AX-12 [Scorpio]

1002 Kata
Xander sekarang sedang berada di Cafe Starlight School. Ngapain? Tentu saja melarikan diri dari hal yang membosankan dan terikat rutinitas, masa di hari pertama sekolah langsung ada kuis dadakan di setiap kelas baru? Sudah jelas hal itu dihindari Xander, ia bahkan tidak takut dengan ancaman drop out dari sekolah. Karena di Starlight School sudah jelas sekali yang dijunjung tinggi adalah ilmu pengetahuan.   Xander melihat punggung bekas luka yang ada di tangannya, ia tersenyum tipis dan kemudian tertawa lepas seakan hal itu sangat lucu.   “Kalian harus dapat bertanggung jawab atas apa yang kalian perbuat, lihat saja aku pasti akan membalaskan dendamku.”   Xander menutup matanya, ia sekarang berada di atas dahan pohon yang sangat besar dan pohon yang sangat rindang. Xander tiba-tiba merasakan sakit yang luar biasa menjalar dari dalam hati terdalamnya, ia sungguh sangat terluka akan kondisinya sekarang, bahkan rasa sakit yang dirasakannya akan sangat tidak sebandng dengan rasa sakit apapun yang ada di dunia.   ***   “Bagaimana menurutmu?” tanya Maxten kepada anak tunggalnya yang masih berusia 4 tahun.   “Apa itu ayah?” tanya Xander kembali dengan melihat heran tumpukan buku yang sangat banyak di depannya.   “Kamu harus membaca ini dalam seminggu, ini buku sastra Indonesia, Inggris, Jerman, dan Korea. Ayah ingin kamu menguasai semuanya dalam seminggu, jika tidak aku akan membunuh ibumu, mengerti?” Xander hanya mengangguk pasrah dengan muka polosnya.   Xander sangat tidak ingin kehilangan ibunya, ia paling menyayangi ibunya walaupun sang Ibu sering memukul tubuh mungilnya, tapi tetap saja Xander masih sangat menyayangi Ibu satu-satunya. Jadi ia tidak bisa memilih ketika ayahnya akan mengancam untuk membunuh Ibunya.   Xander kecilpun berjalan dengan langkah cepat mengambil empat buku tebal yang berada sedikit jatuh di depan dia, ia ingin menangis saja rasanya ketika melihat banyak aksara yang tidak ia mengerti, semua buku ini sangat tebal dan sulit untuk dibaca, Xander tidak ingin untuk mempelajarinya, ini sangat menyusahkan pikirnya.   Ketika Xander ingin kembali bermain, ia mendengar ayahnya memukul ibunya dengan sangat keras, lalu teriakan ibunya menyusul dengan sangat kuat membuat seisi rumahnya yang luas dapat mendengar hal tersebut, bahkan suara ibunya menggema. Ibu Xander mengerang kesakitan setelahnya, teriakan ayahnya yang menyuruh ibunya diam membuat Xander tidak tahan mendengarnya. Karena Xander sangat tidak ingin ibunya kehilangan nyawa, akhirnya Xander kembali memutuskan untuk membaca buku yang disuruh ayahnya untuk memahami semuanya hanya dalam seminggu. Xander sangat bijaksana, ia sangat tidak ingin untuk memperpanjang masalah yang membuat ibunya semakin tersiksa   Xander memahami setiap aksaranya dengan sangat keras, ia menghubungkan sendiri aksara yang ia pakai dalam bahasa sehari-hari dengan aksara pada sastra lainnya. Xander merupakan anak yang gemar membaca, bahkan ia sudah lancar membaca di usia 3 tahun, buku bacaan Xander pun cenderung ke hal yang berbobot dan mengasah otak. Ya, Xander sangat suka dengan bacaan seperti itu, karena menurutnya itu membuat ia lebih luas dalam memandang dunia. Sebenarnya Xander juga sudah menguasai sastra Inggris dan Jerman, hanya saja ia tidak memberitahukan hal itu kepada kedua orang tuanya. Xander juga memutuskan untuk mendalami sastra Inggris dan Jerman adalah karena sebagian buku dia memiliki bahasa Jerman dan buku asing menurutnya lebih menarik.   Setelah hampir seharian Xander mempelajari berbagai buku yang diberi ayahnya, akhirnya ia sudah menguasai aksara korea, jadi ia sudah mulai bisa membaca aksara korea, tinggal menghapalkan berbagai kata untuk memperluas kemampuannya dalam menerjemahkan. Xander kecil pun pergi ke tempat tidurnya, ia sungguh lapar, tetapi sang ayah tidak akan memberikan makanan untuknya. Xander sudah terbiasa begini, jika ia tidak menyelesaikan tugas ayahnya maka ia tidak akan diberi makanan. Peraturan itu dibuat sang ayah untuk membuat Xander displin.   “Hooaam.” Xander menguap dan mengerjapkan matanya, ia sudah sangat mengantuk dan akhirnya memilih untuk tidur.   ***   Rei berjalan ke luar kelas tanpa rasa menyesal. Ia diusir oleh guru yang memberiknya kuis, kata guru tersebut Rei sangat tidak pantas berada di Starlight School karena tidak dapat menjawab soal yang diberikan olehnya. Rei tanpa memohon dan basa-basi segera keluar kelas dan ketika ia berada di ambang pintu.   “Tunggu! Kembali ke tempatmu,” ujar sang guru. Rei tanpa memedulikan omongan sang guru segera pergi keluar. Rei sangat jelas mengertahui guru tersebut hanya mencoba untuk memainkannya.   “Sungguh bodoh,” celetuk Rei. Rei sangat yakin guru tersebut hanya bermain-main dengan mental murid dan pengetahuan luas mereka, sesungguhnya perkataannya hanyalah kebohongan semata, Rei tidak habis pikir ketika ada yang menangis dan memohon untuk tidak mengeluarkannya dari Starlight School. Sangat bodoh pikir Rei, tidakkah hal seperti itu berlebihan?   Rei berjalan di koridor sekolah dengan sangat pelan, ia menikmati pemandangan yang ada dari atas gedung tersebut. Rei melihat ke arah bawah dengan menyandar pada dinding pembatas sekitar setengah badan Rei. Di sana Rei melihat rumpun hijau yang sangat luas, ia juga melihat masih banyak pepohonan yang berada di samping gedung sekolah dan ia juga tidak mendapati seorangpun yang berkeliaran kecuali dirinya. Apa rutinitas di sekolah ini akan semembosankan seperti ini?   Ketika Rei ingin mengalihkan pandangannya, pupil matanya tidak sengaja menangkap sosok bayangan yang berada di antara pepohonan rindang tersebut. Ia menemui seseorang yang tertidur dengan sangat nyenyak di atas pohon tersebut dan memakai seragam yang sama sepertinya, sudah jelas ia merupakan anak baru sepertinya.   Rei cukup lama memperhatikan seseorang tersebut hingga secara tiba-tiba seseorang yang berada di atas pohon tersebut menatapnya kembali, mata mereka bertemu sepersekian detik, tetapi suara tiba-tiba saja memanggilnya.   “Athala Reinald Victon!” teriak orang tersebut dari kejauhan. Rei memicingkan matanya dan mendapati ia memakai pakaian luar seperti sebuah jas yang menurut Rei itu sangat tidak asing.   Saat seseorang tersebut mendekat barulah Rei melihat bintang mengkilap di bagian d**a kiri orang tersebut, saat itu juga Rei melotot kaget.   “Starzy? Apa yang ia lakukan disini?” tanya Rei dalam batinnya.   “Kenapa kamu tidak masuk kelas?” tanyanya tanpa basa-basi ketika berada tepat di depan Rei.   “Bagaimana kau bisa mengetahui namaku?” tanya Rei berbasa-basi. Ia sungguh lebih menakuti seorang Starzy daripada guru disini, karena emang posisi Starzy lebih tinggi dari seorang guru, bahkan kepala sekolah sekalipun.   “Kau ingin tau sekali ya sepertinya? Ikut ke ruanganku.” Perintahnya mutlak dan Rei hanya pasrah mengikutinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN