Mobil putih yang ditumpangi Surya dan tuannya melaju cepat. Mereka terpaksa meninggalkan Aruna karena jadwal meeting sudah menanti. Hendra sempat meminta Surya mengirimkan mobil lain untuk mengantar Aruna pulang. Nyatanya gadis itu sangat santai menanggapi.
"Ngapain ribet, ada banyak okejek (aplikasi ojek & taksi online), kalian pergi saja dulu, aku bisa pulang sendiri". Aruna melempar salam perpisahan dengan senyum manisnya. Gadis itu berbeda, dalam lingkungan pertemanan maupun bisnis. Hendra sering dihadapkan dengan perempuan yang meminta penghargaan lebih dalam segala hal. Kadang ada yang dengan sengaja membuatnya terpaksa mengantar pulang. Atau sengaja mengulur waktunya demi kepentingan mereka sendiri.
"Surya kau sadar tidak?!, Kalau aku kehilangan kendali tiap kali menghadapi anak itu".
"Siapa? Aruna maksudnya".
"Ya.. setelah ku pikir² ngapain aku berdiri di depan lobby, bahkan sempat menarik tangannya dan berdebat".
"Mungkin karena dia calon istri mu jadi kau terbawa suasana". Surya dan atasannya berbicara di luar SOP ketika mereka hanya berdua.
"Bisa jadi..". Hari ini Hendra merasa lebih banyak bicara dan berperilaku kekanakan. Dirinya tipe orang yang sulit berbincang santai dengan siapapun. Terkesan cuek bahkan tidak peduli dengan orang lain.
"Lain kali kau perlu klarifikasi. Aku bukan junior mu. Kita teman satu kelas". Pinta Hendra.
"Sesekali aku terlihat keren apa salahnya". Surya ngeles.
Walaupun Hendra lebih muda 3 tahun darinya. Meraka benar-benar satu kampus dan satu kelas di Stanford University. Hendra memungut teman sekelasnya masa SMA untuk dijadikan pengawasan selama dia kuliah. Sebelum kakeknya mengirimkan lebih banyak pengawas, pasti menyusahkan. Surya tidak memiliki pilihan lain. Walaupun dia pandai dan bisa masuk kampus manapun. Surya sadar dirinya berasal dari keluarga biasa. Bahkan bisa sekolah di SMA elite karena beasiswa charity salah satu anak perusahaan Djoyodiningrat.
Sedangkan umur Hendra yang lebih muda berawal dari masa SD singkat dengan home schooling. Hendra baru mengenal aktivitas sekolah diusia 10 tahun setelah lolos tes kesetaraan dan tes masuk SMP. Sehingga selama masa sekolah SMP & SMA pewaris Djoyodiningrat selalu lebih muda di banding teman-temannya.
"Apa rencana mu dengan start up Aruna?". Tanya Surya.
"Entahlah aku hampir tidak percaya mengapa membantunya, yang pasti dia harus memiliki bisnis bagus sebelum perpisahan kita kelak". Jelas Hendra.
"Lagi-lagi, untuk kepentingan mu sendiri". Cela Surya.
***
"Ah aku bisa gila jam berapa ini?? (Serasa ingin menangis)". Aruna berlari gesit dan membuka pintu ruko dua lantai yang di sewa bersama sahabat-sahabatnya. Outlet Surat Ajaib. Ah bukan lebih tepatnya markas sahabatnya yang kurang kesibukan.
"Hai bangun...". Aruna menendang kaki Damar. Laki-laki yang menghabiskan banyak waktu kosongnya bermain game di markas Surat Ajaib. Sepertinya dia bermain semalaman dan tertidur di situ.
"Bantu aku beres-beres (ah aku bisa gila)". Aruna teriak panik.
"Aduh aku masih ingin tidur. Buka matamu Aruna. Liat kita sudah merapikannya". Lelaki itu kembali meringkuk dan hilang kesadaran (tertidur kembali).
"Wow.. kalian kerasukan jin baik. Dimana yang lain. Waaah.. kalian benar-benar luar biasa, mataku silau melihatnya bla bla bla". Aruna mengoceh tidak jelas. Berlarian naik turun tangga memastikan semua rapi. Nyatanya memang sudah rapi. Seumur-umur tempat ini tidak pernah sebersih dan serapi ini. Kecuali lantai 1. Display produk dan front officer minimalis dipadu dengan beberapa tempat duduk terima customer bernuansa putih manis, simpel namun artistik. Hampir mirip kafe yang mengusung tema milenial modern. Hasil sumbangan kak Anantha dan kak Alia setelah kunjungan yang memprihatinkan.
Untuk lantai 2 jangan ditanya. Lantai 2 dibagi menjadi 2 ruangan. Salah satunya adalah ruang kreasi. Tepatnya bengkel berantakan. Tempat mereka benar-benar bekerja bersama kertas, manik manik, gunting dan susunan kata puitis tertempel sembarang. Hari ini semuanya rapi. Tersusun indah pada tempatnya.
Dan inilah ruang lain di lantai dua. Tempat dengan tv Lcd menyala hampir tiap saat. Ruang pertemuan santai dengan alas pazel, meja oval cukup besar dilengkapi papan kaca pada salah satu sisi dinding, tempat mereka menuangkan ide. Disinilah mereka meeting dan bersantai. Biasanya ada stik game berserakan. Headset dan kabel charger atau leptop tergeletak. Entah kemana semua itu. Mungkin sudah masuk almari. Oh, masih ada satu yang mengganggu mata bantal besar bermotif jerapah tempat Damar terlunglai dalam kantuk.
"Damar bangun, sampai kapan kamu akan tidur". Laki-laki itu hanya menggeliat tidak jelas.
"Aku siram kau". Aruna memutuskan mengambil botol air minumnya agar Damar terancam. Akhirnya damar duduk pasrah.
"Belikan sneck atau apalah sana, 1 jam lagi client kita datang".
"Beli saja pakai okefood (aplikasi pesan makan online) aku mau mandi". Jawab Damar malas.
"Hai aturannya kan enggak boleh mandi disini". Aruna mengingatkan. Walau mereka bekerja bersama-sama bahkan sampai larut. Anak-anak muda ini memiliki batasan yang jelas. Seperti outlet tutup jam 21.00, hanya laki-laki yang boleh tidur di outlet Surat Ajaib. Kecuali ketika lembur bersama. Dan dilarang mandi disini. Takutnya benar-benar dijadikan tempat kos. Awalnya mandi lama-lama cuci baju.
"Tidak ada yang lebih pantas aku perjuangkan selain dirimu, ijinkan aku menjelaskan betapa besar perjuangan ku semalam menyiapkan segalanya demi kamu. Aku hanya berharap sedikit belas ka... ".
"Mulai gila kau anak sastra, MANDI SANA!!". Aruna benar-benar melempar botol airnya. Disambut lari kemenangan Damar, laki laki itu cekikikan sembari menuruni anak tangga menuju kamar mandi lantai 1. Damar mahasiswa tahun ke 3 jurusan Sastra Indonesia. Kuliah karena bakat. Walau malas, pemuda itu selalu mendapat nilai baik di tiap mata kuliah. Penampilannya tampak berantakan. Rambutnya bergelombang panjang tak beraturan dengan baju sekenanya, namun ketika dia merapikan diri dan mengikat rambutnya kebelakang. Akan banyak gadis bertermehek-mehek oleh Damar. Alasan utama pemuda enggak jelas itu tenar adalah akun i********: pribadinya. Jangan ditanya berapa pengikutnya. Bermodal susunan kata puitis dan sepak terjangnya sebagai author, hampir setiap konten yang di buatnya banjir like dan komentar.
Yah, dialah peramu konten Surat Ajaib. Walau lemah di desain tidak bisa di pungkiri banjirnya pesanan Surat Cinta dan Surat Patah Hati lalu berkembang ke pernak pernik lainnya, berawal dari pesona tiap kata yang Damar rangkai.
***
Aruna masih sibuk dengan handphonenya mengatur pesanan makanan. Ketika dua orang sahabatnya datang, Dea dan Lili. Dea tampak berseri karena hijab bunga dan Bros bunga karya terbarunya hari ini dia kenakan.
_wah tumben-tumben ini anak peduli dengan penampilanya_ Aruna tersenyum meliriknya. Sepertinya Dea menangkap maksud Aruna.
"Aku akan bertemu calon ipar ku jadi harus memberi kesan terbaik". Bisik Dea.
"Apaan sich.. bikin malas aja". Balas Aruna.
"Coba lihat persentasi ku, aku tidak yakin ini bagus". Lili langsung membuka leptopnya. Tampak serius meminta pendapat. Gadis perfeksionis berwajah oriental. Bertugas sebagai closing customer, khususnya customer dari event organizer wedding. Awalnya dia hanya tertarik sebagai marketing saja. Pihak ke dua yang menjualkan produk pernak pernik engagement, bridal shower & wedding. Karena sering mengerjakan pesanan bareng, lama kelamaan gadis itu malah makin nyaman dan berakhir sebagai pengelola laporan keuangan dan marketing.
Sedangkan Dea, dialah co founder yang mengawali Surat Ajaib lahir. Dulu Aruna hanya punya ide, sejak SMA ide ini tidak pernah terealisasikan sampai suatu hari sahabat SMAnya yang kini menjadi teman satu kampus menjelma sebagai relawan ibu-ibu pinggiran. Dea menjadi salah satu fasilitator program Bunda Mandiri Sejahtera (BISA) milik Lembaga Kesejahteraan Sosial. Setelahnya Dea meminta Aruna untuk bergabung. Bunda-bunda dari ekonomi rendah dilatih dengan berbagai ketrampilan dasar mulai masak hingga kerajinan. Sayangnya belum banyak yang percaya dengan kemampuan mereka. Untuk itu Dea mendorong Aruna membuat bisnis online kecil-kecilan menawarkan produk kerajinan. Susah senang mereka berjuang bersama-sama dan terlahir konsep Surat Ajaib.
Kini keadaan lebih mendingan tiap Minggu ada saja projek dan permintaan yang bisa di limpahkan kepada komunitas BISA. Dea yang berperan sebagai quality control. Setelah Aruna menuangkan ide dan karyanya. Dea akan menerjemahkan kepada komunitas BISA untuk memperbanyak sesuai kebutuhan. Setelah selesai Dea pula yang menyeleksi mana yang layak dan mana yang tidak. Kadang kala ada saja yang terpaksa di buang karena salah atau rusak.
"Brak". Suara tas dilempar bersamaan tubuh bongsor tersungkur.
"Aduh.... Capeknya.. ". Agus Eko Budi itulah nama anak muda yang barusan datang. Mahasiswa informatika. Dengan penampilan standar dan nama pasaran. Agus yang bertugas menghendel insight i********:, iklan dan website yang sedang di bangun.
"Kau itu Gus... Barusan dari mana, habis lari??". Dea membawakan air putih untuknya.
"Dosen sialan itu lagi² menyuruh ku mengerjakan tugas pribadinya". Agus menggerutu. Nasibnya sebagai asisten dosen killer menjadi topik pembicaraan berulang-ulang olehnya.
"Kau dibayar?". Timpal Lili.
"Iya". Jawab lirih Agus.
"Tak usah menggerutu kalau kau di bayar". Suara Lili mengeras jengkel.
"Aaargh, aku yang mengerjakan dia yang dapat pengakuan. Ah sebalnya... ". Tipikal mahasiswa ketika mengerjakan tugas penelitian dosennya.
"Sini-sini tamVAN (panggilan candaan bagi si kurang tampan), supaya hatimu enggak jengkel. Ayo kita makan saja sobat ku". Damar datang dengan bau harum dan lebih rapi. Membawa bungkusan makanan okefood milik Aruna.
"Eh, itu buat tamu... Dea amankan snecknya dari mereka". Aruna melempar permintaan kerena masih sibuk dengan powerpoint Lili. Lengkap sudah tim Surat Ajaib. 5 pemuda dengan basic berbeda dan tugas berbeda. Selebihnya yang berseliweran nongkrong di markas Surat Ajaib pastilah salah satu dari teman mereka terutama teman Damar. Mungkin semalam dia dan teman-temannya yang membersikan tempat ini.
***
"Kau yakin penampilan ku sudah benar?!". (tidak salah tempat) Celetuk Hendra sebelum membuka pintu mobil. Di sambut tawa renyah Surya.
"Kau masih tampan seperti biasanya tuan". Ledek Surya.
"Jangan menggodaku". Hendra merasa lebih selektif memilih outfit setelah kejadian salah kostum versi Aruna.
Kedua lelaki itu beriringan membuka pintu outlet Surat Ajaib.
"Terimakasih sudah datang, tunggu sebentar kami segera hadir melayani". Suara otomatis dari sensor yang terpasang di atas pintu masuk karya Agus. Lagi-lagi Hendra dikejut oleh hal-hal baru yang unik.
Kesan pertama Hendra ketika mengamati lantai 1 adalah 'sayang sekali'.
"Mengapa karya-karya mereka dipajang sembarang seperti ini". Keluh Hendra.
"Target market mereka para milenial, tidak mementingkan tampilan Display real, asalkan di akun sosial media menarik dapat dipastikan banjir pesanan". Surya memberikan penjelasan. Hendra termangut-mangut mendengarkannya.
Tak lama Aruna turun menyapa mereka. Seperti biasa gadis kecil itu mengenakan outfit santai dengan rambut di kuncir kuda. Celana jeans dan kaos lengan panjang.
"Silahkan, teman teman ku sudah menunggu di atas". Aruna membimbing kedua lelaki itu berjalan menyusuri tangga. Sebelumnya Hendra merasa aneh ketika diminta melepaskan alas kakinya di dasar anak tangga. Ternyata lantai 2 full alas pazel. Hendra bahkan sempat kikuk ketika diminta duduk. Dengan gesit Surya mengambilkan bantal sebagai alas duduknya.
"Perkenalkan ini tim Surat Ajaib, yang berhijab Dea bertanggungjawab sebagai produksi dan quality control, ini Lilian menghendel promosi dan marketing, lalu Agus website dan sosial media, yang di ujung sana Damar materi serta konten". Aruna mengawali meeting.
"Salam kenal, saya Hendra calon.. ". Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Hendra mendapatkan cubitan menyakitkan dipinggangnya. Bersamaan dengan tatapan mengancam Arunan.
"Ca.. calon customer anda". Terbata-bata Hendra menyelesaikan kalimatnya, sembari menahan sakit bekas cubitan.
"Dan ini asisten saya Surya, dia yang akan menjelaskan lebih detail". Limpah Hendra. Surya sempat kebingungan.
_Bagaimana menjelaskannya?!? Kalian saja tidak mau ketahuan... Aargh menyusahkan_ Surya hanya bisa menelan kejengkelannya. Selebihnya asisten Hendra seperti biasa sangat pandai merangkai kata. Dia mampu menjelaskan dengan runtut mulai jumlah pesanan, target waktu bahkan rencana membayar dua kali lipat jika pihak Surat Ajaib mau mengambil project atasannya.
"Tanpa membayar dua kali lipat pun kami sudah pasti tergiur dengan penawaran anda, mengampa anda rela buang-buang uang untuk kami. Bukankah ini aneh??". Damar dengan santainya melempar pertanyaan.
"Damar!!". Spontan Dea memanggil nama damar. Berharap laki laki itu diam. Diantara yang lain dea sendirian yang tahu kondisi sebenarnya.
"Ya..h, tentu saja karena jumlah dan tenggang waktunya, kami yakin di luar kemampuan kalian". Hendra menguatkan penjelasan Surya.
"Alasan lain silahkan tanyakan langsung pada founder anda". Mata biru itu kini beralih menyudutkan Aruna. Aruna hanya bisa menghela nafas panjang.
"Teman-teman kalian yakin bisa mengambilnya??. Jika kalian yakin aku pun akan setuju. Kalau tidak, tidak akan jadi masalah". Aruna langsung lempar pertanyaan kepada timnya sebelum Hendra mengajukan statement lain diluar dugaan.
"Tentu saja aku yakin, peluang semacam ini tidak datang dua kali. Terlebih peningkatan omzet kita bisa berkali-kali lipat". Lili sedari tadi tampak tidak bisa lepas memandang Hendra, tentu saja karena ketertarikannya terhadap pria bule. Apa lagi bule satu ini eksentrik, bermata biru dan berperawakan khas England, namun kulit dan raut wajahnya maskulin khas Indonesia. Lili langsung mengiyakan tanpa banyak berpikir.
"Ini peluang kita membangun sistem yang lebih bagus lagi". (Sistem yang terbengkalai karena keuangan) Tambah Agus.
"Bagaimana dengan mu Dea?". Tanya Aruna. Bagi Aruna masukan Dea yang paling penting sebab yang mampu mengukur kapasitas produksi adalah Dea.
"Sebenarnya, 2000 pcs dalam 2 bulan bukan hal mustahil bagi kita. Selama ini kita masih melempar pada 2 kelompok bunda saja. Kalau kita berani kita bisa menghubungi kelompok lain". Jelas Dea.
"Jika lokasinya berpencar bukankah itu membutuhkan biaya". Sambung Aruna.
"Asalkan kita mempercayakan pekerjaan kepada komunitas BISA. LKS (lembaga kesejahteraan Sosial) akan membantu akomodasi bahkan ikut mengontrol". Tambah Dea.
"Tapi aku tidak bisa katakan iya, sebelum kamu sendiri merasa yakin Aruna". Ucapan Dea sungguh ditujukan secara pribadi kepada Aruna. Aruna melempar senyum tulus menenangkan sahabatnya.
"Damar sekarang giliran mu". Pinta Aruna.
"Semua sudah oke, aku ikut saja". Seperti biasa Damar tidak pandai menolak.
"Sebenarnya aku lebih penasaran pada kalian berdua. Mengapa laki-laki sibuk memesan undangan pernikahan, bukankah hal-hal ribet semacam ini kesukaan perempuan". Celetuk Damar.
"DAMAR!!". Ketiga temannya bersamaan teriak seakan-akan ingin melenyapkan Damar. Dea, Lili dan Agus. Tidak habis pikir dengan ucapan temannya sendiri. Inilah alasan mendasar, mengapa Damar dilarang bersinggungan dengan customer bahkan Damar satu-satunya yang tidak memiliki akses sebagai admin.
Belum sempat Aruna membuat keputusan. Konsentrasi buyar oleh celetukan Damar. Aruna hanya bisa menelan ludah berharap dirinya tidak kena marah Hendra. Wajah Hendra merona merah, dia benar benar dilanda malu.
"Baiklah saya pamit". Hendra menyapa teman-teman Aruna dengan ramah sebelum akhirnya lelaki itu menuruni anak tangga disusul asistennya. Aruna pun turut serta mengantar mereka sampai pintu mobil. Hendra menatapnya sesaat kemudian menghilangkan dibalik kaca mobil.