gadis kecil yang dia tolong waktu itu adalah putri dari dokter yang sedikit kurang suka padanya.
Selain bibirnya yang terbuka lebar, kedua mata Alfa juga melebar sempurna mendengar kenyataan ini. Ternyata dunia memang sesempit ini.
"Serius kamu anaknya dokter Marsel?" Alfa kembali bertanya untuk memastikan.
Kepala Zulla mengangguk lebih dari dua kali. Dan Alfa mikir kalau pantas saja dulu Zulla sering ke rumah sakit mencari ayahnya, pasti gadis itu berpikir kalau Marsel kerja di rumah sakit.
"Kalau enggak salah, nama kamu itu Zulla. Iya Zulla, bener 'kan?" tebak Alfa yang sedikit lupa-lupa ingat.
"Iya Om, bener itu namaku." Zulla mengangguk berulang kali.
Diingat dan diketahui oleh orang yang dia sukai selama ini, membuat perasaan Zulla deg-degan tak karuan. Ini lebih menyenangkan sekaligus menegangkan dalam waktu bersamaan.
"Wah... Enggak nyangka ya, Om tidak mengenalimu waktu itu." kekeh Alfa.
Bagi Zulla detik ini, selain melihat kedua orang tuanya bersatu lagi, tawa dan mengobrol bersama Alfa adalah hal yang paling membahagiakan. Tentunya, Zulla menginginkan hal lebih dari sekedar mengobrol sebagai orang asing seperti ini.
"Om dokter dateng sendirian?" tanpa ragu, Zulla ingin mengonfirmasi status Alfa secara langsung dengan tanpa dicurigai oleh lelaki di depannya.
Kening Alfa mengerut menatap Zulla. Tiba-tiba sekali ada anak remaja yang menanyakan statusnya, padahal mereka belum terlalu dekat.
"Hehehe... Maksud aku, kalau Om dokter bawa adek kecilnya ke sini, aku mau kenalan gitu." cengir Zulla yang masih mencoba mencari alasan agar tidak ketahuan.
Duh, apa gue kelihatan b**o banget sih sekarang? Apa yang dipikirin Om dokter sekarang deh? Zulla merutuki dirinya sendiri di dalam hatinya.
"Ah... Om belum punya adik bayi ataupun istri. Single itu happy." Alfa merentangkan kedua tangannya seolah sedang menggambarkan kalau dia memang bahagia meski tanpa pasangan.
Perempuan yang Om sukai sebenarnya sekarang berada di rumah sakit dan sudah menjadi istri orang lain. Batin Alfa mengingat Brenda yang baru saja selesai menjalani operasi.
Seketika, hati Zulla ditumbuhi banyak sekali tanaman berbunga hanya karena mendengar jawabannya. Jelas, pengakuan Alfa barusan membuat Zulla merasa bahwa dia memiliki kesempatan.
"Ah... Hehehe, iya Om. Aku juga single kok." sahut Zulla pelan dan hampir tidak terdengar di akhir kalimatnya.
"Ya? Kamu bilang apa? Om kurang denger." tanya Alfa lebih memastikan.
"Ah... Enggak, aku cuma mikirin PR aja belum aku kerjain padahal harus aku kumpulin besok." Zulla menggeleng beberapa kali mencoba menetralkan pikirannya yang semuanya dipenuhi Alfa.
Alfa mengangguk paham akan jawaban Zulla. Dulu juga sewaktu dia muda dan seorang pelajar pun kadang begitu, walau tidak sering Alfa memikirkan pekerjaan rumah yang diberikan guru-gurunya.
Duh... Gimana dong? Gue rasanya enggak pengen pergi dari sini. Gue pengen terus-terusan bareng sama Om dokter. Hati Zulla meringis merasakan ini.
Beberapa kali, Zulla juga melirik ke arah Marsel dan Alexa yang juga sibuk bersama tamu lainnya. Gadis itu merasa sedikit lega, karena setidaknya mereka tidak melihatnya di sini bersama Alfa. Entah kenapa, Zulla merasa malu kalau sampai Marsel mengetahuinya menyukai Alfa.
"Kalau begitu, Om ke sana dulu ya. Mau gabung sama temen-temen kerja Om dulu." pamit Alfa karena merasa tidak ada lagi yang bisa mereka obrolkan.
"Oh... Iya, Om." Zulla mengangguk mengiyakan.
Meski sebenarnya Zulla tidak rela berpisah, tapi dia akan berusaha menahan perasaannya. Gadis itu tidak mau gegabah sekarang. Dia akan mengejar Alfa saat nanti dia sudah menjadi mahasiswa dan kalau waktu itu Alfa masih belum ada yang punya.
Setidaknya dia bisa ngenalin gue dan itu udah bikin gue lebih dari seneng. Batin Zulla.
Walau Alfa sudah tidak ada di hadapannya, tapi Zulla tetap tidak bisa mengalihkan pandangan dari lelaki itu. Zulla ingin selalu melihatnya, dan memanjakan matanya. Kapan lagi, Zulla bisa memandangi Alfa dalam waktu yang cukup lama.
***
Next...