Hidup di Pulau Youhi

1048 Kata
Sudah menjadi hal yang normal ketika seseorang pertama kali menginjakkan kaki ke sebuah pulau kecil, yang pertama kali terdengar adalah gemuruh dari beragam binatang rimba. Tetapi tidak demikian dengan hutan Youhi. Pemandangan hutan Youhi memang tampak normal sebagaimana pulau-pulau pada umumnya, tetapi perasaan Li Xian mengatakan jika ada yang tidak beres dengan pulau tersebut. “Fu’er, kau istirahat dulu di sini, kakek ingin memastikan sesuatu!” “Baiklah. Jika ada bahaya, Kakek jangan sungkan-sungkan meminta bantuanku.” Zhou Fu memberi usul dengan ekspresi yang serius, sepertinya dia memang sudah merasa menjadi pahlawan sejak ia berhasil menaklukan musuh tempo hari hanya dengan satu pukulan. Li Xian berjalan dengan hati-hati, ia penasaran apa yang membuat hutan tersebut menjadi sunyi. Langkah Li Xian terhenti ketika ia mendapati ada sebuah batu besar yang sepertinya sengaja diletakkan di bibi hutan dan cukup dekat dengan lokasi pantai. Batu besar tersebut berukuran setidaknya 15 kali ukuran tubuh orang dewasa. Semua sisi batu tersebut memiliki bentuk yang sama yaitu berlubang-lubang dan seperti terkikis sesuatu. “Selamat datang di pulau Youhi. Segera tinggalkan pulau ini jika masih ingin bernapas!” Li Xian membaca ukiran yang ada di batu raksasa tersebut, meski beberapa tulisan tersebut tampah terpotong karena kondisi batu yang keropos, Li Xian cukup yakin jika isi tulisannya demikian. Biasanya, seorang pengembara yang baik memang bersedia memberi tanda jika kebetulan mereka singgah pada tempat-tempat khusus yang berbahaya. “Cucuku! Kemarilah!” Li Xian memanggil Zhou Fu untuk bertanya sesuatu. Tak berapa lama, Zhou Fu mendekat. Terlihat oleh Li Xian jika mata Zhou Fu memiliki kantung yang menghitam, bibirnya biru dan kulit-kulit tubuhnya semakin cokelat. Meski demikian, sorot matanya tetap cemerlang, sepertinya dia memang sangat senang sebab bisa berjalan-jalan keluar dari pulau Konglong. “Fu’er cucuku, bagaimana jika kita berlayar lagi mencari pulau lain? Dari catatan di batu itu, kakek rasa ada sesuatu yang berbahaya di pulau ini. Bagaimana menurutmu?” “Bahaya? Apakah itu artinya menantang? Baiklah, ayo kek kita lihat apa yang berbahaya, kalau ada sesuatu di dalam, kita hajar bersama-sama!” Tanpa menunggu persetujuan dari sang kakek, Zhou Fu melangkah memasuki hutan dengan mendongakkan kepala ke atas, ia seperti ingin memperkenalkan betapa hebatnya dirinya kepada pulau Youhi. Li Xian menggeleng-gelengkan kepala melihat cucu kecilnya yang gemar menantang segala sesuatu yang dinamai ‘bahaya’. “Oh ya, bukankah sudah lama sekali kita tidak makan, Kek?” *** Sudah lebih dari tiga mil perjalanan, Li Xian dan Zhou Fu tak menemukan satu binatang buruan pun. Zhou Fu berulang kali bertanya pada Li Xian mengapa mereka seperti sedang sendirian di dalam hutan. Li Xian belum bisa menjawab sebab ia belum menemukan satu petunjuk pun. Hingga beberapa waktu kemudian, terdengar suara gemuruh yang entah dari mana datangnya. Li Xian mencengkeram pundak Zhou Fu untuk memberi peringatan agar berwaspada. Zhou Fu melihat ke segala arah, ia berharap suara gemuruh itu adalah suara binatang buas yang bisa mereka santap dagingnya. Zhou Fu juga berharap jika binatang buas tersebut akan sedikit lebih sulit untuk ditaklukkan sebab selama di pulau Konglong ia merasa sangat bosan dengan binatang-binatang buas yang mudah dikalahkan. Tak lama berselang, suara gemuruh itu semakin nyaring terdengar bahkan membuat telinga hampir-hampir tuli saking kerasnya. Li Xian tahu suara itu, ia berteriak pada Zhou Fu sebelum terlambat. Tapi nyatanya ia terlambat, suara Li Xian tenggelam. Tenggelam dalam artian yang sebenarnya. Li Xian ingin berteriak pada Zhou Fu untuk berpegangan erat pada pohon atau memanjat ke pohon yang tinggi. Tetapi sebelum kalimat tersebut sampai ke telinga Zhou Fu, pulau Youhi dilanda gempa berkekuatan besar dan dibarengi dengan tsunami yang gelombang airnya lebih tinggi daripada pohon tertinggi sekalipun di pulau tersebut. Li Xian mampu bertahan dengan cukup baik dalam sapuan badai tsunami tersebut, berkali-kali tubuhnya menghantam pohon dan bebatuan tetapi itu tidak melukainya sedikit pun. Ia pun mampu untuk tidak bernapas selama beberapa waktu ketika pulau Youhi karam oleh gelombang tsunami. Tapi, bagaimana dengan si kecil Zhou Fu? Li Xian merinding membayangkan bagaimana tubuh kecil Zhou Fu tersapu ombak raksasa. Ke mana Zhou Fu hanyut? Bagaimana keadaannya saat ini? Apakah dia mengerti apa yang harus dilakukan? Li Xian berenang dengan kecepatan maksimal dan berkeliling ke berbagai arah untuk menemukan tubuh cucunya. Di luar dugaan Li Xian, pulau Youhi tenggelam dalam waktu lebih dari setengah jam. Itu adalah durasi yang terlalu lama untuk sebuah gelombang air mampu menenggelamkan seluruh pulau dalam sekali hantaman. Pertanyaan mengapa tidak ada binatang di hutan tersebut, setidaknya sekarang sudah terjawab. Tentu taka da satu binatang pun yang berhasil selamat dari bencana alam seganas itu. Tapi, hal tersebut tidak lagi mengganggu pikiran Li Xian. Kepalanya hanya terisi ke mana Zhou Fu hanyut, bagaimana keadaan Zhou Fu. Suasana pulau Youhi sudah sedikit lebih normal pasca gempa, Li Xian melanjutkan pencariannya tetapi pencarian tersebut tidak membuahkan hasil meski hari telah berganti. Ya, Zhou Fu sudah hilang lebih dari 24 jam. Jika Zhou Fu masih di pulau tersebut, Li Xian yakin ia sudah menemukannya sebab ia sudah berkeliling hingga ke masing-masing sudut pulau kecil itu. Tetap saja, batang hidung Zhou Fu tidak tampak sedikit pun. *** Hari sudah berganti lagi, pencarian Li Xian belum menemukan titik terang. Li Xian yang putus asa memilih untuk duduk di bibir pulau, tepat di pantai di mana pertama kali ia dan cucunya tiba di pulau Youhi. Li Xian berharap, entah bagaimana caranya, akan ada keajaiban dari Dewa sehingga Zhou Fu kecil bisa selamat dari amukan tsunami tempo hari. Dan sepertinya, Dewa memang mengabulkan harapan Li Xian. Tampak jauh sekali dari tengah lautan, matanya menemukan sebuah titik yang bergerak semakin lama semakin mendekat. Titik kecil itu mengelaurkan bunyi yang timbul dan tenggelam, “Kakek!!! Kakek!!! Akhirnya kita bisa makan daging! Aku menemukan ikan besar ini di lautan!” Ya, itu memang Zhou Fu. Li Xian hampir-hampir terharu mendengar suara cucunya yang teramat bersemangat. Li Xian seperti menyesali kebingungan dan kesedihannya dua hari itu, nyatanya, orang yang ia khawatirkan bahkan sepertinya memang tidak butuh dikhawatirkan. Zhou Fu sampai ke pantai dengan terengah-engah, ia menyeret ikan paus besar yang sudah tak bernyawa. Tubuhnya basah oleh keringat yang bercampur air laut. “Sykurlah! Terima kasih Dewa, Kau telah menyelamatkan cucuku!” Li Xian berucap sambil mengelus-elus kepala Zhou Fu yang basah. Zhou Fu mendongak ke atas dan bertanya, “Siapa Dewa? Aku tidak mendapat bantuan dari siapapun! Aku menangkap ikan ini sendirian kau tahu?!!!”    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN