Tiba di hotel Arya Duta, Gadis dan Abra langsung disambut manager hotel. Mereka berdua disalami dengan sangat hormat dan dipersilahkan masuk. Gadis bahkan menerima bucket bunga yang diserahkan oleh petugas hotel yang cantik kepadanya. Tak pernah ia diperlakukan sedemikian ini sebelumnya.
Tiba-tiba saja langkah kaki Gadis berhenti saat matanya dengan sangat baik mengenali bos dari penagih hutang yang membuatnya harus pindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya dan berakhir menumpang di kontrakan Clara.
Gadis terkejut bukan main dan tangannya yang berada di dalam genggaman tangan Abra sudah mulai basah. Abra yang memahami tangan Gadis basah itu seketika menoleh ke arahnya. Ia bisa melihat dengan sangat jelas bahwa Gadis sekarang sepucat mayat dan pandangannya lurus ke depan.
Abraham mengikuti arah pandang Gadis dan mendapati beberapa orang lelaki berjas hitam lengkap dengan kacamara hitamnya itu tengah menatap Gadis.
Dilihat dari penampilannya yang serba hitam dan perawakan tubuh yang besar itu saja sudah bisa Abra pastikan mereka adalah preman atau gak lintah darat.
Abra menoleh lagi ke arah Gadis dan ia ingat bahwa gadis itu menyebutkan angka nominal saat Abra mengajaknya menikah.
Apa angka nominal yang Gadis sebutkan sebelum pernikahan itu untuk mereka?
Abra sedikit menunduk ke telinga gadis.
"Angka nominal yang kau sebutkan di masjid tadi untuk mereka?" tanya Abra pelan lalu mengecup pipinya agar orang-orang di sekitarnya tak curiga.
Gadis menoleh dan menatap Abra dengan ekspresi yang tak bisa Abra tebak. Apakah pertanyaannya benar ataukah Gadis marah karena ia sekali lagi mengecup pipinya tanpa permisi?
Ah, sepertinya opsi yang kedua benar adanya karena wajah Gadis sudah tak sepucat sebelumnya, kini malah berwarna merah dengan sorot mata yang lumayan tajam menatap Abra.
"Kau bisa membereskan mereka juga?" tanya Gadis pelan. Abra menoleh heran dan kaget. Dua hal yang ia tebak semuanya benar. Ekspresi Abra yang terkejut membuat Gadis menoleh cemas ke arah para penagih hutang itu. Gadis merasa tak yakin Abra akan menepati janjinya untuk memberikannya sejumlah uang.
"Ren?" panggil Abra kepada salah satu dari ke empat bodyguardnya. Rendy yang berdiri tiga langkah dari Abra mendekat.
"Iya, bos." kata Rendy siap.
Abra kemudian berbisik di telinga Rendy dan lelaki itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Seolah ia siap melaksanakan titah sang bos besar.
"Siap bos, laksanakan!" kata Rendy seraya berlalu dari kerumunan Abra dan Gadis serta para pengiring pengantin yang semuanya berdiri di lobi.
Gadis bisa melihat salah satu bodyguard dari Abra mendekati para penagih hutangnya. Si bos menatap Gadis sejenak sebelum tersenyum kecil dengan ekspresi yang tak bisa Gadis tebak. Tak lama kemudian bodyguard Abra yakni Rendy dan para penagih hutang itu menjauh dari kerumunan Gadis dan Abra.
Gadis menghela napas lega. Seolah semua beban sudah berpindah dari pundaknya. Begitupun dengan Abra. Ia tak ingin pernikahannya dengan Gadis rusak bahkan sebelum resepsi digelar.
Sang manager hotel mengiring keduanya untuk berjalan ke dalam lift menuju kamar yang telah Abraham pesan.
Di dalam lift hanya ada manager hotel, Gadis, Abra, dan ke tiga bodyguardnya.
"Saya tak pernah menyangka akan bertemu dengan anda secara personal dokter Clara... Anda... Sangat cantik." tak hanya Gadis saja yang terkejut mendengar ucapan manager hotel tersebut tapi juga Abraham. Seingat Abra tak ada satupun yang tahu profesi Clara yang dokter. "Anda pasti lupa dengan saya, anda yang membantu istri saya melahirkan, dok... " kata manager hotel itu lagi. Gadis semakin bingung. Ia benar-benar bingung, sedangkan Abra berharap bahwa ia akan segera sampai di lantai tempat kamarnya berada. "Waktu itu hujan deras, mobil kami mogok di jalan. Anda yang sedang jalan kaki menuju rumah sakit untuk dinas, melihat kami dan membantu saya membawa istri ke rumah sakit. Rumah sakit Hermina di Depok. Kejadiannya sudah sembilan bulan lalu. Saya lupa menanyakan nama anda waktu itu karena anda dipanggil untuk korban pasien kecelakaan dan saya menemani istri ke kamar bersalin. Saat tadi saya melihat anda turun dari mobil dan tersenyum ramah ke semua orang, baru saya mengenali anda dan lesung pipit anda. Ternyata dokter Clara lah yang menikah dengan bapak Abraham." kata manager hotel itu panjang lebar. Gadis benar-benar tak menyangka kejadian sembilan bulan yang lalu masih lekat di benak lelaki di hadapannya ini. Ia bahkan sudah lupa karena setelah menangani pasien kecelakaan, para penagih hutang datang menghampirinya hingga ia harus dipanggil mengahadap ke direksi rumah sakit karena kericuhan yang diperbuat para penagih hutangnya di rumah sakit. Ia bahkan terancam dipecat.
"Hmmm... Terima kasih telah mengingat saya." kata Gadis.
Abra menoleh cepat ke arah Gadis dan tak menyangka bahwa perempuan yang dinikahinya ini benar-benar berprofesi sama dengan tunangannya.
Tunggu dulu.
Gadis dinas di mana?
Rumah sakit Hermina Depok?
Benar, Rumah sakit Hermina Depok?
Abra menelan ludah. Mendadak pikirannya penuh, ia hanya berharap semoga semua dugaannya salah belaka.
Pintu lift terbuka, sang manager hotel keluar duluan disusul kemudian Gadis, Abra dan ke empat bodyguardnya. Mereka semua disambut oleh Wedding Organiser sewaan Abra. Jadwal Gadis padat hari ini, ia harus melakukan spa kilat sebelum rangkaian make up dan percobaan gaun pernikahan yang secara dadakan dipesan Abra. Gadis memang tak setinggi Clara, tapi Abra yakin bahwa gaun-gaun sebelumnya yang telah dipilih oleh Clara tak akan muat di tubuh Gadis yang cendurung berisi dengan tinggi yang semampai, berbeda dengan Clara yang memiliki tubuh bak model.
Para Wedding Organiser yang menyambut mereka sedikit terkejut saat melihat Gadis. Pasalnya mereka sangat ingat bagaimana rupawannya Clara. Clara tak hanya cantik dengan wajah yang rupawan campuran arab dan indonesia, tapi ia juga tinggi dan langsing. Sedangkan Gadis yang berdiri di hadapan mereka memang cantik, cantik alami orang Indonesia dengan kulit kuning langsat yang bersih, rambut hitam legam yang indah, mata lentik yang mempesona, bibir merah asli yang menggoda dan hidung mancung ala Julia Robert. Siapapun yang menatap Gadis akan setuju bahwa perempuan itu memiliki paras yang rupawan dan tak akan bosan memandangnya. Apalagi lesung pipit yang dimilikinya itu menambah aksen sempurna senyumnya.
Bahkan para wedding organiser yang bertanya-tanya kenapa pengantin perempuannya berbeda dengan yang dulu datang pun saat ini tak jadi mempersoalkan siapa Gadis. Gadis perempuan yang humble dan murah senyum. Mereka lebih suka Gadis dari pada Clara yang pemilih dan sok perfeksionis.
Ketika mereka sudah berada tepat di depan kamar hotel paling mahal di hotel tersebut, Abra menoleh ke arah orang-orang yang mengiringinya.
"Aku dan Clara akan beristirahat selama setengah jam. Kami tidak ingin diganggu oleh siapapun. Yang boleh masuk hanya bodyguard saya." kata Abra tiba-tiba memberi titah. Abra sudah tidak sabar ingin tahu siapa lebih jauh siapa sebenarnya gadis yang dinikahinya sekarang ini.