Rencana Sela

1260 Kata
"Amora …," panggil lirih suaminya memandang istrinya dengan penuh cinta. "Kenapa, Tian?" "Bisakah kau tidak terlalu memanjakan menantumu?" "Memangnya kenapa?" "Aku merasa, kau sungguh sangat berlebihan padanya. Aku khawatir nantinya, ia malah ngelunjak." "Maksudmu?" "Kau tadi tidak lihat respon yang diberikan oleh Kevin? Sepertinya anak bungsumu itu terlihat tidak nyaman dengan sikapmu terhadap Sela." "Ah itu perasaanmu saja, Tian. Aku tetap perhatian sama Kevin, kok." "Kau tidak menyadari semua itu, Mora?" "Sudah deh, Tian! Jangan mencari masalah, aku sedang tidak ingin berdebat!" "Aku tidak mengajakmu berdebat, Sayang. Tetapi sikapmu memang sangat berlebihan sekali. Sudahlah, jangan selalu memaksakan diri untuk memberi saran macam-macam pada anak-anakmu yang sedang asik dengan dunianya." "Sayang, mau kau bicara sampai berbusa pun akan tetap sama hasilnya, Reno tidak akan pulang dan mungkin akan lebih lama karena kesal dengan omelanmu!" "Tian!" "Amora! Kau ini ibunya, masa iya tidak paham dengan anak-anakmu! Mereka tidak akan suka jika kesenangannya di ganggu dan bukankah itu semua menurun darimu? Sama sepertimu dulu yang selalu tidak mau diganggu setiap kali sedang menulis n****+, bukan? Kau selalu memintaku untuk menyingkir agar tidak mengganggumu!" Mamih Amora tampak berpikir. "Ingat? Sadar? Jadi, percuma saja kau merecoki mereka, percayalah padaku, mereka tidak akan suka!" "Sayang, biarkan mereka mencari kebahagiaan sendiri. Mungkin dengan Reno touring akan membuatnya lebih bahagia, kita hanya cukup memantaunya dari jauh saja. Tidak usah berlebihan seperti ini, anak-anak tidak akan suka, Sayang." "Baiklah, jika seperti itu, aku akan menuruti ucapanmu." "Itu lebih baik." "Ya sudah, aku akan melihat Sela dulu," ucapnya melangkah pergi. "Tidak usah!" Langkahnya terhenti dan memandang suaminya seakan minta sebuah penjelasan. "Tetap disini, temani aku. Aku tidak mengizinkanmu untuk pergi ke kamar Sela. Biarkan saja dia merenungi semuanya, mungkin dia juga butuh waktu untuk sendiri. Tidak baik kita selalu ikut campur urusan mereka. Mereka semua sudah dewasa, tau dan paham yang baik dan tidak itu harus seperti apa dan bagaimana." "Sini! Duduk disampingku," panggilnya dan meminta sang istri mendekat. Jika sudah seperti ini, Amora akan menurut pada suaminya. Ia tidak bisa berkutik, karena sejujurnya ia sangat takut jika suaminya itu marah. *** Benar bukan dugaan Papih dan Reno, ini adalah hari keempat lelaki itu belum pulang juga ke rumah. Dan lihatlah, sepagi ini istrinya itu sudah rapi dan seperti bersiap untuk pergi. Ia melangkah dengan gaya anggunnya ke arah dapur dan menyambut semua orang yang sudah duduk manis di kursi meja makan. "Pagi, Mih, Pih, Dik." "Pagi, Sayang. Akhirnya kamu turun juga, Sayang." "Hehe, iya, Mih. Bosan juga di kamar terus, sumpek banget!" "Mau kemana Sela? Sudah rapi?" "Oh, mau ke kantor, Pih." "Ke kantor Reno?" "Bukanlah, Pih. Ngapain Sela kesana? Disana gak ada Mas Reno, hehe. Sela mau ke kantor Papah, mantau pekerja. Masa cuti Sela juga sudah habis." "Cuti? Perusahaan sendiri ada cuti?" tanya Kevin heran. "Harus, dong, Dik. Biar disiplin, hehe," jawabnya bangga. "Berangkat sama siapa, Sayang?" "Nyetir mobil sendiri seperti biasa, Mih." "Loh, bukannya mobilmu tidak ada?" "Nanti, ada supir yang akan mengantarkannya kesini, Mih." "Oh, begitu. Ya sudah, ayo kita sarapan dulu, nanti kamu terlambat ke kantor." Mereka akhirnya sarapan bersama untuk yang pertama kalinya bersama menantu walaupun tak ada anak sulung mereka. Sela selesai makan segera pamit berangkat ke kantor, begitu juga dengan Papih mengingat anaknya itu masih berkelana. Jadi, mau tidak mau beliau yang akan turun tangan mengurus perusahaan dan beberapa toko sparepart. Kevin juga ternyata diam-diam mengumpulkan uang untuk membuka toko sparepart dan betapa terkejutnya sang Papih ketika mengetahui semua itu. Terkejut sekaligus bangga pada anak bungsunya itu, ternyata anak itu sudah belajar berpikir bagaimana caranya cari uang. Benar-benar dewasa bukan? Tin Tin "Mih, Pih, sepertinya Pak Jaja sudah datang bawa mobilnya. Sela pamit berangkat kerja dulu, ya," pamitnya mencium punggung tangan kedua mertuanya dan