Suasana hati Zulla teramat bahagia. Seharian bisa bersama-sama dengan Alfa, membuat good mood dalam dirinya naik secara drastis.
Hari sudah mulai gelap. Keduanya sedang dalam perjalanan pulang. Kebetulan, Alfa tadi bilang kalau ada urusan mendadak di rumah jadi mereka pulang lebih cepat dan tidak bisa mampir duluan ke tempat makan. Dan satu lagi, hari ini Zulla izin kepada Tara dan Lingga tidak ikut manggung di kafe.
Mobil yang dikendarai Alfa sudah berbelok ke gang besar menuju rumah. Dari kejauhan, Zulla melihat Marsel di depan rumah entah sedang apa.
"Om, aku turun di sini aja deh. Jangan di depan rumah." pintanya membuat Alfa mengerutkan keningnya tak paham.
Tapi ketika Zulla menunjuk Marsel di ujung, seketika Alfa mengangguk. Perlahan-lahan, Alfa menghentikan mobilnya dan tak lupa mematikan mesin sebentar agar Marsel tidak menoleh ke arahnya.
"Maaf ya, saya tiba-tiba ada urusan jadi saya tidak bisa ajak kamu makan malam dulu. Di lain hari, kalau saya ada waktu nanti saya ajak makan sebagai gantinya." desah Alfa yang terdengar penuh rasa penyesalan dan bersalah.
"Enggak apa-apa kok, Om. Lagi pula, aku juga masih kenyang tadi siang makan di panti. Kalau aku laper, masih bisa makan di rumah." cengirnya sembari mengangguk.
Sebenarnya seneng sih, enggak bisa makan di luar malam ini. Biar nanti ada kesempatan buat ketemu lagi. Girang Zulla dalam hati mengingat janji Alfa yang ingin mengajaknya makan malam kapan-kapan.
"Terima kasih sudah membantu saya hari ini." kata Alfa pelan ketika Zulla akan turun dari mobil.
"Makasih juga, Om Alfa sudah nganter aku sampai sini." balasnya.
Terlebih lagi, makasih karena udah bikin aku bahagia seharian ini. Lanjutnya di dalam sanubari.
Saat Alfa akan melajukan mobilnya, ternyata Marsel sudah tidak ada di depan rumahnya dan hal itu membuat Zulla begitu lega. Zulla juga berjalan pelan-pelan menuju rumah, dan sesampainya di depan gerbang, hanya ada satpam di sana. Tanpa menghiraukan hal-hal lainnya, Zulla langsung masuk rumah begitu saja.
Sesampainya di rumah, ketika akan ke dapur mengambil minum. Ternyata Alexa sedang berada di dapur bersama Marsel. Dengan mata kepala Zulla sendiri, dia menyaksikan tingkah orang tuanya sedang berbuat tidak senonoh. Zulla melihat, Marsel mengecup bibir Alexa berulang dengan posisi tangannya berada di pinggang sang bunda sedang memeluk secara posesif.
Walaupun Zulla senang melihat Marsel dan Alexa setiap hari mesra, tapi dia sedikit risi dan kurang nyaman kalau mereka berdua melakukan kemesraan itu selain di kamar. Sekarang Zulla tidak lagi membuang muka saat tidak sengaja melihat sepasang suami istri itu bermesraan, karena dia merasa sudah dewasa. Tidak seperti dulu lagi, ketika tidak sengaja memergoki Marsel dan Alexa sedang berciuman panas di samping teras rumah orang tua Alexa setelah Marsel melamar bundanya untuk dijadikan istri buat kedua kalinya.
"Ayah, aku enggak mau punya adik baru. Ayah udah mau punya cucu." sela Zulla sambil lanjut tersenyum masam ketika berjalan ke dapur dan itu mengagetkan mereka berdua.
Mengetahui kedua orang tuanya sedang salah tingkah sekaligus malu karena kepergok begini, Zulla hanya bisa terkekeh. Terlebih lagi ketika Marsel pura-pura tidak melihatnya dan langsung berjalan ke meja makan begitu saja.
"Ayo makan malam, Kak." ajak Alexa yang juga terlihat canggung.
Zulla mengangguk dan langsung cuci tangan dan cuci muka di wastafel dapur sebelum ikut bergabung ke meja makan. Tak lama, kedua bocah-bocah turun bersama asisten rumah tangga. Disusul oleh Yudha dan di belakangnya ada Gladys.
Semuanya sudah duduk di kursi masing-masing. Alexa langsung mengambilkan nasi beserta lauk-pauk untuk Marsel kemudian lanjut untuk dirinya sendiri.
"Gladys, gimana? Kamu enggak mual 'kan sama menu makanan malam ini?" tanya Alexa yang begitu memerhatikan menantunya.
"Kayaknya enggak, Bun." angguknya.
Walaupun Marsel masih ingat betul, dulu Yudha dicecar begitu sadis oleh mamanya Gladys karena menantunya itu, tapi dia tidak setega itu untuk membahayakan keselamatan dan kesehatan Gladys karena aborsi juga tidak mau membuat Gladys menanggung sendirian. Jadi mau tak mau, malu tak malu, Marsel tetap memaksa Yudha bertanggung jawab. Meski sebenarnya Galdys juga enggan dan marah karena rencananya gagal, tapi bagi Marsel itu hanya kemarahan sesaat.
"Awas aja kalau lo ngerusak suasana makan malam kali ini pakai acara mual-mual segala. Tidur lo di luar kamar." ancam Yudha karena dia tidak mau nafsu makannya hilang begitu saja ketika mendengar Gladys mual.
"Gue bisa nginep di hotel kalau lo ngusir gue dari kamar."
Betul sekali. Setelah mendengar Gladys hamil, dia diusir dari rumah oleh orang tuanya tanpa perasaan. Bahkan ketika Marsel dan Alexa datang untuk mencoba membicarakan pernikahan, orang tua Gladys sudah tidak peduli dan Marsel malah ikut diusir dari rumah. Sehingga, sampai sekarang Gladys belum juga pulang ke rumah walau sebenarnya dia ingin dan rindu akan pelukan mamanya.
Tanpa mereka sadari, bisikan barusan terdengar sampai ke telinga orang-orang lainnya yang ada di sana.
"Gue temenin ke hotel kalau lo beneran diusir sama Yudha." celetuk Zulla membuat Yudha mendengus.
"Sudah, lanjut makan." tegur Marsel agar tidak ada bisikan tetangga kursi lagi.
Hanya ada keluarga Marsel saja di meja makan karena tadi pagi, Erika pergi ke rumah besannya. Karena orang tua Karin melarang Rafli dan putrinya tinggal di rumah sendiri, jadi mereka sering sekali menerima Erika menginap di sana. Dan yang ada, hal itu akan membuat mereka semakin dekat dan akrab.
***
Dua bulan berlalu setelah Zulla ikut Alfa ke acara amal waktu itu. Hari ini, ada acara penting. Dia akan tampil di acara lomba menyanyi antar kota mewakili Jakarta serta Diamond. Bukan hanya Zulla saja yang ikut lomba, tapi juga ada juniornya yang lomba. Acara itu terbuka untuk umum dan gratis, siapa saja boleh menonton.
Zulla sedang dilema, dia menatap beberapa sepatu ketsnya yang menjadi pilihan bisa membalut kaki cantiknya di acara nanti.
"Mending gue pake sepatu dari Om dokter atau pakai sepatu yang lain aja?" tanyanya pada diri sendiri.
Sepatu putih itu, belum pernah dipakai sama sekali oleh Zulla. Dia terlalu sayang padanya sehingga rasanya enggan untuk memakainya. Zulla hanya tidak mau kalau sepatunya jadi kotor atau rusak. Gadis itu menjaganya, memperlakukan sepasang sepatu dari Alfa seperti sebuah gelas kaca yang rawan pecah.
"Ah... Terserahlah, gue pakai sepatu yang biasa aja." putusnya sambil mencomot sepatu miliknya yang dia beli pakai uang tabungannya sendiri.
"Lagian, belum tentu juga kalau Om dokter bakalan nonton gue nanti." ujarnya lagi berusaha menenangkan hatinya.
Karena acara diadakan pada hari minggu, jadi keluarga bisa berbondong-bondong menonton Zulla. Ada lima belas kota yang terpilih untuk ikut lomba dan sudah seperti hal yang sedikit wajar kalau acara diadakan di Jakarta.
Mereka akan berangkat bersama-sama. Zulla keluar kamar, dan mendengar celotehan Khael serta Zalle di lantai bawah yang terdengar cukup melengking di telinga.
Sesampainya di lantai satu, ternyata semua keluarga sudah menunggu. Marsel mengatakan kalau Rafli dan Karin juga akan datang dan bertemu di sana nantinya.
"Ayo berangkat." ajak Marsel ke semua anggota.
"Aww..." pekik Gladys ketika dia tidak sengaja terserimpat tali sepatunya sendiri.
Semua mata tertuju ke Gladys, Alexa lega karena menantunya tidak kenapa-napa setelah Gladys berhasil berpegangan pada sofa. Saat Alexa melihat ke kaki, ternyata tali sepatu Gladys lepas.
"Yudha, tolong benerin itu tali sepatunya Gladys." titah Marsel yang tanggap akan pandangan Alexa.
"Dia bisa benerin sendiri, Yah." tolaknya yang tentu enggan melakukannya.
"Gladys lagi hamil besar, dia enggak bisa melakukannya sendiri." katanya lagi mencoba menjelaskan.
"Biar aku aja." Zulla menyela karena tidak ingin ada pertengkaran kecil antara Marsel dan Yudha di hari pentingnya.
"Enggak, enggak. Biar Yudha yang benerin." larang Alexa tidak memperbolehkan anak gadisnya menggantikan Yudha.
Melihat ini, Gladys jadi merasa sedikit tidak enak. Karenanya, semua anggota keluarga jadi menarik urat. Bahkan hal seperti ini kurang pantas disaksikan anak kecil seperti Khael dan Zalle.
"Maaf ngerepotin." ujarnya tulus.
Mau tak mau, Yudha melakukan apa yang diperintahkan Marsel dan Alexa. Tentunya dengan setengah hati.
"Lagian lo kenapa sih, harus pakai sepatu yang ada talinya?" kesal Yudha sambil menalikan tali sepatu Gladys.
"Sepatu gue yang enggak ada talinya kotor semua, lagi dijemur." sahutnya jujur.
Beres drama tali sepatu, mereka lanjut ke tempat tujuan. Marsel menjadi sopir hari ini untuk keluarga besarnya. Selama perjalanan, Zulla tampak nervous. Pasalnya, dia akan menyanyi di depan juri dan dinilai. Bukan menyanyi di kafe yang kalau ada sedikit kesalahan masih bisa dimaklumi oleh tamu-tamu di kafe.
"Ini, gue pinjemin ke lo selama lomba."
Gladys memberikan sapu tangan berwarna abu-abu pada Zulla. Tidak ada yang spesial kalau dilihat sekilas.
"Sapu tangan?" tanyanya sedikit bingung.
Jari telunjuk Gladys menempel di depan hidungnya, mengisyaratkan kalau Zulla harus memelankan suaranya.
"Ini cuma mitos dan sugesti aja, tapi cukup mampu buat bikin gue percaya diri kalau lagi lomba." bisiknya agar yang lain tidak dengar.
"Maksud lo, sapu tangan ini bawa keberuntungan?"
"Lebih tepatnya, bawa ketenangan. Masalah menang atau kalah, itu sudah keputusan juri. Tapi gue ngerasa kalau gue bawa sapu tangan ini, gue ngerasa tenang di atas panggung. Sekarang gue pinjemin ke lo."
Dengan senang hati, Zulla menerimanya dan memasukkan ke dalam saku celana setelah dia lipat menjadi ukuran yang lebih kecil.
"Thanks ya." ujarnya membuat Gladys mengangguk.
Tidak lama, mobil sudah parkir di sebuah gedung yang cukup ramai. Banyak keluarga datang buat menyaksikan anggota keluarganya berlomba.
Marsel langsung mengajak keluarganya mencari tempat duduk yang masih kosong di bagian tengah. Sedangkan Zulla, gadis itu langsung menuju ke belakang panggung mencari mentornya yang sudah menunggu bersama beberapa peserta lain.
Waktu berlalu begitu cepat. Sampailah di acara inti, waktunya Zulla bernyanyi menggunakan gitarnya. Tapi di antara banyaknya penonton, ada satu orang yang mencuri perhatiannya. Alfa berdiri di tengah-tengah tepat lurus dengan pandangan Zulla. Lelaki itu berdiri karena semua kursi penuh. Dan selain Alfa, banyak juga penonton lainnya yang berdiri.
Kenapa gue tadi enggak pakai sepatu dari Om dokter aja sih? Gumamnya dalam hati sedikit menyesal karena ternyata Alfa datang.
Dapat Zulla pastikan, kalau lelaki itu datang tidak atas kemauannya sendiri. Pasti karena menuruti sepupunya yang jelas-jelas berdiri di samping Alfa sambil membawa styrofoam berwarna biru bertuliskan nama Zulla. Namun, selain karena keluarganya menonton semua, semangat yang diberikan Alfa membuatnya jadi semakin percaya diri. Tadi, Alfa sempat memberikan tanda semangat menggunakan tangan kanannya pada Zulla meski otot bisepnya tidak sampai terlihat karena tertutup pakaian.
Bibir Zulla mulai terbuka, gadis itu ternyata menyanyikan lagu yang pernah dia dengarkan bersama Alfa di mobil ketika menuju panti asuhan saat acara amal diadakan.
Tepat sekali, lagu berjudul Everything You Do milik M2M dinyanyikan oleh Zulla. Suasana hatinya semakin berbunga karena adanya Alfa di sana sehingga menambah kenangan tersendiri bagi Zulla.
"My mind is spinnin' round and around..."
Meski jaraknya lumayan jauh, tapi Zulla bisa melihat Alfa ikut bernyanyi dalam diam. Karena penonton dilarang ikut bernyanyi terlalu kencang, ditakutkan kalau nanti akan mengganggu konsentrasi para juri.
"There's something special I have found..."
Nyanyian sudah hampir selesai, Zulla fokus ke lagu dan gitarnya. Dan tak lama, dia berhasil menyelesaikan secara sempurna. Dia juga mendapatkan tepuk tangan meriah dari beberapa orang yang mengaku sebagai penggemarnya yang datang ke sana untuk memberi semangat. Akan tetapi, saat Zulla melihat ke tempat Alfa berdiri, lelaki itu sudah tidak ada di sana.
Apa barusan gue cuma halu doang? Herannya yang terus bertanya-tanya hanya di dalam hati saja.
Zulla kembali mengingat-ingat, kalau tadi dia jelas melihat Alfa berdiri di sana. Tapi sudah tidak terlihat jejaknya. Sepupunya juga tidak ada. Keduanya menghilang begitu saja.
Semua peserta sudah perform dan kini waktunya mengumumkan pemenangnya. Tanpa diduga, Zulla menjadi juara pertama. Gadis itu mendapatkan hadiah uang tunai senilai seratus juta rupiah.
Melihat putrinya memenangkan sebuah lomba untuk yang ke sekian, membuat Marsel dan Alexa bangga. Mereka berhasil membesarkan Zulla dan Yudha dengan luar biasa. Kepergian mereka dulu, ternyata ada dampak positif bagi mereka berdua. Mungkin, kalau dulu Marsel dan Alexa tidak bercerai lalu pergi dari rumah, mungkin Zulla dan Yudha belum sampai sejauh ini.
"Selamat sayang." Alexa langsung memeluk putrinya ketika Zulla turun dari panggung usai acara selesai.
"Ayah bangga sama kamu." katanya sambil ikut memeluk Alexa dan Zulla.
Sebagai om dan tantenya Zulla, Rafli juga Karin ikut bangga. Orang tua Karin juga ikut menonton penampilan keponakan menantu mereka. Tak beda jauh dengan orang tua Alexa dan kedua adik-adiknya. Semuanya memberi selamat pada Zulla.
"Oke, kalau gitu untuk merayakan kemenangan Zulla, bagaimana kalau kita makan-makan?" tawar Marsel.
"Tentu aku mau!" seru Rafli yang pertama.
"Ke restoran Itali, Yah." pinta Yudha.
"Ish... Kostumnya enggak cocok kalau ke resto bernuansa Itali, Yudha." desah Qia yang tidak menyetujui usulan keponakannya.
Mereka tertawa melihat wajah kesal Yudha. Karin segera mengusap kepala Yudha agar dia tidak terlalu kesal.
"Kayaknya Yudha lagi ngidam masakan Itali nih, Yah." Zulla ikut menggoda adiknya.
"Ngidam apaan? Enggaklah! Enggak mungkin. Aku cuma lagi pengen makan escargot doang. Kalau enggak setuju makan di resto Itali ya udah, aku enggak masalah." elaknya membuat semua orang tambah ketawa.
"Ayah... Mau makan di Resto Nusantara." kini ganti suara Zalle yang merengek sambil menggoyangkan tangan Marsel.
"Oh... Tuan putri mau makanan nusantara? Oke, kita makan di sana." angguk Marsel seketika sambil menggendong Zalle.
Sambil terus berbincang, mereka sembari berjalan menuju mobil. Resto Nusantara yang dimaksud Zalle, itu adalah nama restorannya. Seperti namanya, di resto itu ada banyak menu nusantara dari Sabang sampai Merauke. Sehingga, bagi warga Jakarta yang kurang beruntung buat menikmati makanan aslinya di daerah asal, maka bisa makan di sana.
Ada empat mobil yang mengikuti Marsel menuju ke Resto Nusantara. Sementara di kursi paling belakang, Zulla masih dibuat bingung akan matanya yang tadi melihat Alfa. Dia jadi ragu, kalau Alfa benar-benar ada di sana.
Apa tadi cuma bayangan doang? Tanyanya lagi pada diri sendiri entah yang ke berapa kali.
"Zul, kenapa?" heran Gladys sambil menyenggol pelan lutut Zulla.
"Ah... Enggak." gelengnya.
"Oh iya, ini gue balikin."
Setelah ingat, Zulla langsung mengembalikan sapu tangan milik Gladys yang masih terlipat rapi. Dia juga mengucapkan terima kasih. Mungkin karena sugesti seperti yang dikatakan Gladys, tadi Zulla merasa lebih tenang saat tampil.
***
Next...