9. Amarah

1253 Kata
Di dalam kamar, Zulla melihat punggung adiknya yang naik turun menahan amarah. Zulla tahu, kemarahan Yudha pada Marsel masih belum reda. Malam ini saja, Yudha merengek pada Erika agar mereka bisa menginap di rumah mertua Rafli. Sebagai kakak, baru kali ini Zulla merasa sedikit kesusahan dalam mengatasi Yudha. Padahal biasanya semarah-marahnya Yudha, Zulla masih bisa meredakan kemarahannya. "Yud, Ayah juga kangen sama kita." Zulla tak berhenti, dia masih mencoba membujuk Yudha agar tidak marah lagi pada Marsel. Ini sudah hari ketiga Yudha enggan bicara atau bertatap muka dengan Marsel. Kemarahannya masih membara dan Yudha belum ingin membahas Marsel. Meski Yudha juga merindukan Marsel, tapi dia merasa kalau dirinya butuh waktu untuk memahami semua ini. "Aku mau tidur di rumah Om Rafli." kekeuh Yudha tanpa mengindahkan perkataan Zulla tadi. Tak lama, Erika datang dari lantai bawah dan memberi tahu bahwa Pak Mus sudah selesai menyiapkan mobil untuk mengantar Yudha dan Zulla ke rumah Karin. Mendengar dirinya benar-benar diizinkan menginap di rumah Rafli, tentu hal itu membuat Yudha senang. Dengan setengah hati, Zulla pun ikut membawa barangnya menuju lantai dasar. Gadis itu tidak mau membiarkan Yudha pergi sendirian. Terlihat Marsel pun ikut mengantar mereka sampai mobil dan menunggu mobil yang dinaiki kedua buah hatinya meninggalkan halaman rumah. Meski Yudha sama sekali tidak melihatnya, hal itu tidak membuat Marsel marah. Dia merasa kalau dirinya memang pantas mendapatkan perlakuan seperti ini dari sang putra. Sedangkan di dalam mobil, Yudha tak bisa mengalihkan pandangannya dari spion mobil yang mengarah ke Marsel. Sebenarnya, Yudha juga sangat ingin memeluk Marsel seperti yang dilakukan Zulla, tapi Yudha masih ingin membuat ayahnya itu menderita walau hanya sebentar. Ayah harus merasakan yang namanya menunggu. Seperti apa yang aku rasakan selama ini untuk menunggu Ayah pulang. Batin Yudha masih dalam posisi menatap spion yang sudah tidak memperlihatkan ayahnya lagi namun tergantikan oleh pepohonan yang memang ada di sisi jalan. Perjalanan menuju rumah orang tua Karin memakan waktu lebih dari setengah jam, jadi lumayan untuk dipakai melamun atau bahkan tidur. Empat puluh lima menit berlalu, mobil yang dikendarai Pak Mus akhirnya sampai di rumah berwarna coklat s**u. Sesampainya di sana, Zulla dan Yudha langsung disambut oleh Rafli dan Karin. Biasanya orang tua Karin juga akan ikut menyambut, tapi katanya kali ini mereka sedang tidak ada di rumah. Setelah berhasil mengantar majikan ciliknya, Pak Mus segera pulang dan memercayakan Zulla serta Yudha kepada  om dan tantenya. Begitu pula dengan kedua anak itu yang langsung masuk ke rumah bersama-sama. Sebenarnya, Rafli juga kaget saat mendengar kabar dari Erika bahwa Marsel sudah pulang. Sudah beberapa hari kakaknya itu berada di Jakarta, tapi belum memberinya kabar. "Jadi, kalian nginep di sini karena Yudha masih marah sama Ayah?" tanya Rafli lebih memperjelas. Kepala Yudha mengangguk membenarkan pertanyaan Rafli. "Ayahmu memang pantes dimarahin, Yud. Dia udah ada di rumah dari beberapa hari lalu, tapi Om enggak dikasih tahu. Memangnya, Om ini dianggap apa sama Ayahmu?" Rafli malah terbawa kesal di depan Yudha dan Zulla. Sengaja, Karin menyenggol lengan Rafli karena berkata begitu kepada kedua anak di depan mereka. Karin melihat jelas kalau Zulla dan Yudha sedikit bingung harus menanggapi perkataan Rafli bagaimana. "Hehe... Enggak usah dengerin apa kata Om Rafli. Mending sekarang kalian tidur, ayo Tante anter ke kamar." ajak Karin agar kekesalan dan kemarahan Yudha pada Marsel tidak semakin menjadi-jadi. Rafli mendengus saja melihat Karin lebih membela kakaknya. Padahal Rafli menganggap dirinya wajar karena dia merasa sudah tidak dianggap lagi keberadaannya oleh Marsel.   ***   Hari minggu tiba, waktunya kedua anak kecil itu masuk kelas les. Tapi kali ini, Yudha memilih absen saja dan menunggu sampai Zulla selesai les musik. Yudha, dia menunggu di depan ruangan tempat Zulla les. Dia asik bermain rubrik tanpa terganggu oleh kejadian atau suara sekitar. Fokusnya sekarang hanyalah bagaimana caranya menyatukan banyak warna dalam sekali putaran. Sedangkan kemungkinan ada yang beda warna saja sudah jelas terlihat. Sudah dua jam Yudha duduk di sana tanpa suara. Dia juga tidak beranjak sedetik pun dari tempat duduknya seolah-olah pantatnya sudah terkena lem yang menempel di kursi. Satu jam lagi, les selesai dan selama itu pula, Yudha bertekad tidak akan membuat keributan atau kesalahan apa pun. Diam tanpa bersuara, hanya itu yang dilakukan Yudha. Sampai akhirnya, dia melihat ada sepasang sepatu berhenti tepat di depannya. Sebenarnya Yudha tidak penasaran sama sekali, tapi pemilik sepatu itu barusan menoyor kepalanya ke kiri dan itu membuat Yudha kesal serta tidak terima sampai membuat Yudha menghentikan permainan rubriknya. Mata Yudha memperlihatkan kemarahannya pada gadis yang mengikat rambutnya menjadi dua bagian itu. Wajah gadis yang sudah tidak asing lagi bagi Yudha, siapa lagi kalau bukan musuh kakaknya di tempat les musik. "Heh, lo anak haram enggak malu duduk di sini?" cecar Gladys pada Yudha. Bukan hal aneh dan bukan hal baru lagi kalau Yudha mendengar Gladys mengatainya dan Zulla seorang anak haram atau anak sopir dan lain sebagainya. "Gue enggak ada urusan sama lo." balas Yudha tanpa takut. Gladys terkekeh melihat Yudha bertingkah seperti itu padanya. Dia menarik rubrik yang sedang dipegang Yudha lalu mengangkatnya ke atas dan itu membuat Yudha kesusahan mengambilnya karena Gladys lebih tinggi dari Yudha. "Balikin rubrik gue!" sentak Yudha. "Kalau gue enggak mau gimana? Lo bisa ambil? Dasar pendek." ledek Gladys seraya menjulurkan lidahnya meledek Yudha. "Balikin barang gue!" Yudha kembali menyentak Gladys untuk kedua kalinya namun tetap tidak mendapatkan barangnya. Yudha tidak berhenti, dia berusaha mengambil rubrik dari tangan Gladys. Bahkan, Yudha sampai naik ke kursi segala agar bisa mengambil namun Gladys malah menjauh dari kursi dan itu kembali membuat Yudha kesusahan. Brak! Rubrik yang ada di tangan Gladys tadi jatuh hingga terpecah dan rusak. Jujur saja, Gladys tidak melakukan hal itu dengan sengaja. Gadis itu tidak sengaja menjatuhkannya karena terlepas dari genggamannya begitu saja. Sang pemilik rubrik, kini dia sudah menatap nyalang ke arah Gladys. Tangan Yudha terkepal kuat-kuat secara tidakisengaja. "Sorry, gue eng-" "Argh...!" Brak! "Awww...!" Gladys meringis saat punggungnya terkena pot tanah yang ada di sekitar sana untuk dijadikan hiasan. Yudha mendorong tubuh Gladys yang jauh lebih besar darinya dengan sekuat tenaga. Dapat terlihat, wajah gadis itu sangat kesakitan dan memerah. "Dasar, evil queen!" teriak Yudha membuat Gladys sakit telinga. Saat itu juga, anak-anak yang sudah selesai les keluar dari ruang latihan. Mereka melihat apa yang sedang dilakukan Yudha sekarang. Posisinya, Gladys terduduk di lantai dan terpojok di pot tanah berukuran besar. Sementara Yudha, tangan kirinya memegang kerah baju Gladys dan Yudha siap memukul Gladys. "Yudha!" pekik Zulla setelah menyadari bahwa yang menjadi bahan tontonan barusan adalah adiknya dengan Gladys. Guru musik barusan juga mendekat kepada Yudha dan Gladys serta langsung melerai mereka. Setelah berpikir lebih dulu, Yudha akhirnya bisa tenang dengan sendirinya. "Kenapa kalian bertengkar?" tanya seorang guru les yang mengajar Zulla barusan. "Dia merusak rubrikku." sahut Yudha. Kepala Gladys menggeleng berulang kali, seolah sedang mengatakan kalau itu bukan aku yang ada di dalam mobil tersebut. "Aku tidak merusaknya, Bu. Aku cuma enggak sengaja menjatuhkannya saja lalu rubrik itu rusak." tentu saja, Gladys akan membela diri. Guru les yang mengajar musik barusan ganti berbicara dengan mereka berdua agar tidak berkelahi atau bertengkar. Apalagi mereka masih anak kecil, jika mereka bertengkar maka tidak baik untuk perkembangan mereka. "Sekarang Gladys minta maaf sama Yudha, terus Yudha juga maafin Gladys." titah guru les tadi disertai nada lembutnya khas orang dewasa yang sedang membujuk anak kecil. Tanpa berpikir panjang, antara keduanya langsung sepakat saat itu juga untuk meminta maaf dan memaafkan. Namun sebenarnya, itu hanyalah formalitas belaka agar guru les tadi segera pergi dari sana. Usaha mereka berdua membuahkan hasil, guru les tadi pergi dari sana setelah memastikan kalau Yudha dan Gladys tidak bertengkar lagi. *** Next...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN