Kelakuan sahabat

1003 Kata
Deg... Deg... Deg... Jantung Dhira seakan ingin terlepas dari tempatnya, sebisa mungkin ia mengatur napasnya di hadapan Arjuna yang masih memegang pergelangan tangannya dengan lembut. "Ehm... Aku masuk dulu ya mas mau siap siap meeting." Dusta Dhira pada Arjuna. Arjuna hanya tersenyum manis pada Dhira tak ada paksaan yang di lakukannya untuk medapatkan kepastian dari Dhira, tak seperti Tama yang terlalu agresif pada Dhira. "Baiklah." Dhira beranjak keluar dari dalam mobil. Arjuna masih menatap Dhira yang meninggalkannya begitu saja tanpa memberikan jawaban padanya. 'Aku akan memilikimu Dhira, semesta akan berpihak pada ku.' Guman Arjuna sebelum memasuki mobil pribadinya. Setibanya di ruang kerja, mbak Dina segera menemui Dhira mengingatkan kembali jadwal jadwal penting yang harus ia hadiri serta segala persoalan mengenai perusahaan. "Bu, besok pagi jam 10 pembukaan acara penggalangan dana bersama The Gold Boutique dan di lanjutkan meeting bersama CEO Angkasa Group." Sambil membuka lembaran agenda kecil yang ada di tangannya mbak Dina berucap. "Apa ada yang lain mbak?" Dhira menatap mbak Dina. "Untuk besok hanya itu saja bu." Dengan cepat mbak Dina menjawab. Dhira mengangguk dengan mata yang masih tertuju pada lembaran kertas yang ada di hadapan nya saat ini. "Bagaimana ide project baru kita mbak? kenapa sampai saat ini saya belum menerima ide nya dari tim Glow? tolong siapkan meeting bersama tim Glow, saya nggak mau ide itu di pakai terlebih dahulu dengan perusahaan lain." Dhira kembali menatap serius pada mbak Dina. "Baik bu, saya akan tanyakan segera pada tim Glow dan menyiapkan bersama mereka." Sahut mbak Dina sigap. Dering notifikasi pesan via aplikasi tertentu di handphone Dhira berbunyi, segera ia membuka pesan yang masuk di handphonenya. Perempuan itu mengukir senyuman di wajahnya saat membaca isi pesan dari sahabatnya, Noni. Jemari lentik Dhira mulai nenari nari di atas layar smartphone canggih miliknya. Noni yang berniat mengajak bertemu itu pun di sambut riang oleh Dhira. ***** Ekspresso Bean Cafe, 12:35 wib. "Selamat datang di Ekspresso Bean Cafe, mau pesan apa kak?" tanya seorang pelayan yang menghampiri Dhira. "Ice moccachino with sugar, dua ya." Dhira melempar senyum pada pelayan yang telah ramah menyapanya. "Enak aja dua, tiga." Suara seorang pria yang Dhira kenali menyambar perkataannya dari arah depan. Mata Dhira menatap pada dua orang yang tengah berdiri di hadapannya dengan tatapan mereka yang sedikit sinis dengan alis yang terangkat ke atas. "Rezaaa... Lo udah balik? Katanya lo ke bandung?" teriak Dhira yang segera berhambur memeluk Reza, sahabat nya selain Noni sejak duduk di bangku kuliah. Pria dengan postur tubuh besar dengan ciri khas yang sedikit kemayu itu memasang wajah sinis pada Dhira yang terus memeluk dirinya. "Elo parah ya Dhir. Sejak kapan sih lo jadi pintar bohongi kita berdua," ujar Reza menatap Noni bersamaan yang menganggukkan kepala membenarkan perkataan Reza. "Pasti lo kan Non yang cerita. Gue nggak maksud buat bohongi lo berdua, cuma gue lagi nunggu waktu yang pas aja buat ngasih kejutan ke lo berdua." Dhira mengatakan dengan wajah memelas. "Sama kekasih lo yang tampan itu?" Cecar Reza sekena nya. "Nah lo Dhir kena kan lo... Lagian sih punya pacar emggak kenalin ke gue sama Reza. Kita enggak akan ngerebut pacar ganteng lo kali." Sambung Noni mengompori Reza. Dhira hanya tersenyum tipis bingung ingin menjawab pertanyaan Reza dan Noni seperti apa. Sejenak ia teringat kembali pada kejadian semalam saat berada berdua di dalam lift bersama Tama dan membuatnya tersenyum sendiri seperti orang setengah gila. "Jadi?" Tanya Reza. Dhira masih terhanyut dalam lamunannya bersama Tama hingga tak memperdulikan ucapan sahabatnya yang telah menunggu jawaban dari mulut manisnya. "Helo Nadhira..." Dhira yang tersadar segera memalingkan wajahnya dari hadapan Reza yang masih menatapnya dengan penuh curiga dan sudut alis yang terangkat. "Lo kenapa tadi senyum senyum sendiri Dhir? kesambet lo baru tau." Lanjut Reza. "Ish.. Apaan sih lo Za, sembarangan aja kalo ngomong." Dhira menepuk pelan lengan Reza. "Elah... Lo masa nggak paham Za, doi kan lagi kasmaran sama kekasih ganteng nya. Tuh lo liat gelagat nya aneh kan?" Noni pun kembali dengan perkataan nya yang mungkin ada benarnya. "Jangan mulai deh Non," ucap Dhira sembari mengaduk aduk minuman yang ada di gelas dengan sedotan yang terletak di dalam ya. 'Apa mungkin perkataan Noni ada benar nya kalau aku sedang kasmaran? Ah... masa iya sih aku jatuh cinta sama pria dingin kaya mas Tama? Sikapnya susah banget di tebak, apa lagi sifatnya yang pemaksa dan suka bertindak semaunya, ngeselin banget bahkan dia dengan berani nya mengambil kesucian bibir ku secara tiba tiba.' Dhira membatin kesal. "Tuh liat za doi ngelamunin pria ganteng itu lagi," unar Noni santai. Dhira yang menyadari ucapan Noni mengerjapkan matanya beberapa kali dan kembali memakan kentang goreng yang telah di pesan Noni untuk mengembalikan kesadarannya. "So? Lo beneran udah ngelupain 'dia'?" Reza kembali mencecar. "Lupain saja sih, lagian dia enggak pernah ngubungi lo kan udah berapa tahun coba dari kejadian itu?" Tatapan Noni melesat pada iris kecoklatan milik sahabatnya itu. Wajah yang sedari tadi terpancar bahagia kini tersapu oleh awan gelap yang siap menghiasi pemilik wajah cantik itu. Saat yang menyakitkan itu kembali terasa kala fikiran Dhira berhasil melayang jauh ke empat tahun silam. Guratan kekecewaan begitu terlihat jelas hingg membuat kedua sahabat yang sedari tadi memperhatikannya seolah ikut tersambar pada kejadian lampau. "I didn't mean to make you sad. so please forgive me, sist." Reza menyentuh kulit tangan Dhira menatapnya dengan wajah penuh penyesalan. "I'm fine. Enggak perlu gitu juga wajah lo, ngeri gue lihatnya. Hehehe..." Dhira terkekeh dan segera memasang wajah tenangnya meski sangat terpaksa. Suasana kembali ramai dengan kehebohan mereka bertiga. Kumpul bertiga seperti kumpul orang sepuluh hebohnya bukan main. "Boleh ikut gabung? seperti nya kalian sangat berbahagia..." Suara bariton milik pria yang Dhira kenali seketika menghentikan tawa dari mereka bertiga. "Pucuk di cinta ulam pun tiba," sahut Noni sembari menyenggol tubuh Reza dari samping. Pria kemayu itu menatap Tama dari ujung rambut hingga ujug kaki dengan tatapan terpukau. Dirinya sangat tidak menyangka bisa bertemu dengan pria yang benar benar sangat tampan bak pangeran negeri dongeng. "Mas Tama? Ngapain mas di sini?" Dhira terkejut melihat sosok Tama yang tengah berdiri tepat di sebelah kursi tempat duduknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN