bc

Bukan Mauku 2

book_age18+
633
IKUTI
5.9K
BACA
second chance
powerful
sweet
bxg
city
enimies to lovers
widow/widower
passionate
sacrifice
substitute
like
intro-logo
Uraian

Setelah sukses dengan Bukan Mauku 1 dengan kisah perjuangan Windy yang mengharu biru, kini Windy kembali melanjutkan hidupnya dengan Irfan dengan bahagia.

Namun siapa sangka, di tengah perjalanan rumah tangga mereka, Windy kembali diuji dengan kesetiaan dan kasih sayang Irfan. Kenzo—anak Irfan dengan mantan istrinya—kembali hadir mengusik kehidupan rumah tangga Windy.

Di tengah kegalauannya, Windy tanpa sengaja kembali bertemu dengan Putra—pria yang pernah menyakiti Windy. Putra sudah berubah dan ia mulai mempertanyakan siapa sebenarnya Fandy.

Akankah Windy mampu menyembunyikan Fandy selamanya dari Putra? Ataukah Putra akan menjadi sandaran terakhir untuk hidupnya?

chap-preview
Pratinjau gratis
Gombalan Irfan
Malam sudah menjelang. Langit tanah andalas begitu indah oleh sinar bulan yang kini tampak bulat sempurna. Tidak hanya sinar bulan yang bulat sempurna saja yang mempercantik langit itu, jutaan hamparan bintang juga menambah daya tarik dan pesona malam yang syahdu. Di bawah rembulan yang terang, sepasang suami istri tengah duduk berdua di atas mobil mereka. Senyum indah nan damai, begitu terukir di masing-masing bibir pasangan suami istri itu. Mereka bahagia, sangat bahagia. Windy dan Irfan, sepasang suami istri yang baru saja melewati hari demi hari, bulan demi bulan hingga tahun-tahun yang buruk, kini bisa tersenyum lega. Mereka duduk berdampingan seraya saling menggenggam tangan masing-masing. Irfan pun berkali-kali menciumi punggung tangan istrinya dengan lembut. Ya, Windy dan Irfan baru saja lepas dari masalah berat yang membelenggu rumah tangga mereka. Mereka baru saja keluar dari kesalah pahaman yang berakibat fatal untuk keutuhan rumah tangga yang sudah mereka bangun secara susah payah. “Sayang ... terima kasih sudah hadir di kehidupan abang.” Irfan kembali menggoda istrinya sesaat sebelum ia mengemudikan mobilnya keluar dari area rumah sakit. “Terima kasih doang?” lirih Windy seraya tersenyum kecil. Irfan segera menarik tuas rem tangan ketika mendengar perkataan Windy, “Terus maunya apa?” Pria itu melepas kembali safety beltnya dan mulai mendekatkan dirinya ke tubuh istrinya. Pria itu kemudian juga melepas safety belt yang melekat pada tubuh Windy. “Abang mau ngapain?” Windy tersentak melihat sikap suaminya. Ini tempat umum, tidak mungkin suaminya nekat mencumbu dirinya di sini. “Mau ngapain? Katanya nggak boleh kalau cuma terima kasih doang?” Irfan segera menarik lengan Windy hingga tubuh wanita itu masuk ke dalam dekapan Irfan. Pria itu pun segera melepas masker yang melekat di wajah istrinya. Sedetik kemudian, pria itu segera menyambar daging lembut istrinya. Ia mencium bibir Windy, mesra. Windy tak kuasa menolak pergumulan itu. Ia juga begitu menikmati setiap decak yang timbul dari penyatuan bibir pasangan halal itu. Namun ... Tit ... Tit ... Tit ... Sebuah mobil yang berada di belakang mereka membunyikan klakson berulang kali seraya menyorot lampu jauhnya ke arah mobil Irfan. Windy dan Irfan segera melepaskan permainan bibir mereka. Windy jengah, ia segera mengenakan kembali maskernya. “Abang apa-apaan sich, masa harus begituan di sini. Ini’kan tempat umum.” Windy mendengus kesal. Tanpa menjawab omelan Windy, Irfan segera melajukan mobilnya meninggalkan area rumah sakit. Pria itu juga sebenarnya cukup jengah, namun ia tidak mampu mengendalikan hasratnya. “Nanti di rumah, abang akan balas dendam.” Goda Irfan. Windy melengos, ia masih jengah dan berdebar. Walau pun adegan itu halal untuk mereka, tapi Windy menyadari bahwa tidak seharusnya mereka bergumul di tempat umum seperti tadi. “Sayang ... mengapa diam?” tanya Irfan seraya tersenyum ringan. “Seharusnya tadi kita bawa mobil masing-masing saja, biar nggak kejadian seperti tadi. Buat apa sich abang pakai ninggalin mobil segala di sana. ‘kan repot, besok harus ambil lagi.” Windy masih membuang muka. Ia tidak kuasa menahan malu ketika membayangkan orang yang ada di belakang mobil mereka melihat kejadian memalukan tadi. “Aku tidak akan membiarkan istriku membawa mobil sendrian malam-malam begini. Kalau terjadi apa-apa nanti, bagaimana?” Irfan terus menggoda Windy. “Gombal.” Ciiiitt ... Irfan seketika merem kendaraannya. Ia memberhentikan mobil itu di tepi jalan yang ramai dilintasi oleh kendaraan yang berlalu lalang. “Kenapa berhenti di sini?” “Kamu bilang aku tadi apa? Gombal? Ini namanya gombal.” Irfan bersiap menyerang istrinya lagi. “Abang apa-apaan ... jangan di sini ah ... malu nanti dilihat orang-orang.” Windy berkali-kali memukuli suaminya. “Hahaha ... Makanya jangan macam-macam sama Irfan. Aku bisa menerkammu di mana saja. Tidak peduli di tengah jalan sekali pun.” Irfan tertawa renyah seraya melajukan kembali mobilnya. “Nggak nyangka, ternyata aku nikah sama orang gíla.” Windy kembali mengomel. “Bilang apa tadi? Mau aku berhentikan mobil ini di tengah jalan seperti tadi lagi?” “Tidak ... tidak ... maaf pak bos Irfan yang ganteng, tampan, baik hati, tidak sombong dan rajin menabung.” Entah memuji atau meluapkan kekesalan, sikap Windy malah membuat Irfan tertawa. “Hahaha ... Baiklah, ayo kita segera pulang. Aku sudah merindukan anak-anakku.” Irfan tertawa renyah. Sesekali, Windy mencuri pandang ke arah suaminya. Irfan memang memesona. Pria itu mampu memagnet hati Windy sehingga ia selalu merasa bahagia di samping Irfan. *** Jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Dian—keponakan Windy—sudah kembali ke rumahnya setengah jam yang lalu. Mentari—Anak ke dua Windy—sudah terlelap di kamarnya dan Fandy—anak ke tiga Windy—juga sudah terlelap di ranjang bayinya. Kini, rumah itu terasa sepi, hanya ada sepasang suami istri yang baru saja keluar dari permasalahan yang pelik. Sang suami asyik di depan televisi menyaksikan pertandingan sepak bola, sementara sang istri tengah berbaring di pahanya sedang membaca buku n****+ kesukaannya. “Sayang ....” Irfan membuka percakapan. “Hhmm ....” “Lagi capek ya?” tanya Irfan seraya membelai puncak kepala Windy. “Memangnya kenapa?” “Abang ingin makan sesuatu malam ini.” “Terus?” Windy masih asyik dengan buku bacaannya. “Mau nggak tolong bikinin abang mie rebus?” Windy seketika bangkit dan meletakkan bukunya di atas meja, “Sebentar, aku masakin.” Baru saja Windy melangkahkan kakinya, Irfan seketika menarik lengan Windy hingga wanita itu jatuh ke dalam pelukan Irfan. “Aku mau melanjutkan yang tadi sempat terhenti.” Irfan berbisik tepat di depan daun telinga Windy, seketika membuat wanita itu meremang. “Abang mau apa?” lirih Windy. “Mau ini.” Irfan segera menyambar daging lembut istrinya. Daging itu masih sama nikmatnya, manis dan menggoda. Lagi, Windy tidak kuasa untuk menolak permainan bibir dari suaminya itu. Setiap bibir Irfan bertemu dengan bibirnya, disitulah Windy merasakan ada getaran yang istimewa yang bersarang di hatinya. Pasangan halal itu pun bergumul di atas sofa ruang keluarga. Setelah keluar dari permasalahan yang membuat pecah kepala, kini mereka menikmati waktu kebersamaan layaknya sepasang suami istri yang menghabiskan malam dengan mencari surga dunia. Surga yang mereka ciptakan sendiri. Ibadah yang paling di sukai oleh semua manusia di seluruh penjuru dunia. *** Irfan benar, malam ini pria itu sungguh-sunguh balas dendam. Ia menggauli istrinya berkali-kali hingga Windy lemas tak berdaya. Beberapa kali, ia tertidur tatkala menyusui Fandy karena rasa kantuk yang begitu mendera. Beruntung, Fandy tidak tersedak air s**u atau kesulitan bernapas karena payu-dara Windy. Jam dinding sudah menunjukkan pukul lima lewat sepuluh menit. Dari pengeras suara masjid, sudah terdengar suara ikamah. Windy baru terjaga. Padahal biasanya wanita itu selalu terjaga pukul tiga atau empat dini hari. Namun hari ini berbeda, suaminya membuatnya kehabisan banyak tenaga, hingga ia ketiduran. Wanita itu segera bangkit untuk membersihkan diri. Walau malas dan kondisi tubuh yang lemas akibat pertempuran hebat beberapa kali, namun ia tetap harus membersihkan diri demi menunaikan kewajiban sebagai hamba Tuhan. Windy meraba-raba, ia tidak menemukan siapa-siapa di sebelahnya kecuali Fandy. Biasanya ia selalu dalam dekapan suaminya, namun kini suaminya tidak ada di sisinya. Windy bangkit dan mengintip ke dalam kamar mandi, tidak ada siapa pun di sana. Wanita itu kemudian berlalu ke luar kamar, ia mendengar sesuatu dari dapur. Ternyata Irfan tengah asyik di dapur dengan beberapa peralatan masak dan sayur. “Sayang, sudah bangun?” Irfan menyapa seraya tetap terus melanjutkan aktifitasnya. “Tumben bapak sepagi ini sudah di dapur, ada apakah gerangan?” Windy mendekati suaminya. Irfan memberikan sebuah kecupan sayang di puncak kepala Windy. “Kamu lupa, hari ini adalah hari ulang tahunmu. Jadi biar aku yang akan melayani ratuku seharian penuh ini. sayangku tidak perlu memasak, mencuci atau melakukan pekerjaan rumah lainnya. Semua biar aku yang kerjakan. Tugasmu cukup menyusui Fandy dan juga menyusuiku saja.” Irfan terkekeh ringan. “Bang Irfan ....” Windy mencebik. “Hahaha ... aku hanya bercanda, Sayang ... pergilah bersihkan dirimu, setelah itu kita salat bersama.” “Memangnya abang sudah mandi?” “Tidak lihat, sudah tampan dan wangi begini? Memangnya kamu yang masih bau jigong, hahaha ....” “Abang ....” Windy mencubit lembut pinggang suaminya. “Aduh ... ya sudah, mandi sana. Atau mau aku yang mandiin? Kalau aku yang mandiin, bisa-bisa jam enam baru kita bisa salat subuh.” Irfan menatap Windy seraya mengedipkan sebelah matanya. “Aku nggak mau mandi sama kamu. Yang ada nanti nggak bakal kelar-kelar urusan kita. Ya sudah, aku mandi dulu. I Love you ....” Windy berlalu setelah memberikan sebuah kecupan manis di pipi suaminya. Irfan tersenyum kecil melihat tingkah istrinya. Ia tidak menyangka, akan mendapatkan istri yang mampu membahagiakannya lahir maupun batin. Windy pun berlalu, masuk kembali ke dalam kamarnya untuk membersihkan diri di dalam kamar mandi yang di dalam kamarnya. Windy menatap Fandy sesaat, bayi kecil itu masih terlelap. Wajah kecilnya sangat menggemaskan. Namun sayang, wajah kecil itu selalu saja mengingatkan Windy dengan mantan suaminya. Mantan suami yang sudah meninggalkan bekas luka dan kecewa. Setelah ia membuang pikiran tentang Putra jauh-jauh, Windy pun segera masuk ke dalam kamar mandi. Ia mulai meletakkan handuk pada tempat yang sudah disediakan di dalam kamar mandi itu. Satu demi satu pakaian, mulai ia lepaskan dari tubuhnya. Lalu istri Irfan itu mulai menghidupkan kran shower. Guyuran air yang keluar dari shower itu begitu menyejukkan tubuh Windy. Udara kota Padang yang cukup panas, membuat air yang turun itu terasa sejuk dan sama sekali tidak terasa dingin. Padahal Windy mandi di waktu subuh. Windy begitu menikmati setiap guyuran yang menyentuh tubuhnya. Ia pun mulai membilas setiap sudut bagian tubuhnya tanpa ada yang terlewatkan satu bagian pun. Wanita itu begitu menjaga tubuhnya untuk membahagiakan suaminya.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
219.7K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
203.3K
bc

Siap, Mas Bos!

read
19.5K
bc

My Secret Little Wife

read
115.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
4.8K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
16.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook