Setelah Adhisti yang sudah pergi cukup jauh di luar Istana.
Di dalam istana.
Aryasetya terus menerus memikirkan Adhisti. Dia memang tidak menemuinya selama satu Minggu. Tapi diam-diam dia selalu menanyakan keadaannya kepada Pelayan yang dia suruh untuk merawatnya.
Dia mendengar setiap hari, jika keadaan Adhisti semakin membaik bahkan Adhisti sudah bisa berlatih ilmu bela diri di Taman yang berada di dalam kediamannya.
Mendengar hal itu, Aryasetya merasa sangat senang dan suasana hatinya terlihat jauh lebih baik.
"Baguslah kalau Permaisuri baik-baik saja. Katakan padanya, jika malam ini saya akan menemuinya," ucap Aryasetya. Dia sudah tidak bisa menahan rasa rindunya karena dia tidak bisa membohongi hatinya. Jika dia masih sangat mencintai Adhisti dan dia, tidak bisa menggantikan Adhisti didalam hatinya dengan wanita manapun yang ada di Dunia ini.
Padahal dalam satu Minggu ini. Widuri selalu mencarinya dan sering menggodanya. Tapi, Aryasetya tidak memiliki hasrat sedikit pun kepadanya dan hanya kepada Adhisti saja, dia bisa jatuh diatas pelukannya dan hanya Adhisti sajalah yang bisa memberinya sebuah kebahagiaan, kebahagiaan surga cinta yang bisa memuaskan hasrat besar didalam hatinya.
Aryasetya pun tersenyum sendiri dan membayangkan jika dia bisa memeluk tubuh Adhisti dan bisa menikmati surga cinta ketika bersamanya.
"Adhis, aku sangat merindukan kamu. Apakah kamu juga merasakan perasaan yang sama denganku?" Ucap Aryasetya sambil menatap kearah luar jendela kamarnya. Dia melihat jika waktu sore pun sudah tiba dan dia sudah tidak sabar lagi ingin menemuinya.
"Mengapa waktu terasa sangat lambat. Apakah Dewa sedang menguji kesabaranmu? Hehehe … aku sungguh merasa tidak sabar lagi dan rasanya. Aku ingin saat ini, menemuinya. Ya! Sepertinya aku harus kesana sekarang juga," ucap Aryasetya. Dia pun berjalan keluar dari kamarnya dan hendak berjalan menuju tempat dimana Adhisti berada. Yaitu kediaman yang berada di Taman belakang Istana itu.
Namun, seorang pelayan pun berlari dari arah yang berlawanan.
"Hamba, memberi hormat kepada Yang Mulia Raja," ucap pelayan itu dengan suara terengah-engah. Dia pun berlutut dan memberi hormat kepadanya.
Aryasetya pun mengerenyitkan dahinya dan dia pun menjawab, "Bangunlah! Ada apa? Kenapa kamu terlihat buru-buru sekali?!" tanya Aryasetya dengan tatapan penuh penasaran.
Pelayan itu pun bangun dan dia pun berdiri.
"Yang mulia, itu … itu … itu Yang Mulia Permaisuri, beliau ... beliau… beliau tidak ada didalam kediamannya," ucap pelayan itu dengan suara gagap dan seluruh tubuhnya dipenuhi oleh keringat dingin.
Mendengar hal itu, Aryasetya pun langsung merasa terkejut dan dia masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh pelayan itu.
"Bohong! Kamu pasti berbohong. Hahaha … kamu disuruh olehnya kan, untuk membohongi saya!" Teriak Aryasetya dan dia pun segera bergegas menuju kediaman Adhisti dengan langkah yang terburu-buru.
Pelayan itu pun menggelengkan kepalanya dan dia benar-benar tidak sedang berbohong.
"Tidak Yang Mulia, Yang Mulia permaisuri benar-benar tidak ada didalam kediamannya. ham … hamba … hamba sungguh tidak sedang ... tidak sedang berbohong," ucap pelayan itu dan dua pengawal langsung memegangi tubuhnya karena dia dituduh telah berbohong.
Aryasetya menghentikan langkahnya dan dia pun menoleh serta melihat kearah pelayan itu.
"Lalu, kalau kamu tidak berbohong apalagi? Permaisuri tidak akan pergi kemanapun. Kecuali, jika dia tidak mau bertemu dengan saya!" Ucap Aryasetya dan api amarah pun membakar hatinya. Dia menatap tajam kearah pelayan itu dan setelah itu, dia melihat kearah para pengawalnya.
"Bawa dia pergi dan berikan hukuman cambuk sebanyak dua puluh kali," Ucap Aryasetya dan setelah itu, dia membalikkan tubuhnya dan kembali berjalan menuju tempat dimana Adhisti berada.
Hatinya merasa sangat kesal. Karena Adhisti sudah menolaknya, padahal dia sudah berusaha untuk memaafkannya karena perasaan cinta didalam hatinya.
"Adhis! Kamu sungguh keterlaluan. Kamu terlalu banyak dimanja olehku dan kamu, ingin menghukum aku kembali dengan membohongi aku! Hehehe … tidak semudah itu. Malam ini, kamu akan mendapatkan hukuman karena kamu, berani menolak aku!" Ucap Aryasetya dan dia pun menyeringai seperti iblis yang haus akan darah. Dia merasa sangat marah namun di satu sisi, dia sangat merindukannya.
Aryasetya pun akhirnya sampai dan di depan pintu kamar Adhisti.
Dia pun mendorong pintu kamar itu dan pintu itu pun akhirnya terbuka.
kreeekkk .... pintu itu pun terbuka dan didalamnya terlihat sangat gelap.
Saat Aryasetya melihat kearah dalam. Kamar itu benar-benar terlihat sangat gelap dan terlihat jika tidak ada seorang pun didalam sana.
Aryasetya menyuruh pengawal yang mengikutinya untuk menyalakan lampu yang ada didalam kamar itu.
Saat api menyala sebagai penerang dalam kamar itu.
Aryasetya benar-benar tidak melihat Adhisti disana.
Dia pun berjalan masuk lebih dalam dan mulai mencari Adhisti.
"Adhis, kamu dimana? Jangan bersembunyi sayang. Aku sudah datang, ayolah sayang! Keluarlah. Aku tidak mau bermain-main seperti ini," ucap Aryasetya dengan nada lembut dan dia sudah bersikap seperti biasa lagi.
Namun, tidak ada tanda-tanda dia melihat kehadiran Adhisti di sana.
Melihat itu semua, Aryasetya langsung merasa panik dan kesabarannya pun mulai menghilang.
"Adhis, kamu di mana? Cepat keluar! Ini tidak lucu sama sekali!" Teriak Aryasetya dan dia pun membuka semua tirai dan benda yang tertutup disana. Namun, dia tidak menemukan Adhisti dimana pun dan saat dia sudah merasa sangat frustasi. Aryasetya menemukan sepucuk surat yang ada diatas meja tepat disebelah tempat tidurnya.
Aryasetya pun langsung mendekati meja itu dan secepatnya dia meraih surat itu. Lalu dia pun langsung membacanya.
Saat dia membaca surat itu. Seluruh tubuh Aryasetya pun terasa lemas dan kakinya gemetar hebat hingga dirinya pun menjatuhkan tubuhnya diatas lantai dalam posisi berlutut.