“Rei, Gue kenapa jadi nervous ya?” Tanya Nazarel yang sedang berjalan disamping Rei.
“Lo mau akad nikah? Dasar gila,” Sarkas Reinald dengan lisan tajamnya yang menusuk sampai hati.
“Yah, Nggak gitu juga, lo mah enak anak donatur udah pasti lolos kalaupun nggak pernah masuk sekolah sama sekali.” Nazarel menatap kesal Rei dengan ukiran mata tajamnya.
“Yakali, tapi perasaan gue sih ... Gue nggak lulus,” Ujar Rei dengan santai tanpa beban.
“Lo mah anak donatur, pasti bisa lulus walaupun nyatanya lo gagal.” Nazarel kembali menatap jengah sahabatnya tersebut, dia tidak tau lagi kenapa sahabatnya ini sangat santai dan seakan tidak memiliki beban sama sekali dalam hidupnya.
“Itu mulu yang lo bahas, walaupun gue anak donatur tetap aja gue nggak serendah itu El.” Setelah menyelesaikan perkatannya, Rei berhenti dan ia menatap lurus ke depan, Rei sedang menatap area ruang kepala sekolah.
“Kenapa Rei?” tanya Nazarel yang heran melihat sahabatnya tersebut tiba-tiba terdiam.
“Itu kan? Pihak dari Starlight School? Jangan-jangan ada yang lulus lagi di sekolah kita?” tanya Rei seakan bergumam dan Nazarel mendengar dengan jelas ocehan Rei.
“Yah baguslah kalau ....” Belum sempat Nazarel menyelesaikan kalimatnya, Rei dengan tenaga kuatnya menarik Nazarel berlawanan arah dari ruang kepala sekolah berada. Dan Rei membawa Nazarel berlari ke arah gudang belakang sekolah.
“Ahh ... Kenapa tiba-tiba sih babi? Lo lagi lomba estafet? Kenapa pakai narik gue segala?” Nazarel mengeluh kepada sahabatnya tersebut.
“Tadi mereka melihat ke arah kita,” jelas Rei singkat.
“Hah? Siapa? Utusan Starlight School?” tanya Nazarel dengan napas yang masih belum teratur.
“Iya,” jawab Rei sangat singkat dengan anggukan kepalanya, Rei sedang mengintip orang yang berlalu-lalang di luar gudang melalui jendela kecil dari dalam gudang.
“Bentar bentar ... Gue yang b**o atau gimana? Gue nggak paham sama situasi sekarang? Emang kenapa kalau utusan Starlight School menatap kita? lo lagi main detektif? Atau apa? Asli gue gapaham dan makin bingung ... Jangan-jangan lo bukan Rei lagi!” oceh Nazarel dengan pertanyaan yang asal.
“Nanti lo tau sendiri mereka siapa, tapi yang paling penting mereka nggak boleh tau kalau kita itu temenan, untuk sekarang kita berjauhan dulu.” Rei berbicara seakan kalimatnya merupakan keputusan mutlak dan nggak boleh ditentang oleh siapapun.
“Oke baik, tapi lo harus janji untuk ceritakan apapun tentang diri lo. Gue tau Rei, kalau lo itu Cuma pura-pura bodoh,” ucap Nazarel dan hal itu sukses membuat Rei terkejut.
“Bagaimana bisa? Jangan bilang usaha gue sia-sia? Orang bodoh kayak lo aja bisa tau kalau gue pura-pura, apalagi orang lain.” Rei menatap miris dirinya di depan cermin kusam yang ada di dalam gudang, walaupun ia bergumam dalam hati ‘Gue tampan juga’. Oke, Rei sangat narsis.
“Please, lo bicara kebodohan ke gue? Ingat Rei gue peringkat umum kedua di sekolah ini, jangan belagu deh lo ngatain gue bodoh segala.” Nazarel menatap Rei dengan tatapan ingin membunuh.
“Lha? Lo tau kalau lo pintar El, terus kenapa pakai nervous segala waktu hari kelulusan? Aneh lu,” Ketus Rei dengan menatap jengah sahabatnya.
Rei duduk di lantai gudang dengan menyandar ke sebuah meja rusak, begitu pula Nazarel yang mengikuti Rei, Nazarel duduk tepat di samping Rei.
“Kayaknya kita bakalan berpisah lama deh, lo siap?” tanya Rei tiba-tiba.
“Lebay lo setan! Kaya mau mati aja, yah meskipun bakalan pisah lama, tapi gue tau kita bakalan ketemu lagi Rei, jangan alay deh lo, najis gue liatnya.” Nazarel seketika merinding melihat kelakuan aneh sahabatnya tersebut. Sedangkan Rei hanya cengengesan melihat Nazarel.
“Yaudah deh, kalau gitu lo pergi dulu deh, cari tempat aman yah. Mulai sekarang jangan anggap gue sahabat lo lagi, pokoknya anggap aja kalau kita tidak saling mengenal!” seru Rei seakan memberi perintah kepada Nazarel untuk mulai bergerak.
“Siap, tuan!” Seru Nazarel membalas perintah Rei dengan tertawa kecil.
Nazarel berdiri, ia melangkahkan kakinya dengan pikiran dan emosi yang campur aduk, antara marah, kesal, sedih, penasaran, hingga kecewa. Saat tepat sampai di depan pintu kayu gudang tersebut Nazarel berhenti, ia menoleh ke belakang melihat Rei dengan tatapan hangatnya.
“Apapun itu, gue sangat berharap lo selamat, intinya jangan sampai terluka. Sampai jumpa lagi Rei dilain waktu, makasih untuk semuanya.” Nazarel langsung pergi tanpa salam dan membanting pintu gudang dengan keras, setelahnya hanya terdengar suara hening di dalam gudang tersebut.
“Maaf El, gue nggak bisa janji untuk itu.” Rei tersenyum dengan hati yang merasakan kepedihan.
“s**l! s**l! Kenapa gue harus ambil taruhan s****n itu!” Rei menyalurkan emosinya dengan memukul-mukul meja di belakangnya hingga pecah. Tangannya mengeluarkan darah melalui goresan kasar di kayu yang di pukulnya.
“Sebaiknya gue keluar,” ujar Rei.
Rei melangkahkan kakinya cepat dan meninggalkan gudang sekolah tersebut.
***
“Dan tahun ini merupakan tahun terbaik sekaligus menjadi tahun terburuk untuk sejarah sekolah kita, karena selama ini tidak ada satupun dari murid di sekolah ini yang gagal dalam kelulusan, tapi di tahun ini ada satu anak yang selalu membuat masalah dan menyebabkan sekolah kita dikenal buruk ....” Kepala Sekolah Middle School Victon sedang memberi ceramah yang panjang di hari kelulusan.
“ ... Dan hal buruk itu datang dari salah satu anak donatur terbesar sekolah kita, Athala Reinald Victon dia dinyatakan resmi tidak lulus dari sekolah hari ini dan merupakan satu-satunya siswa yang mendapatkan nilai terburuk sepanjang masa.” Kepala Sekolah berbicara sangat panjang dengan emosi yang tersirat di dalamnya.
Para murid Middle School yang mendengar pernyataan mengerikan dari kepala sekolah mereka pun seakan menyoraki orang terbodoh di sekolah mereka. Ya, Rei dijuluki si bodoh. Walaupun Rei merupakan anak donatur terbesar dan saham terbesar sekolah dipegang oleh ayahnya, tetap saja Rei tidak mengambil hak spesial dari itu semua.
Rei hanya terlalu bosan menjadi sosok yang dibanggakan karena perjuangan orang tua, tapi bukan dirinya. Ya, Rei hanya berpura-pura selama tiga tahun sekolah di middle school.
Banyak tatapan benci dan tidak suka yang dilemparkan orang-orang kepadanya, Rei terkenal menjadi orang yang bisu dan tuli di sekolahnya, kenapa? Karena Rei sangat jarang bicara bahkan tidak menoleh sekalipun ketika dipanggil. Ya, Rei sama sekali tidak tertarik akan orang-orang bermuka tebal di lingkungannya.
“ ... Dan kabar baiknya, tahun ini merupakan tahun pertama salah seorang dari sekolah kita lulus seleksi tahap pertama memasuki Starlight School, dan ini akan disampaikan langsung oleh utusan dari Starlight School untuk menyebutkan siapa orang yang telah berhasil lulus tersebut. Silakan kepada pihak Starlight School ...” Kepala Sekolah memberikan mikrofon kepada utusan Starlight School.
“Selamat pagi, Saya tidak akan berlama-lama dan langsung masuk ke intinya saja. Ada dua siswa dari kalian semua yang masuk ke tahap seleksi berikutnya, yaitu Melysa Savina Madison dan ....” Ia menghentikan perkataannya, terlihat semua siswa sangat serius menyimak terlebih lagi mereka yang mendaftar ke Starlight School.
“ ... Seseorang yang dinyatakan gagal lulus di sekolah ini yaitu Athala Reinald Victon. Oke, terima kasih.” Setelah utusan dari pihak Starlight School tersebut selesai. Sontak semua orang saling memandang kaget dan tidak percaya, bergitu pula dengan Kepala Sekolah dan guru guru di Sekolah Victon tersebut.