“Nona, apa yang sedang Nona pikirkan?” tanya Jennet membuat Olevey berjengit.
Olevey menoleh pada Jennet yang berdiri di sampingnya. Olevey menghela napas panjang sebelum mengalihkan pandangannya kembali pada padang hijau yang menghampar luas. Olevey terlihat linglung. “Sudah berapa hari aku tinggal di dunia ini?” tanya Olevey pada Jannet yang sudah resmi menjadi pelayan yang akan melayaninya di dunia iblis.
Tentu saja, Olevey tidak merasa jika dirinya nyaman dengan kehidupannya di dunia iblis ini. Semuanya terasa asing dan membuat Olevey ingin segera kembali ke kehidupan normalnya. Olevey merindukan kedua orang tuanya. Pastinya saat ini baik ibu dan ayahnya pasti merasa cemas, tetapi Olevey tidak bisa bertindak apa-apa. Di sini, Olevey berubah menjadi seorang sandera yang entah kapan bisa bebas. Hingga saat ini pun, Olevey tidak mengerti, atas dasar apa dirinya berakhir di sini, dan sampai kapan dirinya tertahan di sini.
“Sudah sekitar satu minggu menurut perhitungan dunia iblis, Nona,” jawab Jannet.
“Menurut perhitungan dunia iblis? Memangnya apa perbedaannya dengan perhitungan dunia manusia?” tanya Olevey tertarik dengan apa yang dibicarakan oleh Jannet.
Tentu saja Jannet tersenyum tipis saat melihat Olevey yang tertarik dengan topik pembicaraan ini. Padahal, selama sebulan ini, Jannet yang melayani Olevey, dengan mudah menyimpulkan jika Olevey adalah seseorang yang sepertinya lebih memilih untuk menikmati dunianya sendiri daripada ikut campur dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Benar, Olevey adalah seseorang yang tak acuh dengan lingkungan. Olevey lebih banyak diam, dan sesekali bertanya jika ada hal yang ingin ia ketahui. Namun, Jannet tentu tahu jika di balik ketenangan Olevey, nona muda ini sebenarnya sudah tidak lagi bisa bersabar tinggal di dunia iblis dan ingin kembali ke dunia manusia.
Jadi, ketika Olevey tertarik dengan apa yang dibicarakan olehnya, Jannet tidak akan membiarkan Olevey kembali diam. Ia akan membicarakan hal menarik yang tentu saja tidak Olevey ketahui sebagai seorang manusia. “Perhitungan dunia manusia lebih cepat daripada perhitungan di dunia iblis, Nona. Sebenarnya, bukan masalah cepat atau lambatnya, tetapi pada dasarnya perhitungan waktu di dunia iblis dan dunia manusia memang berbeda. Jika di dunia manusia ada dua nama bulan, maka di dunia iblis ada tiga nama bulan untuk membagi waktu selama satu tahun,” jelas Jannet memantik rasa penasaran Olevey lebih jauh.
“Ini sangat menarik, dan aku belum pernah membacanya di buku sejarah mana pun,” ucap Olevey antusias.
“Sepertinya, Nona sangat senang membaca buku dan mengetahui hal baru, ya?” tanya Jannet dengan senyum menggoda. Hal itu membuat rona merah muda menghiasi kedua pipi Olevey.
Olevey berdeham saat menyadari sikapnya yang memang terlalu antusias. “Aku memang senang membaca buku. Rasanya, setiap hari aku tidak bisa melepaskan diri dari berbagai buku yang aku baca,” ucap Olevey.
“Kalau begitu, apa perlu saya membawakan beberapa buku yang sekiranya bisa Nona baca?” tanya Jannet.
“Apa itu boleh?” tanya balik Olevey. Tentu saja Olevey sadar jika dirinya berada di posisinya yang tidak bisa meminta terlalu banyak hal. Ia adalah gadis persembahan yang kini menjadi seorang sandera. Meskipun ia diberikan tempat tidur yang nyaman, gaun-gaun cantik yang sesuai dengan seleranya, hingga makanan yang lezat, tetap saja itu tidak menghapus fakta jika dirinya hanyalah seorang sandera dan bukannya seorang putri.
“Tentu saja boleh. Yang Mulia Raja sudah memberikan mandat pada saya untuk memastikan jika Nona nyaman dan mendapatkan apa yang Nona inginkan selama tinggal di kastil ini. Kalau begitu, saya akan siapkan beberapa buku yang cocok untuk Nona baca supaya lebih mengenal dunia iblis ini,” ucap Jannet semangat.
**
Olevey terlihat puas membasa sebuah buku tebal yang diberikan Jannet. Ia menutup buku tersebut dan ia letakkan di atas pangkuannya. Olevey menatap bulan yang bersinar menghiasi langit malam yang gelap. Bulan tersebut berwarna perak keabu-abuan. Meskipun bersinar dengan indahnya dan terlihat serupa dengan bulan di dunia manusia, tetapi Olevey bisa merasakan jika ada aura misterius yang terpancar dari bulan tersebut. Menurut buku yang barusan di baca oleh Olevey, satu tahun hanya terbagi menjadi tiga bulan. Setiap pergantian periode bulan, ditandai dengan perubahan warna bulan.
Bulan pertama, ditandai oleh bulan berwarna perak keabuan seperti saat ini. Bulan kedua ditandai dengan warna merah darah, lalu bulan ketiga ditandai dengan warna merah keemasan. Olevey memang belum tahu apakah waktu satu bulan di dunia ini sama dengan di dunia manusia karena tidak ada pembanding yang jelas di dalam buku, hingga Olevey bisa mengerti secara jelas mengenai perbandingan waktu dengan jelas. Namun, setidaknya saat ini Olevey mengerti mengenai pembagian waktu di dunia Iblis yang sementara akan menjadi tempat tinggalnya.
Memikirkan kemungkinan itu, kepala Olevey terasa pening. “Kenapa bisa berakhir seperti ini?” tanya Olevey pada dirinya sendiri. Lalu tiba-tiba udara dingin berembus dengan kuatnya.
Olevey yang duduk di ranjang tentu saja menoleh pada pintu penghubung menuju balkon yang terbuka lebar dan menjadi pintu masuk di mana angina kencang yang terasa dingin itu masuk ke dalam kamar yang Olevey tempati. Karena kamarnya kini sudah tidak lagi diterangi lampu, Olevey pun turun dari ranjang dan melangkah dengan hati-hati pada pintu balkon yang terbuka lebar. Namun, Olevey terkejut bukan main saat tiba-tiba dirinya melihat sosok Diederich yang hadir dengan sepasang sayang hitam kelam yang begitu besar dan lebar.
Olevey mematung, terlihat terkejut dengan hal aneh yang ia lihat. Memang benar ia sudah tinggal satu minggu di dunia iblis. Namun, Olevey tidak pernah melangkah ke luar dari kamarnya, dan menghabiskan hari demi hari di sana. Hal itu membuat Olevey tidak pernah melihat hal di luar nalar seperti ini. Diederich yang melihat wajah Olevey yang memucat hanya menyeringai, tetapi ia tidak membiarkan sayapnya terlalu lama. Ia menutupnya dan mengembalikannya pada tempatnya.
“Beberapa hari tinggal di sini, sepertinya membuatmu merasa seperti di rumah sendiri,” ucap Diederich dengan nada rendah yang jelas membawa hawa dingin yang merambati tulang belakang Olevey.
Saat itulah Olevey sadar jika dirinya hanya menggunakan gaun tidur tipis yang agak menerawang. Tentu saja hal itu sangat tidak pantas, karena Olevey yang tak lain adalah seorang gadis muda tengah berhadapan dengan iblis yang memiliki hawa nafsu yang lebih besar daripada manusia yang sudah berusia dewasa sekali pun. Olevey agak memundurkan tubuhnya aga berada di tengah keremangan, berharap jika hal tersebut bisa membuat Diederich tidak melihat lekuk tubuhnya. Sayangnya, hal itu terlalu terlambat. Lagi pula, Diederich memiliki penglihatan yang sangat baik di atas kemampuan melihat manusia. Jadi, meskipun Olevey berdiri di tengah keremangat, Diederich masih bisa melihat lekuk tubuh indahnya.
Diederich bersiul menggoda dan dengan gerak tak terlihat sudah berdiri begitu dekat dengan Olevey untuk meraih pinggang ramping gadis bangsawan tersebut. Olevey jelas terkejut, tetapi keterkejutan itu berubah menjadi sebuah kemarahan karena sikap tidak sopan Diederich. “Lepaskan! Dasar iblis tidak tahu sopan santun!” seru Olevey dengan wajah memerah saat Diederich dengan sengaja meremas sisi pinggang Olevey yang ia peluk. Belum cukup sampai di sana, Diederich juga menekan tubuh Olevey untuk menempel begitu erat pada tubuhnya. Seketika saja, aroma harum yang terasa seperti aroma surga menguar melungkupi indra penciumannya.
Diederich melepaskan Olevey saat dirinya terkekeh, menertawakan ucapan Olevey yang terasa begitu tidak masuk akal baginya. “Nona, tidak ada iblis yang menerapkan sopan santun,” ucap Diederich.
“Iblis memang diciptakan dari api yang membawa kesan negatif dan selalu dikaitkan dengan hal-hal negatif pula. Namun, setidaknya para iblis harusnya memiliki sopan santun, Yang Mulia. Itu yang saya tau,” komentar Olevey kembali mengembalikan sopan santunnya karena dirinya berhadapan dengan seseorang yang berkedudukan tinggi di dunia ini. Sementara itu, Olevey memang memutuskan untuk tidak menunjukkan rasa takutnya di hadapan Diederich. Karena Olevey yakin, jika ketakutannya akan menjadi sebuah hiburan bagi raja iblis ini dan membuatnya semakin terdorong untuk menggoda Olevey.
“Apa pun itu, aku datang bukan untuk mendengar ocehanmu. Tapi aku datang untuk mengantarkan sebuah undangan,” ucap Diederich. Lalu tiba-tiba sebuah kertas undangan berwarna hitam dengan ukiran tinta hitam muncul di tangan Diederich.
“Undangan?” tanya Olevey.
“Ya. Namun, undangan ini hanya formalitas. Kedatanganmu adalah hal wajib. Kau harus datang pada pesta bulan perak yang akan diadakan beberapa hari ke depan. Kau akan menjadi pendampingku di pesta itu. Tidak ada penolakan, karena kau adalah gadis persembahan bagiku,” ucap Diederich menekankan perkataannya.