Ikat Kepala Keperakan

1161 Kata
Sebuah daratan besar yang disebut sebagai daratan Caihong adalah wilayah terluas di belahan bumi bagian timur. Orang-orang menyebut Caihong sebagai tanah surga di mana manusia tak mungkin kelaparan jika tinggal di daerah tersebut. Tanaman tumbuh tanpa ditanam, beragam binatang dan sumber daya tersebar di seluruh bagian wilayah Caihong. Keamanan dijamin penuh oleh pemerintah sehingga warga bisa makan dan tidur dengan nyenyak tanpa harus mengkhawatirkan serangan ataupun perang sebagaimana keributan tersebut selalu terjadi di luar wilayah Caihong. Kedamaian yang selalu menyelimuti Caihong itulah yang membuat Shen Shen tak habis pikir jika ia saat ini sedang menjadi perburuan beberapa kelompok untuk dibunuh. Seingat Shen Shen, ia tak pernah terlibat dalam kekacauan apapun, ia juga tak memiliki masalah dengan siapapun. “Jadi, mengapa kau bisa sampai di sini?” Zhou Fu bertanya pada Shen Shen setelah perempuan itu bercerita panjang lebar tentang negeri Caihong. Waktu itu, Zhou Fu dan Shen Shen masih bersama-sama mengarungi laut. Zhou Fu tak membiarkan Shen Shen tidur atau beristirahat sebab ia haus akan informasi dunia luar. “Ceritanya sangat panjang, yang jelas, aku dikirim keluar untuk menghadiri sebuah perkumpulan pelajar bangsawan dari seluruh negeri. Aku mempelajari ilmu sejarah di sekolah, dan karena nilaiku cukup memuaskan, sekolah memberiku hadiah berupa perjalanan keliling ke daratan Shamo, Bingdao, dan beberapa negeri kecil yang lain,” Shen Shen berhenti sejenak untuk mengambil napas, dua tangannya mengambil air laut untuk ia pakai membasuh muka. “Ah… Kepalaku pusing sekali jika mengingat kejadian itu!” Lanjut Shen Shen sebelum akhirnya ia mengulang lagi membasuh mukanya, Zhou Fu diam untuk menunggu jawaban lengkap dari Shen Shen. “Malam itu, setelah kereta kudaku keluar dari wilayah Caihong, beberapa pengawal mengira aku telah terlelap di dalam kereta. Tanpa sengaja, aku mendengar mereka bercakap-cakap tentang rencana pembunuhanku di suatu wilayah yang namanya asing bagiku. Mereka bilang, tempat tersebut berada cukup jauh dengan Caihong sehingga mereka tak perlu khawatir jika ketahuan prajurit Caihong.” “Lalu kau kabur setelahnya?” “Tidak! Lebih tepatnya, tidak bisa karena penjagaan mereka sangat ketat dan aku tak memiliki ilmu bela diri sedikit pun. Saat itulah aku sangat menyesal. Adikku benar, meski kelak perempuan akan dilindungi laki-laki, tetapi tak ada salahnya perempuan juga bisa melindungi dirinya sendiri.” “Lalu, bagaimana kau bisa kabur?” “Perjalananku sangat panjang, setidaknya aku sudah meninggalkan Caihong lebih dari dua bulan, dalam dua bulan itu telah menyusahkan banyak orang. Kau tahu, ketika kereta kudaku melewati sebuah pemukiman yang ramai, aku berteriak sekencang mungkin untuk minta tolong dan saat itulah keributan terjadi. Aku kabur ketika keributan mencapai puncaknya.” “Segampang itu?” “Tentu saja tidak! Aku cantik, dan itu membuat pelarianku sedikit lebih mudah. Kau tahu, ketika perempuan yang cantik akan selalu beruntung karena kecantikan mereka bisa berguna dalam segala kondisi.” Tentu Zhou Fu tak memahami kalimat terakhir Shen Shen, tapi itu bukan masalah. Yang penting Zhou Fu mendapat informasi-informasi yang sekiranya bermanfaat baginya. “Baiklah, kita sudah sampai, ayo kuantarkan kepada kakek dan mari kita berpamitan!” Zhou Fu melompat ke darat dan meminta Shen Shen menyusulnya. Shen Shen mengikuti Zhou Fu sambil kepalanya terus melihat ke berbagai arah, ia sedang sedikit khawatir sebab Zhou mengatakan jika tempat tersebut sering mengalami bencana yang cukup hebat. *** Kakek Li Xian sedang bermeditasi ketika Zhou Fu tiba dengan membawa Shen Shen. Shen Shen memasuki gubuk milik Zhou Fu yang terbilang cukup sempit dan sederhana. Li Xian yang mendengar kedatangan cucunya, menghentikan sejenak kegiatannya dan ia pun membuka mata, “Ada apa ini, mengapa buruanmu kali ini berbeda?” Li Xian melotot sebab Zhou Fu tidak membawa binatang buruan melainkan perempuan dewasa yang cantik jelita. “Maafkan saya sudah mengganggu kakek, perkenalkan nama saya Shen Yang dari Caihong,” Shen Shen membungkuk memberi salam dan penghormatan kepada kakek Li Xian. Ketika Shen Shen menunduk, mata Li Xian langsung tertuju pada ikat rambut berwarna keperakan yang dikenakan oleh Shen Shen. “Kau… Mengapa kau bisa memiliki ikat rambut seperti itu? Apakah itu artinya?” Li Xian bertanya. “Kakek mengenali ikat rambut ini? Ah, semenjak aku keluar dari Caihong, kakek adalah orang pertama yang menanyakan perihal ikat rambut ini! Apakah itu artinya, kakek pernah tinggal di dalam tembok raksasa?” giliran Shen Shen bertanya serius. Zhou Fu melihat dua orang di hadapannya kini saling memandang dengan  tidak percaya. Ia berpikir jika perbincangan menyoal ikat rambut masih akan menjadi panjang, maka dari itu Zhou Fu menyela dan berpamitan untuk menyiapkan makanan. “Siapa tadi namamu? Shen Yang? Bagaimana bisa bangsawan kelas dua bisa terdampar sejauh ini? Di mana para pengawalmu?” Li Xian melanjutkan bertanya tanpa peduli dengan pertanyaan Shen Shen sebelumnya. “Soal itu, nanti aku yang akan menceritakan, yang jelas kami ke sini untuk berpamitan, Kek. Aku akan mengantar Shen Shen pulang, anggap saja sebagai liburan pertamaku, bagaimana?” Zhou Fu menyahut selagi ia mempersiapkan makanan. “Kau mau mengantar nona ini, atau ingin kabur dariku, Bocah?” “Dua-duanya. Aku sudah cukup besar untuk berjalan-jalan, apalagi yang perlu ditakutkan?” Li Xian merenung sejenak sebelum akhirnya ia mengangguk perlahan. Li Xian pun meminta waktu untuk berbicara berdua saja dengan Shen Shen. *** Pagi-pagi sekali, pulau Youhi masih bisu sebagaimana biasanya. Tak ada suara binatang, tak ada burung berkicau, hanya desir ombak dan semilir angin yang terdengar di telinga. Shen Shen mengguncang-guncang tubuh Zhou Fu untuk membangunkan remaja itu dari tidur lelapnya. “Fu’er, bangun! Ayo kita mulai perjalanan kita ke Caihong!” Mendengar kata Caihong, Zhou Fu yang sebelumnya terpejam langsung bangun tergeragap. Ia bangun lalu melakukan perenggangan tubuh dengan wajah berseri-seri. Hari yang dinanti-nanti akhirnya tiba juga. Zhou Fu tak bisa menyembunyikan kegembiraannya pada dunia, sorot matanya berbinar dan garis wajahnya sumringah. Berbeda dengan Zhou Fu, Li Xian justru menunjukkan ekspresi yang berlawanan. Li Xian sepertinya memilih untuk tidak tidur semalaman, entah tidak ingin tidur atau tidak bisa tidur. Wajar saja, itu adalah kali pertama baginya akan berpisah dengan cucu yang selama 14 tahun terakhir menemani siang dan malam harinya. Cucu yang ia besarkan seperti anak kandung sendiri, dan hari itu ia akan ditinggal pergi, entah lama entah sebentar Li Xian tidak bisa memastikan. “Kakek, mengapa kau tampak bersedih ketika aku sedang sangat bersemangat?” Zhou Fu merangkul tubuh kakeknya dan menepuk-nepuk pundaknya. Meski sering bertengkar dan bertarung hingga mengacaukan pulau Youhi, Zhou Fu paham jika kakeknya menyayangi dirinya lebih besar dari Li Xian menyayangi dirinya sendiri. “Berjanjilah untuk segera kembali, atau, berjanjilah untuk mengunjungi kakek jika kau sudah menemukan rumah barumu!” Li Xian turut membalas rangkulan Zhou Fu, “Oh ya, nona Shen Yang, kuharap kau akan mengingat semua yang aku katakan. Jika tidak, kau tahu sendiri apa akibatnya.” Shen Shen terkaget sebentar, lalu mengangguk pelan, “baik, Kakek. Saya akan mengingat pesan kakek dan memastikan semuanya berjalan sesuai harapan kakek.” Setelah ritual berpamitan selesai, Zhou Fu dan Shen Shen meninggalkan Li Xian yang berdiri mematung memandangi kepergian cucu kecilnya. Li Xian berharap, Zhou Fu tidak terburu-buru membuat masalah dengan orang-orang dari dalam tembok raksasa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN