Bekas Gigitan

1026 Kata
~Kau ibarat bulan bagiku, selalu menerangi malam gelapku, namun terlalu sulit untuk ku gapai.~ Alvero Juanda *** Kita tidak pernah tahu seberapa dalam isi hati manusia, kedalamannya bahkan bisa melebihi samudera. Tak ada yang dapat menyelaminya kecuali dirinya dan yang menciptakannya saja. Terkadang apa yang kita lihat, belum tentu menggambarkan isi hatinya. Percaya bahwa tuhan tidak akan menyiakan segala sesuatu yang terjadi, selalu ada kebaikan di dalamnya. Meski harus menelan sakit yang teramat dalam sebelum menggapai indahnya keinginan. Begitulah Vero, walau ia tampak tersenyum bahagia dihadapan orang terdekatnya tapi siapa sangka jika hatinya bercerai berai mendapati kekecewaan mendalam. "Taman indah ini aku khususkan untuk seseorang yang sangat aku cintai," ucapnya sembari menatap hamparan bunga bunga indah dengan beberapa ayunan gantung serta air mancur di dalamnya. Tanah yang sengaja di belinya untuk membangun sebuah taman untuk bersantai yang bisa dinikmati oleh siapa saja tanpa mengenal batasan usia bersama orang terkasih. "Apa dia kekasihmu?" tanya seorang perempuan berhijab dengan tampilan stylis yang berprofesi sama seperti Vero. Vero menggeleng dengan seutas senyum di bibirnya. "Lebih tepatnya mantan kekasih yang enggak akan pernah terhapus bersama kenangannya," ucapnya jujur. "Terus kenapa enggak balikan?" Perempuan berhijab itu tampak penasaran dengan perkataan Vero hingga membuatnya kembali bertanya. Vero terkekeh geli saat melihat ekspresi di wajah perempuan itu. "Gita... gita... segitu keponya kamu," sahut Vero sembari menggelengkan kepalanya heran. Perempuan yang bernama Gita itu pun merasa malu hingga menundukkan pandangannya. Perempuan berbalut hijab yang mempunyai paras cantik berhidung mancung, yang merupakan keturunan Arab dengan bulu mata lentik itu bernama Regita Almira, perempuan berusia dua puluh lima tahun yang beprofesi sebagai arsitek muda itu telah menjadi rekan kerja Vero selama setahun belakangan. Gita dan Vero tengah menjalani proyek bersama, mendesaign sebuah bangunan lama yang akan dijadikan rumah baca untuk siapa saja yang ingin menambah wawasan ilmu melalui membaca. "Lapar nih.. Aku mau ke cafe seberang sana, kamu mau ikut?" tanya Vero pada Gita yang masih sibuk mengecek handphonenya. Gita menikkan pandangannya. "Boleh juga," sahutnya seraya mengangguk. Keduanya pergi menuju cafe sebelah untuk menganjal perut yang mulai menagih asupan makanan. Bruk... Gita tak sengaja menabrak seseorang dari belakang yang berhenti secara tiba tiba saat akan memasuki cafe tersebut. "Aduh..." ucap Gita yang terkejut. "Maaf ... Maaf ya aku enggak seng-" "Dhira," ucap Vero spontan saat melihat Dhira berbalik arah. Dhira menghela nafas lesu melihat Vero berada di samping perempuan yang menabraknya. Entah apa lagi yang akan dilakukan Vero saat mengetahui Dhira juga ada disana. "Kamu kenal sama dia?" tanya Gita seraya menatap Vero. Vero mengangguk cepat bersamaan sebuah senyuman yang terukir indah di wajahnya. "Dia kekasih ku," ucapnya menggoda Dhira seraya berdiri di sebelah Dhira dengan tangan yang merangkul. Tentu Dhira berekspresi memutar bola mata malas. "Tsh, enggak lucu Vero," Dhira mencoba melepaskan rangkulan tangan Vero. "Lepasin." Entah kenapa tiba tiba raut wajah Gita berubah menjadi tak enak. "Jangan percaya dia mbak, aku cuma sahabatnya saja kok," ucap Dhira melempar senyum pada Gita saat menyadari perubahan ekspresi di wajah perempuan berhijab itu. Gita hanya membalas senyuman itu, ia juga tak tahu harus berbuat apa, mengingat hubungannya bersama Vero hanya sebatas rekan kerja saja. Vero hanya terkekeh mendengar ucapan Dhira yang meluruskan ucapannya. "Kamu mau makan juga kan? ayo masuk sama sama," ajaknya pada Dhira. "Aku enggak jadi, Mbak Dina barusan ngirim pesan ke aku ada urusan yang harus aku selesaikan di kantor. Lain kali ya, bye." Dhira melebarkan langkahnya tanpa menunggu jawaban dari Vero. Membuat Vero kembali mengukir senyum di wajahnya. ***** Setibanya di kantor, Dhira segera naik ke ruang kerjanya. Di ujung sana matanya menangkap sosok Mbak Dina yang sedang berdiri bersama seorang perempuan yang tengah menangis. Dhira berjalan tergesa gesa hingga tiba di depan kedua perempuan itu. "Alea," ucapnya dari jarak tiga langkah dihadapn mbak Dina dan Alea. Alea yang mendengar namanya disebut segera menoleh. "Dhira." Seraya berhambur kepelukan Dhira. Dhira begitu terkejut sampai mengerutkan dahinya menatap Mbak Dina yang sama terkejutnya. "Kita masuk ke ruang kerja ku saja." Dhira mengusap punggung Alea seakan memberikan sedikit ketenangan untuk Alea. "Mbak, tolong siapkan minuman ya," titah Dhira pada Mbak Dina. Dan dijawab dengan angukan oleh Mbak Dina. Keduanya masuk kedalam ruang kerja Dhira. "Ayo duduk dulu," ucap Dhira pada Alea yang masih terisak dengan wajah yang tampak pucat. Dhira menarik nafas dalam lalu membuangnya perlahan. "Apa yang ingin kamu bicarakan padaku, Alea?" tanya Dhira seakan mencoba menenangkan diri. "Tolong bantu aku, Dhira." Alea menyeka air matanya dengan tissu yang ada di meja. Dhira tampak bingung dengan apa yang di ucapkan Alea. "Maksud kamu apa?" Menatap iba pada Alea yang terlihat begitu bersedih. "Arjuna, dia minta agar aku melenyapkan kandungan ini." Kini tangisnya semakin pecah, Alea merasa begitu terluka, hingga membuatnya tak bisa mengontrol tangisnya. "Apa?" Tanya Dhira tak percaya. "Bisa bisanya mas Arjuna sekeji itu. Aku mohon jangan turuti perkataannya Alea, bayi itu tidak berdosa," sambung Dhira yang tampak emosi. Alea hanya bisa menangis kesegukan, ia sudah tak memiliki tenaga lebih untuk berbuat banyak. "Kamu tahu? Sudah dua hari ini dia memperlakukan ku layaknya binatang. Menyalurkan hasratnya pada ku dengan kasar dan kejam tanpa memikirkan bayi yang ada di kandungan ku ini," ucap Alea menceritakan perlakuan Arjuna padanya. "Lihatlah ini," Alea menarik ke atas dres selututnya hingga ke bagian paha atas yang menampilkan banyak bekas gigitan dan luka memar. "Bahkan dia tega menggigit tubuhku hingga terluka. Bukan di sini saja, hampis seluruh bagian dalam tubuhku di penuhi luka memar," ucapnya terisak. Dhira menggelengkan kepalanya, dengan wajah yang benar benar menahan kesal. Tak menyangka jika Arjuna yang selama ini bersikap lembut padanya bisa berlaku sekeji ini pada Alea, perempuan yang tengah mengandung anaknya. Tak lama, Mbak Dina masuk dengan membawa dua gelas minuman hangat serta sepuring camilan dan meletakkannya di atas meja. "Terima kasih Mbak Dina," ucap Dhira seraya tersenyum. "Sama sama bu," sahut mbak Dina kemudian keluar dari ruangan itu karena ia tahu apa yang terjadi. 'Apa perselingkuhan kalian sudah terbongkar? Belum sempat aku menceritakannya, dan dia sendiri yang akhirnya menemui bu Dhira,' batin Mbak Dina. Ya, Alea dan Arjuna lah orang yang pernah dilihat mbak Dina sedang b******u di dalam toilet umum sebuah hotel bintang lima yang pernah di kunjungi mbak Dina saat menghadiri pesta pernikahan kerabatnya, bahkan Mbak Dina masih menyimpan rekaman video skandal perselingkuhan itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN