44. 37 cm

2075 Kata
Entah sudah kali ke berapa Zulla berdiri di depan gerbang rumah Becca seperti ini. Seolah kehidupannya begitu monoton dan membosankan. Melakukan hal yang sama, secara berulang dalam beberapa hari sekali. Dan ini salah satu hal yang kurang disukai oleh Zulla, karena di dalam tidak ada siapa-siapa dan orang yang dia tunggu kepulangannya juga tidak menunjukkan batang hidungnya sekali pun. "Kalau lo masih inget gue, gue harap suatu hari nanti lo pulang, Bec." katanya lirih. Zulla langsung membalikkan badan dan masuk ke mobil yang dikendarai Lingga. Mereka akan menuju ke kafe tempat Zulla menyanyi bersama dua temannya. Tepat di hari ini, Zulla berusia dua puluh satu tahun. Rencananya, dia akan merayakan pertambahan angka usianya di sana bersama teman-temannya. Mobil melaju perlahan-lahan meninggalkan gang rumah milik keluarga Becca. Empat tahun sudah Becca menghilang tanpa jejak. Dan selama itu pula, Zulla masih menunggu kepulangannya. Tidak ada percakapan antara mereka berdua. Semuanya sama-sama diam, hingga tanpa sadar mereka telah sampai di kafe yang ternyata diberi penanda booked. Zulla masuk ke sana bersama Yudha, tapi tidak ada banyak orang di dalam walau statusnya sudah dipesan. Zulla pikir, tadinya tempat itu dipesan oleh orang lain. Tapi ternyata untuk membuatkan pesta kejutan buatnya. Ada beberapa orang di sana yang ikut merayakan ulang tahun Zulla. Di antaranya ada Tara, Yudha bersama Gladys dan tentunya ada Lingga. Tak hanya itu saja, pemilik kafe yang masih muda, bernama Kendrick dan beberapa pegawai kafe juga ada di sana. Jadi kurang lebih, tidak sepenuhnya sepi. Lagu ulang tahun juga dipakai untuk menyambut kedatangan Zulla. Sang adik terlihat memegang kue tar, sementara yang lainnya ada yang meniup trompet, bernyanyi ria dan ada pula yang sok-sokan menaburkan kertas-kertas warna pink yang dipotong kecil-kecil sehingga terlihat seperti bunga sakura berguguran. "Selamat ulang tahun!" seru semuanya selesai mengakhiri nyanyian tadi. Terharu Zulla mendapatkan ini. Padahal niatnya tadi hanya ingin makan-makan biasa bersama mereka. Tapi tanpa disangka malah mendapat kejutan. Tanpa aba-aba, selesai berdoa, Zulla langsung meniupnya sampai lilinnya padam semua. Yudha meletakkan kue tadi di meja yang ada di sana. Sekarang, semua orang menyerukan agar Zulla segera memotong kuenya. Zulla benar-benar melakukannya, semua orang menantikan kepada siapa kue pertama yang akan disuapkan. Tapi tanpa disangka, kue itu masuk ke mulut Lingga. Sangat tidak disangka sama sekali. “Ini gue berikan ke Lingga, karena selama ini dia udah bekerja keras buat bikin gue tetap bahagia.” katanya agar tidak ada yang salah paham atas tindakannya. "Yang lain ambil sendiri deh kuenya, gue capek kalau harus motong-motong." titah Zulla sembari nyengir kuda. Karena Zulla sudah berkata seperti itu, akhirnya Tara menjadi orang pertama yang memotong kue tar sendiri kemudian diikuti oleh yang lain secara bergantian. Beberapa di antara mereka, sudah ada yang memberikan kado untuk Zulla. Tring! Lonceng di atas pintu masuk kafe berbunyi. Ada seseorang yang masuk tapi belum sadar di dalam sedang dalam suasana apa. Saat Kendrick akan mendekat dan memberi tahu kalau kafe tidak melayani pembeli lain, tiba-tiba Zulla menahannya. "Om Alfa..." sapa Zulla yang begitu merasa kegirangan dalam hati karena Alfa datang secara tiba-tiba dan tanpa aba-aba. "Loh... Kamu sudah di sini? Padahal belum waktunya nyanyi 'kan?" heran Alfa merasa bingung. Tapi kini pandangan Alfa berpindah ke sebuah meja yang dipenuhi oleh makanan. Ada kue tar tentunya. Ada juga beberapa menu andalan di kafe itu, salah satunya nasi dengan daging tumis kesukaan banyak orang. Ada juga beberapa topi kerucut dan barang-barang lainnya yang suka ada di pesta ulang tahun. Ternyata, Alfa tidak melihat bahwa di depan ada tulisan booked. Dia main masuk begitu saja. "Oh... Ada yang ulang tahun." katanya sedikit menyesal karena hari ini dia tidak bisa makan menu dari kafe tersebut. "Om Alfa mau gabung?" tawar Zulla yang tentunya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan ucapan selamat ulang tahun dari Alfa. "Memangnya saya boleh gabung? Lagi pula itu pesta ulang tahun orang lain." tanyanya yang merasa tak enak kalau tiba-tiba datang langsung ikut-ikutan di pesta orang lain. Sepertinya Lingga sadar apa yang Zulla rasakan sekarang ini. Dia mencoba biasa saja. Karena Lingga tahu, kalau hal seperti ini juga pasti cepat atau lambat akan terjadi. "Ini pesta ulang tahunnya Zulla, jadi jelas boleh gabung kalau yang lagi ultahnya udah nawarin." celetuk Lingga membantu Zulla agar ajakannya sukses. Tak salah, Lingga berhasil menghasut Alfa hingga membuat lelaki itu perlahan mendekat. Tidak banyak orang yang paham akan arti tatapan Zulla sekarang selain Lingga. Semuanya hanya menganggap kalau Alfa hanyalah om yang baik karena teman sejawat ayahnya di rumah sakit. Meski Zulla tidak pernah memamerkan pada orang-orang bahwa dia seorang putri dari dokter bedah dan arsitek, mereka tahu dengan cara mereka sendiri. Apa lagi kalau bukan dari mulut ke mulut teman dekat Zulla? Jawabannya tentu Lingga dan Tara yang memberi tahu pekerjaan orang tua Zulla kalau ada yang bertanya. Sementara Zulla, kalau ada yang bertanya padanya langsung, gadis itu hanya menjawab bahwa pekerjaan kedua orang tuanya cukup bagus. Melihat tatapan Zulla pada Alfa, walau sedikit cemburu, tapi Lingga berusaha menahan perasaannya. Dia tidak mungkin egois. Terlebih lagi, Lingga tidak mau melihat Zulla bersedih. Selama cinta dalam hati Lingga masih ada untuk Zulla, dia akan melakukan segala cara agar Zulla bahagia. Salah satunya tentang yang satu ini. "Wah... Selamat ulang tahun." ucap Alfa serius mendoakan yang terbaik untuk Zulla.   ***   Pesta kecil-kecilan yang diadakan untuk merayakan ulang tahun Zulla telah usai. Kendrick juga sudah menutup kafenya. Kendrick tidak sepenuhnya menutup kafe, tapi bos kafe itu tadi membuka kafenya sekitar pukul delapan, satu jam lebih lambat dari hari biasanya. Tentu saja, omzet kafe tidak boleh minus. Semua teman dan yang hadir di acara juga sudah pulang satu persatu. Bedanya, Zulla tidak pulang bersama adiknya, melainkan bersama Alfa. Tentu saja, dia sudah mengantisipasi agar Yudha maupun Gladys tidak ada yang mengatakan pada Alexa maupun Marsel bahwa dia pulang bersama Alfa. Zulla mengiming-imingi mereka dengan makanan kesukaan sepasang suami-istri muda itu kalau mereka berhasil menjaga rahasia. Kini, Zulla dibuat takjub oleh deretan sepatu kets yang terpajang cantik di rak. Bukan. Zulla bukan sedang melihat koleksi sepatu kets milik Alfa. Tapi gadis itu sedang mengikuti Alfa yang tiba-tiba mengajaknya ke salah satu toko sepatu ternama dan brand besar yang sudah dikenal banyak masyarakat di luar maupun di dalam negeri. Ini pertama kalinya Zulla ke toko dengan pajangan sepatu mewah. Biasanya, dia membeli sepatu di mall secara random. Mana yang dia suka, akan dia beli. Entah itu bermerek mahal atau tidak. Zulla bahkan tidak dapat membayangkan kalau Alfa akan membawanya ke sini. "Om Alfa butuh sepatu mendesak buat besok?" tanyanya yang benar-benar tak tahu apa-apa. Kepala Alfa menggeleng menanggapi pertanyaan Zulla. Jawaban Alfa semakin membuatnya bingung. Dia hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal guna mengurangi rasa ketidaktahuannya. "Eh'e..." desis Alfa tertawa sedikit melihat ekspresi Zulla. "Kenapa, Om?" "Saya mengajak kamu ke sini itu, karena saya mau ngasih kamu kado ulang tahun. Karena saya tidak tahu tanggal ulang tahunmu dan tidak menyiapkan kado, maka dari itu saya membawa kamu ke sini saja agar kamu bisa memilih sendiri mana yang kamu suka." kedua tangan Alfa merentang ke kanan dan ke kiri secara bersamaan seolah sedang memberi isyarat pada Zulla bahwa gadis itu boleh memilih sepatu yang mana saja. Tak bisa disangka. Zulla benar-benar dibuat kaget akan penjelasan Alfa. Dia tidak menyangka kalau lelaki itu akan membawanya ke sini. Padahal, Zulla juga tidak berharap akan mendapatkan kado dari Alfa. Mendapatkan ucapan selamat saja sudah membuat Zulla melambung. Tapi ternyata lelaki itu melakukan hal yang di luar dugaan Zulla. "Ya ampun, Om. Padahal enggak perlu repot-repot segala. Tapi kalau Om Alfa mau ngasih kado juga enggak apa-apa sih. Aku pasti terima dengan tangan terbuka." kikiknya bagai orang tak tahu malu. Pernyataan Zulla membuat Alfa tertawa kencang. Dia tidak menduga sama sekali atas jawaban Zulla. Dia kira, Zulla akan malu-malu tapi ternyata tidak. Itu memang Zulla yang dia kenal selama ini. "Hahaha... Pilih yang mana yang kamu suka." titah Alfa mempersilakan. Tak segan-segan, Zulla langsung berjalan melihat-lihat secara saksama dari ujung ke ujung. Sepatu dengan tanda ceklis yang melengkung itu memanjakan mata Zulla. Dia bisa melihat berbagai banyak model dan warna. Bahkan yang limited edition pun juga ada di sana. Lima menit berlalu, tapi setelah melihat lebih banyak sepatu, Zulla malah menemukan kendalanya. Karena terlalu banyak yang dia lihat dan semuanya bagus menurutnya, dia sampai sulit untuk memutuskan yang mana yang akan dia pilih. Zulla menemukan dilema sekarang. Ada tiga sepatu yang dia inginkan dari sekian banyak yang terpajang. Tapi meski dia diberi kado oleh Alfa salah satu dari ketiganya, Zulla juga butuh waktu lama sekali untuk menabung buat membeli dua sepatu lainnya. Yang ada malah sepatunya keburu dibeli orang. Ketiga sepatu yang menarik perhatian Zulla itu ada yang berwarna putih dengan sedikit sentuhan warna biru langit di bagian sisi. Satunya berwarna kuning cerah, yang tampak cantik dan menyegarkan bagaikan jus mangga berjalan kalau sedang dikenakan. Sementara yang satunya, semuanya berwarna putih tanpa ada campuran warna lain. Sepatu putih itu modelnya simpel, hanya warnanya saja yang menarik untuk dimiliki oleh Zulla. Kepala Zulla tidak bisa berhenti memandangi ketiganya secara bergantian. Dia bahkan sempat menyanyikan lagi cap cip cup kembang kuncup, berharap bisa membantunya. Tapi tak lama, Alfa datang bagaikan dewa penolong bagi Zulla. Dia melihat jelas bahwa Zulla tampak kebingungan. "Menurut saya, yang putih lebih cocok buat kamu." Zulla menolehkan kepalanya usai mendengar suara barusan. Dia sedikit kaget karena Alfa seolah-olah tahu kegundahannya sekarang. "Kamu bingung milih yang mana 'kan?" tanya Alfa karena dia hanya mendapati Zulla yang hanya diam saja. "Apa kelihatan jelas banget ya, Om?" herannya. "Sangat jelas. Bahkan saya bisa melihat tulisan kebingungan di kening kamu." Di waktu bersamaan dengan Alfa menghentikan bicaranya, Zulla seketika memegang keningnya sendiri. Dia bertingkah bagaikan orang bodoh. Bahkan, Zulla sampai mengeluarkan bedak dari tasnya guna melihat keningnya dari cermin kecil yang ada di wadah bedak. "Ketipu." Alfa malah menggoda Zulla yang jelas-jelas sudah seperempat panik. "Ish... Om dokter, krispi banget ngelucunya." decaknya sembari memasukkan bedaknya ke dalam tas lagi. "Tapi ketipu 'kan?" lagi-lagi Alfa menggoda, yang membuat Zulla semakin senang dalam hati. Mereka kembali fokus pada ketiga sepatu di depan. Zulla mulai memikirkan sepatu warna putih pilihan Alfa. Dia pasti akan memilih sepatu itu, dan sekarang hanya sedang berpikir caranya mengatakan bahwa dia setuju tanpa dicurigai tentang perasaannya. "Oke, karena ini sebuah kado, maka aku bakal ikutin saran dari yang ngasih kado." angguk Zulla setelah mendapatkan alasan yang sekiranya tidak akan membuat Alfa curiga padanya. Alfa mengangguk sembari menjentikkan jarinya. Dia segera mengambil sepatu warna putih dan memanggil pegawai supaya mencarikan ukuran kaki Zulla yang katanya memiliki ukuran 37 sentimeter. "Kaki kamu mungil ternyata ya, sepatu ukuran 37." cengir Alfa yang tak menyangka kalau ukuran sepatunya Zulla di angka segitu. Rasa senang dan bangga Zulla tunjukkan karena memiliki ukuran kaki yang bisa dibilang cukup ramping untuk perempuan seusianya. Meski banyak juga yang memiliki ukuran kaki sebegitu. Dan Zulla senang karena dia berada di salah satunya antara banyaknya orang. Pegawai perempuan kembali sambil membawakan sepatu incaran Zulla dengan ukuran yang diminta. Gadis itu segera mencobanya dan tepat sekali, pas di kaki cantiknya. "Cantik." puji Alfa berhasil membuat Zulla salah tingkah. "Sepatunya." lanjutnya tanpa tahu dan tanpa melihat ekspresi wajah Zulla seperti apa. Mengetahui hal ini, Zulla jadi paham kalau memang Alfa mau memuji sepatunya. Bukan dirinya. Enggak apa-apalah, yang penting sepatunya dibilang cantik. Gumamnya guna menenangkan diri sendiri. Alfa segera meminta pegawai toko untuk membungkus sepatu pilihannya dan dia langsung membayarnya menggunakan kartu debitnya. Hal yang membuat Zulla ingin memberikan dua jempol pada Alfa karena tidak memakai kartu kredit. "Ini kado ulang tahun buat kamu." Alfa memberikan paper bag berlogo tanda ceklis yang sudah dikenal banyak orang. "Makasih Om, bakal aku simpen kadonya." Zulla menerimanya dengan senang hati. "Jangan cuma disimpan saja, tapi juga dipakai." "Eum... Aku bakal pakai sepatu ini di hari-hari penting nanti." angguknya. Melihat senyuman Zulla, lelaki berlesung pipit itu ikut tersenyum hingga memperlihatkan cekungan di pipinya yang indah. Tanpa Zulla duga lagi, Alfa seketika mengacak-acak pangkal rambutnya hingga membuat Zulla terpaku. "Ayo saya antar pulang, biar kamu bisa segera menyimpan sepatu ukuran 37-mu itu." ajak Alfa tanpa tahu bahwa dia sudah membuat anak gadis teman sejawatnya melayang bagaikan terbang di atas awan. Perlahan-lahan, Zulla meraba ubun-ubunnya yang tadi disentuh oleh Alfa. Senyuman tercetak di wajah ayunya. Seumur hidupnya, Zulla janji pada dirinya sendiri kalau dia tidak akan melupakan momen malam hari ini. Sesegera mungkin, Zulla naik ke mobil mengikuti arahan Alfa yang katanya akan mengantarnya pulang. Benar saja, siapa juga yang akan mengantar Zulla pulang kalau bukan Alfa. Lelaki itu yang mengajak Zulla ke sini dan bukan rahasia lagi kalau rumah mereka satu arah. *** Next...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN