Tok! Tok! Tok!
“Lan, kok di kunci?”
Suara yang disertai ketukan pintu membuat Bulan sedikit terkesiap. Tak ingin kalau Andra tau chat dari wanita bernama ‘Nada’ itu telah ia baca, Bulan memilih menghapusnya. Mematikan ponsel dan menaruh kembali ponsel di atas kasur. Kasar ia mengusap embun yang sudah terpupuk. Berjalan ke arah pintu, berhenti sejenak ketika berada di depan pintu. Menarik nafas dalam, lalu membuangnya pelan-pelan.
Ceklek!
Wajah santai Andra dengan satu tangan yang memegang gagang koper terlihat di depan pintu yang baru Bulan buka. Tak bertanya atau mengatakan apa pun. Ia tau, wajah tampan dan lelah itu ternyata memang karna seorang wanita lain.
“Kenapa di kunci?” kembali pertanyaan yang belum mendapatkan jawaban itu keluar dari bibir Andra.
Hanya menggeleng dengan senyuman tipis. Berlalu, kembali melanjutkan menata baju di lemari. Tak mempermasalahkan itu, Andra mengekor, menaruh kopernya di samping Bulan. Cowok itu melingkarkan tangan ke pinggang, membuat Bulan berjingkat karna terkejut. Lamunan tentang isi chat milik Andra yang memenuhi pikiran jadi buyar.
“Kak,” menoleh, mendongak untuk bisa menatap wajah Andra.
Andra tersenyum, sangat tampan. Tangannya bergerak, mengacak puncak kepala Bulan. “Tatain bajuku sekalian, ya.” Pintanya, dan dengan seenaknya ia menjatuhkan bibirnya di pipi Bulan.
Sudah biasa Andra memperlakukannya manis seperti ini. Mencium pipi, kening, memeluknya, tapi memang dia belum pernah sekali pun mencium bibir atau punggung tangan Bulan. Dan tanpa menunggu jawaban, cowok itu langsung kembali ke tempat tidur.
Bulan menunduk, menarik nafas dalam, mencoba untuk tetap tenang, biasa dan … menerima semuanya. Tangan kembali mengambil helai-helai baju dan memasukkannya ke dalam lemari. Mungkin untuk sekarang, semua belum bisa ia bicarakan. Andra keadaannya sedang capek, dia sendiri belum punya keberanian untuk bertanya tentang semuanya. Membicarakan masalah yang cukup serius, itu perlu waktu yang santai dan pas, kan?
Setelah usai dengan urusan baju, Bulan menoleh, menatap Andra yang benar-benar terlelap di ranjang sana. Diam, ia memandangi sosok yang menjadi cinta kedua di hatinya. Sosok lelaki yang berhasil membuatnya jatuh cinta setelah patah oleh Vasco. Namun, ternyata cinta yang ia dapat tak sempurna, tak utuh dan … nggak tau lagi.
Dia dan Andra sudah mengucap janji dihadapan Tuhan. Itu artinya, dia dan Andra sudah terikat oleh pernikahan dan hanya ajal yang bisa membuat mereka berpisah. Itu berarti, ia harus mempertahankannya, membuat Andranya mencintainya dan meninggalkan wanita bernama Nada itu.
Mengusap bulir yang telah mengalir di pipinya, kemudian Bulan melangkah keluar dari kamar, kali ini ia masuk ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Matahari sudah ada di ujung, itu artinya sebentar lagi akan berganti gelap. Bulan mulai berkutat di dapur, membuat masakan untuk dia dan suami. Memasak dengan suasana hati yang kacau, memang sangat tak mudah. Bukan hanya saat memasak saja, tapi melakukan apa pun, itu tak akan bisa. Mood hancur.
**
Pukul enam, Andra keluar dari kamar. Merentangkan kedua tangan ke samping lalu satu tangan bergerak, menutup mulut yang menguap. Melihat istrinya ada di meja makan, ia melangkah, menghampiri. Tersenyum saat melihat tumis kangkung dan ikan bandeng yang akan menjadi menu malam mereka. Tak berkomentar atau menyapa, dia langsung masuk ke kamar mandi. Cowok mandi itu nggak sampai sepuluh menit. Nasi yang udah di sajikan di atas meja juga masih mengepul, Andra udah keluar dengan rambut yang sedikit basah.
Menarik kursi kemudian duduk di meja makan. Diam menunggu Bulan selesai mengambilkan makanan untuknya. Ini bukan pertama kali Bulan melayaninya makan. Dulu, saat dia sering main ke panti, Bulan juga selalu seperti ini. Dan kini, ia sudah terbiasa.
Tak ada obrolan, mereka berdua makan dalam diam. Sampai Andra melirik Bulan beberapa kali. Merasa ada yang sedikit berbeda dari gadis ini. Biasanya, Bulan akan sangat cewet, menceritakan apa saja. Bahkan hal kecil, hanya melihat semut baris pun sering kali menjadi bahan untuk berbicara. Tapi kali ini … ada apa dengan gadis itu?
“Lan,” panggilnya setelah makanan di atas piring miliknya habis, tak bersisa.
Bulan hanya menoleh. Mulutnya bergerak, mengunyah makanan.
“Uumm, mau jalan?” tanyanya. Karna dirasa, mungkin Bulan sedang capek, dan butuh menghibur diri.
Hanya menggelengkan kepala. Kembali dia membuka mulut dan memasukkan sendok berisi nasi. Tak ada niatan untuk pergi jalan berdua. Sungguh, dia ingin diam, istirahat. Atau … lebih memilih mendengarkan penjelasan.
Andra meraih gelas berisi air putih, lalu meneguknya. “Aku cuti seminggu.”
Tak ada tanggapan, Bulan tetap diam dan melanjutkan makan. Sumpah, dia sedang di mode 'mood ambyar!'
Merasa jika dicuekin, Andra memilih beranjak. Ia berpindah, duduk di sofa depan teve dan menyalakan layar lebar yang menempel di dinding itu. Sesekali ia melirik istrinya yang kini memberesi meja makan, lalu membawa barang kotor itu ke dapur. kepalanya jadi sibuk mengira-ngira Bulan yang lebih banyak diam sejak dari panti tadi. Apa yang salah sih?
Begitu Bulan selesai di dapur, gadis itu masuk ke kamar mandi lebih dulu. Setelahnya, langsung masuk ke kamar. Membuat kening Andra makin berlipat. Nah kan, beneran berubah.
Memilih mematikan teve, lalu beranjak, menyusul istrinya ke dalam kamar. Menghela nafas saat melihat Bulan yang sudah tiduran di atas tempat tidur. Bahkan tubuh ramping Bulan sudah tertutup oleh selimut. Tunggu, selimut yang Bulan pakai, bukan selimut yang sudah tersedia di atas kasur. Tapi ini selimut berbeda. Terlihat begitu jelas, satu selimut lain terlipat di atas bantal, samping bantal yang Bulan gunakan.
Ini maksudnya, mereka tidur sendiri-sendiri dalam satu ranjang yang sama?
Andra diam, menatap pinggung kecil yang terlapisi kaos warna hitam. Memang dia belum pernah tidur dengan Bulan, tetapi gadis itu sekarang adalah istrinya. Ya, walau ia menganggap semua ini hanya status. Dia tetap memiliki tanggung jawab pada Bulan sangat besar.
Ia naik ke atas tempat tidur. Mendekati Bulan, menyentuh lengan yang tertutup selimut. “Lan, kamu kenapa?” Dari sini, Andra tau, jika sejak tadi istrinya sedang menangis.
Bulan langsung mengusap bulir yang menetes dari ujung mata lalu kepalanya menggeleng. “Nggak apa.” Suaranya lirih, serak dan tertahan.
Andra ikut berbaring di belakang Bulan. Menarik lengan gadis itu, membuat Bulan jadi tidur terlentang. Kini terlihat sangat jelas kedua mata yang basah dan wajah sedih istrinya.
Dengan cepat tangan Bulan mengusap bulir-bulir itu. Tapi tangannya di cekal Andra, membuatnya tak bisa bergerak bebas. Ia memilih membuang muka, tak ingin menatap Andra.
“Lan,” panggil Andra. Bulan tetap tak bergeming, hanya tangisnya makin deras. Tangan Andra bergerak, menghapus air yang menganak. “Kamu nangis kenapa, hn?”
Tetap diam, menikmati tangan Andra yang bergerak mengusap bulir yang ada di ujung mata. Detik berlalu, akhirnya ia memberanikan diri, menatap wajah suaminya yang begitu dekat dengan wajahnya. “Aku cinta sama kak Andra.” Ucapnya di sela tangis.
Andra balas menatap kedua mata Bulan. Manik yang berwarna sedikit biru, alami. Karna menurut cerita dari bunda Yessi, Bulan memang blasteran Indonesai dan luar negri. Tapi entah negara mana, karna tak ada surat atau apa pun yang tertinggal di dalam keranjang bayi yang di tinggalkan.
Tangan Bulan bergerak, mengganggam tangan Andra, lembut dan basah karna air mata. “Aku sayang sama kakak.” kembali ia mengungkapkan perasaannya dengan derai air mata yang tetap saja keluar.
Bibir Andra berkedut, menunduk, membuat wajahnya semakin dekat dengan wajah Bulan. “Aku tau.”
Jawaban singkat, yang membuat hati Bulan semakin terasa perih. Memejamkan mata saat bibir yang terasa dingin itu mengecup matanya yang berair. Bukan jawaban seperti itu yang Bulan tunggu. Dan dia sadar, selama hitungan tahun ini, Andra tak pernah membalas ungkapan cintanya. Astaga … kenapa bisa sampai terlambat menyadari?
“Tidurlah, aku akan menemanimu.”
Andra meraih kepala Bulan, membenamkannya di d**a. Tangannya merapikan selimut agar membungkus tubuh istrinya. Setelah itu, ia memeluk Bulan.
Bahagia, tetapi semua perlakuan Andra yang seperti ini malah semakin membuat air matanya tumpah. Andai saja ia tak tau soal apa yang sudah Andra lakukan dengan wanita bernama Nada itu, mungkin malam ini dia akan tersenyum bahagia dan … manja seperti biasanya.
Detik berlalu, menit juga telah berganti. Bulan lelah menangis. Perlahan ia mulai memejamkan mata, tidur.
Merasa jika nafas Bulan sudah teratur, Andra merenggangkan pelukan. Pelan ia menarik tangan yang ada di leher Bulan. Diam menyangga kepala dengan satu tangan. Seksama ia menatap setiap inci wajah Bulan.
Hidungnya mancung, kulitnya putih alami. Bibirnya sensual dengan tahi lalat kecil dibagian bawah, kecil hampir tak terlihat. Bulu mata yang tebal dan lentik, begitu indah di pandang. Manis, cantik dan … itu istri sahnya.
‘Bulan, maaf, aku belum bisa mencintaimu. Kalau sayang, mungkin iya.’ Ungkapan dalam hati yang tentu tak bisa di dengar oleh siapa pun.
Klunting!
Bunyi chat masuk di ponsel membuatnya sedikit terkesiap. Ia menghentikan moment menikmati wajah polos istrinya. Beranjak bangun, mengambil ponselnya yang sejak tadi diam di atas meja.
[Ndra,]
Chat singkat yang di kirim dari nama kontak bernama Nada; alias Nanda, membuat Andra mengerutkan kening dengan bibir yang mengulas senyum. Menatap jam yang ada di pojok atas ponsel. 10.46pm. sudah sangat malam.
[Napa belum tidur?] send Nada
Sedang mengetik … yang artinya gadis di sebrang sana tengah memegang ponsel.
[Belum ngantuk. Pesen delivery makanan, tapi udah pada habis.]
[Memang belum makan?] send Nada
From Nada [Dari siang males keluar]
[Kebiasaan! Aku ke situ] send Nada.
Nggak butuh baca balesan Nanda seperti apa. Cowok tampan itu mematikan ponsel, menyempatkan mencium kening Bulan, lalu beranjak dari atas tempat tidur.