berlalu pergi meninggalkan mereka semua. "Kevin juga pamit, Mih, Pih." "Mau kemana? Bukannya masih libur?" "Cek toko dong, Mih." "Anak hebat. Ya sudah, hati-hati ya, Nak." "Wassalammualaikum," pamitnya berlalu pergi. "Gak nyangka ya, Pih." "Gak nyangka kenapa, Mih?" "Anak bungsu kita sudah beranjak dewasa. Mamih kaget loh saat dia memberi tahu dan meminta doa untuk toko barunya." "Itu baru anak-anak hebat, Mih. Sama seperti Reno, dia itu punya toko jual beli motor antik, Mih." "Oh iya, Pih? Kok Mamih gak tau ya?" "Memang kita semua tidak ada yang tau." "Tapi kok Papih tau?" "Apa sih yang Papih gak tau untuk semua keluarga ini? Papih cari tau dong, Mih. Tapi Papih juga bangga setelah mengetahui semuanya, Mih. Mereka anak-anak hebat dan luar biasa." "Iya, Pih, benar. Mamih bangga sekali pada mereka." "Itu harus, Sayang. Ya sudah, Papih pamit mantau kantor dan beberapa toko ya, Mih. Beginilah kalau anak sulung itu sedang asik dengan dunianya, Papihnya yang sudah tua ini jadi kena getahnya saja, haha," keluhnya. "Semangat ya, Pih." "Pasti sayang. Berangkat ya," pamitnya. Mamih mencium punggung tangan suaminya. Dan suaminya berlalu pergi berangkat ke kantor. *** "Wah pengantin baru," sapa Papah Dedi saat melihat anaknya melangkah masuk ke dalam ruangan. "Pengantin baru apaan, Pah! Malesin banget, deh!" "Loh? Ada apa anakku?" "Reno nyebelin, Pah!" "Kenapa? Kau diapakan olehnya? Bilang sama Papah!" "Ditinggal touring!" "Hah?" "Iya, Pah! Malam setelah selesai acara dia pergi bersama teman-temannya!" "Kurang ajar! Memang kau tidak di ajak!" "Memang ini sebenarnya salah Sela juga, sih, Pah." "Kok bisa?" "Dari awal, Mas Reno sudah memberitahu jangan ambil tanggal kemarin, tapi Sela tetap maksa padahal tau mereka akan ada acara touring. Jadi ya seperti ini deh, jadinya, huhu." "Hm … ya sudah. Kamu harus terima, jangan menggerutu seperti ini dong!" "Kesal saja, sih, Pah! Sela sampai ngurung diri dong di dalam kamar karena ulah sendiri haha, bego banget." "Terus keluarga itu gak ada yang peduli kamu ngurung diri di dalam kamar?" "Mana mungkin gak peduli, Pah? Jelas-jelas Mamih tiga kali sehari nganterin makan ke kamar atau gak si Mbok sudah kayak makan obat saja. Sedangkan Sela malas sekali makan, mereka tidak tau saja aku sudah siapkan makanan di koper, haha." "Kamu ini! Ada-ada saja!" "Harus begitu, Pah. Itu salah satu cara agar mereka respek sama Sela. Dan terbukti, Mamih itu terlihat sangat sayang banget sama Sela." "Bukannya keluarga Reno memang sangat menyayangi kamu?" "Iya, sih, benar. Tapi entah kenapa Kevin berbeda, Pah. Dia itu kayak gak suka sama Sela." "Ah, mungkin itu hanya perasaanmu saja, Nak." "Mungkin ya, Pah." "Lalu, bagaimana rencanamu selanjutnya?" "Setelah Mas Reno pulang, Sela akan membuatnya bertekuk lutut padaku, Pah. Dan itu harus! Agar kelak dia menuruti semua apa keinginan Sela." "Lalu, mulai memintanya untuk mendesain banyak gambar dan semua itu akan Sela gunakan untuk keuntungan perusahaan kita, Pah. Sela akan menjadikan perusahaan kita ini adalah tandingan dari perusahaan Mas Reno." "Bagaimana bisa, Sela? Itu tidak mungkin! Dari pembuatan saja sudah beda. Kita lebih fokus untuk pengguna wanita, sedangkan Reno pengguna lelaki." "Bisa, Pah. Dan Sela akan membuat perusahaan kita juga memproduksi motor custom lelaki." "Kamu gila, Sela? Bagaimana bisa begitu? Kita tidak ada basicnya." "Papah tenang saja, pokoknya tau beres. Itu semua biar jadi urusan Sela, tenang saja." "Papah gak akan bisa tenang Sela. Kita jangan gegabah untuk segala hal." "Pah, tenang. Ada Reno, semua pasti beres. Sela akan merayu lelaki itu untuk bisa mewujudkan keinginan Sela." "Kamu sudah gila, Sela?" "Gak dong, Pah! Ini semua Sela lakukan demi perusahaan kita, Pah. Sela mau perusahaan kita maju seperti perusahaan Reno. Sela sudah bilang 'kan? Akan membuat perusahaan tandingan. Sudahlah, Papah tau beres saja." "Saat ini, yang sedang aku pikirkan adalah, bagaimana caranya agar membuat lelaki itu bertekuk lutut dalam waktu yang cepat." Sela melirik papahnya dan seakan mendapatkan ide gila. "Kenapa kau melihat Papah seperti itu?" "Papah tau kok caranya!" Senyumnya penuh arti. "Maksudmu?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN