Chapter 20

1012 Kata
Mobil yang dikendarai oleh Abra mendekati rumah megah berwarna gading. Perlahan mobil itu mendekati pintu gerbang yang sangat tinggi dan mewah. d**a Gadis berdebar-debar, ia tadi tanya ke Abra soal Emily Maudy dan kata Abra hari ini Emily pulang, saat mereka menikah ia tak bisa datang karena Emily sedang sidang skripsinya di UGM. Kata Universitas Gajah Madah itu membuat Gadis menutup mata dan bergumam banyak hal tentang Emily Abra yang pastinya berbeda dengan Emily yang ia kenal. Satpam rumah buru-buru membuka pintu gerbang dan mobil Abra memasuki pelataran halaman depan rumah Liliana yang sangat luas dan asri. "Sepertinya Emily sudah pulang, itu mobilnya." kata Abra seraya mengarahkan pandangannya ke arah mobil honda jazz berwarna merah yang terparkir sembarangan di depan garasi mobil. Mobil dengan plat 'EM 1 LY' itu nampak mudah diingat. Abra mematikan mesin mobilnya dan turun dari mobil setelah melepaskan seat beltnya, lalu berlari ke arah di mana Gadis duduk. Abra membukakan pintu tepat ketika Liliana berjalan ke teras rumah dengan gaun malam berwarna merah yang sangat sexy ditambah sanggul yang membuat Liliana terlihat mempesona sekaligus nampak angkuh. Gadis menelan ludah memerhatikan wajah Liliana. Siap tak siap ia harus menikmati irama permainan ini. "Jangan gugup." kata Abra pada Gadis yang ketara sekali pucatnya. "Sepertinya kita akan makan malam di rumah ini." kata Abra. Gadis hanya memandangnya dengan tatapan yang tak bisa Abra definisikan. Sebenarnya bukan Liliana yang Gadis khawatirkan, tapi sosok misterius Emily. Gadis dan Abra berjalan beriringan masuk ke dalam rumah. Tepat ketika mereka sudah berada di hadapan Liliana, Abra memberikan salam dengan memeluk Mamanya secara hangat dan singkat, sedang Gadis hanya mencium punggung tangan kanan wanita itu yang menelisiknya baik-baik. "Ayo masuk." kata Liliana seraya berbalik dan melangkah diikuti oleh Abra dan Gadis. Lantai rumah itu terbuat dari marmer yang bayangan mereka bisa terlihat saking bersihnya lantai tersebut. Langit-langit rumah terlihat tinggi dengan lampu hias yang indah menggantung panjang ketika mereka masuk ke rumah tersebut. Rumah megah seperti ini sudah biasa bagi Gadis dulu, tapi tidak sejak orang tuanya meninggal dan menyisakan hutang sekian sehingga rumah dan aset yang dimilikinya raib. Untung Mamanya membuka rekening pendidikan untuk Gadis, memastikan anaknya itu menjadi dokter spesialis Urologi sehingga sampai detik ini ketika Gadis membutuhkan biaya untuk pendidikannya, rekening khususnya akan memberikan dana. Suara derap langkah kaki lain membuat mata Gadis menoleh ke tangga. Gadis tertegun sejenak, begitupun dengan perempuan cantik sexy yang memakai dress berwarna abu-abu dengan belahan samping yang tingginya sampai ke paha. Emily Maudy. Ternyata kecemasan Gadis terjawab sudah. Emily tak terkejut dengan kehadiran Gadis bersama kakak iparnya. Meski ia tak bisa datang ke pernikahan kakaknya, ia bisa melihat live streaming Abra saat ia akan sidang. Di saat itu ia kaget bukan main kala ia mengenali calon istri kakaknya yang juga musuh bebuyutannya, Gadis Claranita. Sempat terhenti melangkah, Emily kembali berjalan dengan mata yang tak lepas memandang ke arah Gadis, begitupun dengan Gadis yang memandang ke arahnya. Ia sudah melakukan persiapan untuk menghadapi serangan Liliana, tapi Emily? Ia tak memiliki siapan sama sekali. Oh betapa dunia begitu sangat sempit telah kembali mempertemukan mereka dengan alasan yang tak masuk akal. Sebuah pernikahan. "Em, kenalin, dia Clara, istri kakakmu." kata Liliana sesampainya Emily di samping Liliana. "Udah kenal, Ma." kata Emily malas. Liliana dan Abra saling terkejut dan heran. Dipandanginya Gadis dan Emily secara bergantian, mencoba mencari tahu kenapa keduanya bisa kenal? "Kamu kenal adikku?" tanya Abra pada Gadis. Gadis hanya mengangguk malas dan tak peduli. "Dia itu yang ngerebut Roy dari aku." kata Emily tak suka. Gadis menatapnya dengam senyuman nyengir. Liliana menatap anak putrinya tak percaya, sedang Abra tak mengerti sama sekali ucapan Emily. "Roy?" tanya Liliana ulang. "Putra pak Heru?" tanyanya lagi dan Emily mengangguk. Liliana menoleh ke arah Gadis yang berwajah datar tanpa ekspresi seolah ia sudah bisa menebak apa yang akan terjadi setelah mereka bertemu. Emily masih menganggapnya merebut Roy darinya. "Siapa Roy, Dis?" tanya Abra. "Temen koas." jawab Gadis. "Selingkuhan lo!" sergah Emily cepat. Gadis hanya memandangnya dan melenguh tak percaya. "Terserah lo deh, Em ..." kata Gadis cuek tak peduli. Mau ngomong sampai mulut berbusa pun tetap aja Emily tak akan merubah mindset di otaknya bahwa Roy dan Gadis berselingkuh di belakangnya dulu. "Tunggu dulu, ceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Kita ini sudah satu keluarga dan Mama tak suka ada perselisihan, apalagi perselisihan itu datangnya dari anggota keluarga baru." kata Liliana mengejek. "Roy gak pernah suka sama lo deh, Em, dia ngaku sendiri ke kakak." kata Naomi tiba-tiba di anak tangga. Naomi melangkahkan kakinya kembali sampai ia berada di antara ke empat keluarganya. Emily yang mendengar ucapan Naomi itu sontak saja kaget dan tak suka kepada tanggapan Naomi soal Roy. "Kak Neo tahu apa sih?" "Ya tahu, lah wong Si Roy adiknya temen kakak. Ngaku sendiri si Roy kalau gak suka sama kamu. Doi sudah suka sama temen koasnya. Dan ternyata temen koasnya itu lo, Dis." kata Naomi seraya menatap Gadis. "Dia mah pelakor, Kak!" kata Emily tak setuju dan marah. "Gak boleh ngatain orang kalau lo gagal dapatin sesuatu, Em ..." "Sudah ... Sudah ... Sudah! Kenapa jadi tengkar gini sih!" "Lagian kak Neo resek!" sunggut Emily kesal. Sedang Gadis tenang saja dan cuek menghadapi Emily yang kekanak-kanakan. Hal seperti ini bukanlah hal yang baru bagi Gadis. Emily pernah menerornya karena Roy menolak cintanya. Puluhan surat kaleng Gadis terima dari Emily, isinya semua sama. Sebuah ancaman jika Gadis tak meninggalkan Roy. Tak cukup sampai di sana, Emily pernah mencoba melukai Gadis dengan hampir saja menabrak Gadis yang akan menyebrang. Emily cukup mengerikan jika ia marah. Kali ini setelah Emily tahu bahwa Gadis kakak iparnya, entah apa lagi hal kekanak-kanakan lainnya yang bakalan Gadis terima darinya. "Sudah, ayo kita makan!" seru Liliana memecahkan kerusuhan di antara mereka. Liliana berjalan dulu, diikuti oleh Naomi dan Abra yang mengekor di belakangnya. Sedang saat Gadis ingin melangkah, Emily mencekal lengan Gadis kuat-kuat dan menatap Gadis dengan seringai di wajahnya. "Jangan coba-coba kelabui kakak gue. Lo tahu sendiri akibatnya!" Kata Emily mengancam. Gadis melepaskan diri dari cengkraman tangan Emily dengan sekali sentakan kuat. "Gue bukan Gadis kemarin sore, Em!" kata Gadis seraya menatapnya tajam dan tak suka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN