20. GEROBAK SAMPAH KUNING

2103 Kata
"Gue capek banget By, gue mau istirahat dulu, lo lanjutin sendiri aja sana," kata Marcell dengan napas yang berujung memburu dan tersengal-sengal. Berdecak sebal, Weeby menurunkan tong sampah yang kini berada ditangannya, lalu menatap kesal ke arah Marcell yang tengah duduk bersandar pada tembok. Sangat kentara jika cowok itu memang kelelahan, keringat sudah membanjiri pelipis dan lehernya. "Ini baru lima kelas, dan lo udah capek? malu sama gue yang cewek dong," pinta Weeby menggebu, berjalan mendekat ke arah Marcell, dan menarik lengan seragam cowok itu agar lekas berdiri. "Sumpah By, gue nggak bohong, capek banget nih, tulang berasa remuk semua," desis Marcell pelan, memasang ekspresi memelas. "Gue tau lo capek, gue juga sama capeknya. Tapi masih ada dua puluh lima kelas yang belum kita kunjungi dan buang sampah mereka, buruan bangun! Kalo mau cepet selesai, lo jangan nunda kayak gini." Weeby segera menendang kaki Marcell karena cowok itu belum kunjung menuruti perintahnya. "Tersiksa banget sih hidup gue, lelah kali By, lo ngerti lelah nggak, sih?" "Orang dari tadi nyerocos mulu mana mungkin nggak kecapean, makanya jangan gangguin gue mulu. Kayak gitu kan lo jadinya!" "Bukan cuma itu doang, dari tadi kita udah bolak balik ke pembuangan sampah di belakang sekolah, capek tau By. Mana letaknya jauh banget lagi," omel Marcell, lalu ia segera berdiri, sedikit memijit lengan tangannya yang terasa nyeri dan pegal. "Kalo lo mampu, coba bawa sekaligus ke sana." Weeby langsung berkacak pinggang. "Ngomong mah gampang, kalo gitu ayo kita cari!" "Cari apaan?" Tersentak kaget, Weeby terus menatap ke arah Marcell lurus-lurus. Marcell kembali memutar tubuhnya menghadap ke belakang setelah dua langkah berjalan, "cari Bumblebee lah," jawab Marcell singkat. Kening Weeby masih menyerngit, otaknya belum kunjung paham, masih loading. Diamnya Weeby seperti itu membuat Marcell berinisiatif untuk menjelaskan. Sebelum itu, Marcell membuang napasnya dengan frustrasi. "Bumblebee, gerobak sampah yang sering dibawa pak Jojo kalo mau ngangkut sampah," jelas Marcell panjang lebar. Bukan tanpa alasan Marcell menyebut kereta sampah itu dengan sebutan Bumblebee, memang lantaran benda itu berwarna kuning, seperti film action yang pernah ia tonton di TV. Weeby hanya mengangguk, sekarang ia sudah mengerti, Weeby juga sering kali melihat tukang kebun sekolah itu memungut sampah dari satu kelas ke kelas yang lain. Ya, dengan benda itu, Weeby dan Marcell dapat menghemat waktu karena sampah dapat dikumpulkan terlebih dahulu menjadi satu dan dibuang sekaligus nanti, tidak seperti yang sekarang dilakukan, membuangnya satu per satu tong, mondar mandir ke sana kemari. Membuat tubuh remuk dan perlu cairan lebih karena dehidrasi. Sepuluh menit, mereka berdua masih mondar mandir, menjelajah ke seluruh sudut sekolah, mencari Bumblebee, alias gerobak sampah kuning. Namun nasib masih s**l, gerobak itu tidak kunjung terlihat. "Ngeselin banget tuh Bumblebee, dicariin malah ngilang!" gerutu Weeby, ia kini berkacak pinggang. "Sudah berubah jadi mobil kali, terus kabur karena kita lagi cari dia." "Betul juga sih, secara lo sama gue kan mau jadikan dia sebagai penopang sampah, mana mau tuh dia," balas Weeby singkat, otaknya sudah geser gara-gara terlalu lama berdekatan dengan Marcell. "Betul banget apa kata lo, pasti dia ngumpet nih, ayo cari," perintah Marcell, mempercepat langkahnya tanpa menoleh ke belakang, di mana Weeby ada di sana. "Kok otak gue ketularan gresek kayak elo sih ini." Weeby mengentakkan kakinya kesal ke tanah, memanyunkan bibirnya. Meladeni dan terus berdekatan dengan Marcell membuat pikirannya teracuni. "Nggak usah nyerocos, ayo cari Bumblebee dulu," omel Marcell, sedikit menengok kepalanya ke belakang, pada sampai detik ke tiga barulah ia kembali fokus pada jalanan di depan sana. Kaki kecilnya sudah mulai lelah, lelah karena mencari kereta sampah nyebelin itu. Kalau tahu begini jadinya, Weeby lebih memilih membawa tong sampah satu persatu menuju limbah pembuangan. Sudah merasa capek, pekerjaan belum selesai pula, ish ngeselin banget sumpah. Senyum Marcell spontan mengembang dengan lebar, lalu binar wajahnya menatap Weeby penuh antusias. Dari raut wajah Marcell, Weeby dapat meneliti kalau ada sesuatu dibalik ekspresinya itu. "Emang, usaha nggak akan mengkhianati proses, ayo ambil!" "Ambil apaan?" tanya Weeby cepat, ia masih bingung. "Bumblebee lah, b**o amat sih elo. Emang dari tadi lo nyari apaan? Duit jatoh?" Marcell mendesah berat, lalu berkacak pinggang. Lemparan sorot mata tajamnya turut ia hunuskan dan tepat menancap dimanik mata Weeby. "Mana?" Weeby sudah antusias, mendongakkan wajahnya, menjelajah mencari benda yang sedari tadi dicari-cari. Namun, tiba-tiba saja wajah berbinar Weeby berubah menjadi murung, lalu ia kembali menatap Marcell. "Seharusnya gue curiga sama elo sebelumnya, mana ada gerobak sampah kuning itu? Dasar tukang tipu muslihat!" "Ye! Gue nggak nipu lo anjir, nah lihat tuh!" Marcell menunjuk kereta berwarna kuning yang menyelusup diantara pohon-pohon kecil, tetapi memiliki daun yang sangat rimbun. Ekor mata Weeby mengikuti ke mana arah telunjuk Marcell pergi, ia pun lalu nyengir kuda. Memang benar apa yang dikatakan Marcell, benda ada di sana! "Tunggu apa lagi, buruan jalan. Pake acara molor segala lagi!" gertak Marcell dengan sarkas, menampol pipi Weeby, lalu tertawa terbahak sembari mulai menjejalkan kakinya. "Nyebelin banget tuh cowok, gue ceburin ke sungai biar di makan hiu baru tau lo," maki Weeby dengan suara minim, sengaja agar Marcell tak mendengarnya. "Gue denger lo ngomong apa, lagian di sungai mana ada hiu, yang ada malah naga di sana," celetuk Marcell asal, ia memang mendengar decih suara Weeby yang memaki dirinya. Pendengaran Marcell patut diapresiasi dan diacungi dua jempol. "Lo malah lebih ngawur, mana ada naga di sungai?" "Ada." "Nggak ada." "Lo nggak percaya sama gue By?" "Emang, otak lo ada didengkul soalnya." "Ada, lo nggak lihat sih, jadi lo nggak tahu apa-apa." "Emang lo pernah lihat naga di sungai gitu?" kata Weeby seraya menyipitkan sudut matanya. Berjalan cepat, menyeimbangi derap langkah Marcell. "Ada, gue lihat dibuku cerita pas gue baca waktu kecil," balas Marcell singkat, dua detik selanjutnya ia langsung terkikik pelan, apalagi ia menyadari raut wajah Weeby yang berubah kesal. "Itu cuma cerita karangan orang, hasil imajinasinya, mana gue percaya!" "Eh, lo jangan kayak gitu lho By, ceritanya bagus banget loh, lo jangan ngejek gitu, entar kena karma baru tau rasa lo!" "Karma? Kapan gue ngejek?" Emosi Weeby naik pitam. "Iya, mitosnya orang yang nggak percaya bakalan jadi seekor naga kalo malam hari. Sukurin lo!" Weeby semakin kesal dibuat Marcell, ia menggeram frustrasi, raut wajahnya sudah semerah kepiting rebus. Bisa-bisanya Marcell menakuti dirinya seperti itu. "MARCELL! LO EMAMG HALAL BUAT DIMAKI-MAKI YA!" Marcell hanya terkekeh mendengar ucapan Weeby yang terdengar sangat kesal. Lalu detik berikutnya, ia melihat sesuatu. "Ye! dicariin juga, tau-tau di sini aja lo!" Marcell mengomel pada kereta sampah kuning, ia menepuk dengan keras ke badan benda mati itu, dan hasilnya tentu aja gerobak sampah itu tidak merespons, hanya diam di tempat saja. "Pokoknya lo harus nurut sama gue, awas aja kalo lo kabur dan ngumpet lagi, gue bakalan buang elo ke sungai biar dimakan sama naga," ancam Marcell lagi, terus menggerutu. Aneh-aneh saja dengan kelakuan abstrud Marcell, jelas sekali Bumblebee hanya diam saja. Marcellnya saja yang otaknya udah geser. "Mana dia nyahut omongan lo, kalo b**o, ya udah b**o aja, nggak usah ketololan kayak gitu." Weeby emosi, kelakuan Marcell memang seperti orang gila, berbicara dan mengomel sama benda mati seperti itu membuat Weeby tambah jengkel saja. "Serah gue dong, ngapain lo yang sewot coba?" Jari jemari Weeby sudah mengepal, ingin rasanya memukul wajah menyebalkan Marcell itu. Ingin menonjok dengan membabi buta, namun kemudian Weeby teringat, ia harus sabar ketika bersama Marcell. Oleh sebab itu, Weeby lantas menghela napasnya panjang, berusaha agar berjalan dengan normal seperti sedia kala. "Udah-udah, buruan ambil tuh, kita harus cepet sebelum bel istirahat berbunyi, gue nggak mau malu buang-buang sampah gini dan ditatap orang-orang." "Nggak lo juga, gue juga sama, buruan naik." Setelah mengambil gerobak itu beberapa saat, Marcell berusaha menghirup udara dalam-dalam. Siapa sangka, butuh kekuatan ekstra untuk menarik Bumblebee yang terjerembab di sana. "Naik? Ke situ? Nggak mau gue." Gelengan kepala dengan cepat turut Weeby keluarkan untuk menolak perintah Marcell secara mentah-mentah. "Buruan, udah nggak ada waktu lagi. Lo naik aja biar cepat," ujar Marcell lagi, kali ini lebih ditekankan agar Weeby menurut. "Nggak mau, gue bantuin elo dorong aja biar cepat, kalo gue naik, lo malah kesusahan buat dorong ini," alibi Weeby, padahal seratus persen ia ketakutan. "Nggak bakal, gue kuat, gue cowok kalo lo lupa. Tenaga gue gede," sahut Marcell dengan sombong. Marcell ya tetap Marcell, kalau apa yang ia inginkan belum juga terwujud, ia akan berusaha dan bersikukuh untuk mendapatkannya. Seperti sekarang ini contohnya, terus menerus membujuk supaya Weeby naik ke gerobak, walaupun Weeby terus memberontak, tetapi nyatanya Marcell tak kunjung menyerah. "Gue takut, lo kan suka usil sama gue, nanti lo malah dorong sampai gue nyungsep lagi, gue nggak mau itu terjadi." Weeby sudah membayangkan yang tidak-tidak, sikap Marcell yang selalu usil membuat Weeby selalu waspada. Marcell memutar malas kedua bola matanya, lalu membuang napasnya dengan berat. "Gue ngelakuin hal kayak itu juga kenal sama tempat kali. Lo nggak lihat situasi kali ini kayak apa? Kita lagi dikejar waktu, dan lo malah mikir gue ngelakuin yang enggak-enggak. Udah buruan naik, cepat! Gue nggak bakal usil, dan lo nggak perlu takut atau ragu." "Ya gue kan waspada, orang elonya aja yang suka ngerjain gue, wajar lah gue mikir gitu." Weeby mengerucutkan bibirnya, masih diam berdiri, tidak mau melangkah maju. "CEPETAN NAIK, NGGAK ADA WAKTU LAGI BY!" Weeby langsung terkesiap, kaget. Membulatkan matanya begitu lebar, secepat kilat ia langsung berlari tergopoh-gopoh, dan akhirnya ia sudah naik ke atas gerobak sampah. "Ih Marcell, gue malu kalo ada yang lihat!" Weeby memegangi gerobak itu, takut jika dirinya goyah dan berakhir jatuh. "Nggak bakalan, belum istirahat juga." "Tapi pasti kan ada siswa lain yang keluar kelas, nggak mungkin juga mereka terus di dalam sana," kata Weeby dengan suara gemetar. "Ah, lo banyak bacot deh, bisa diem napa sih, kalo elo terus nyerocos begini, gimana hukuman kita bakal selesai?" Marcell mendadak tegas, sementara Weeby langsung tercekat, mengunci mulutnya dengan rapat. "Pegangan, gue mau dorong nih, takut jatuh," perintah Marcell lagi, Weeby masih diam, menurut dengan anggukan kepala singkat. Dua detik berikutnya, Bumblebee sudah mulai bergerak karena sudah didorong oleh Marcell, sangat pelan tetapi membuat jantung Weeby berdebar tak karuan. Sepanjang perjalanan, Weeby menatap ke bawah, masih menutup mulutnya. Weeby sangat mewanti-wanti apabila dirinya jatuh. "Berat badan lo berapa sih By?" tanya Marcell, Weeby langsung menoleh ke belakang, dan mendapati Marcell yang masih tengah mendorong gerobak kuning itu. "Kenapa? Elo capek karena gue naik di sini? Kalo gitu turunin gue aja, gue malah seneng kok," ujar Weeby, wajahnya sedikit menatap Marcell kesal. "Nggak usah turun, malah tambah lama kalo berhenti lagi." Weeby menghela napas kasar, "kalo gitu ngapain elo tanya berat badan gue segala?" "Gue mau ngomong kalo lo itu kerempeng banget, gue juga sanggup kalo gerobak ini menampung sepuluh orang kayak lo ini." "Terserah lo Cell, gue capek ngomong sama lo." Weeby sudah lelah, ia tidak mau memperpanjang masalah lagi, sebab itulah perkataannya ia tekankan supaya Marcell berhenti mengoceh dan menggoda dirinya. Eh ralat, maksudnya mengganggu dirinya. GUK! Pendengaran Marcell langsung terusik, keningnya sudah berkerut, lantas dengan gerakan cepat ia menoleh ke belakang untuk memastikan apa yang didengarnya barusan sesuai yang ada yang didalam pikirannya. Tangan Marcell seketika bergetar, sorot matanya juga sudah berubah menjadi bola, sangat terkejut. Marcell kemudian mengerjap, mengedipkan matanya beberapa kali. Namun, apa yang dilihatnya memang sangat nyata. "Marcell, kenapa Bumblebee semakin kenceng jalannya, nggak usah cepet-cepet, gue takut jatoh soalnya," omel Weeby, ia masih setia berdiri di gerobak, sorot matanya menatap ke depan. Boro-boro mendengar nasihat Weeby, orang Marcell sedang sibuk menahan ketakutannya. Napasnya sudah memburu begitu saja, keringat dingin tiba-tiba keluar dari pelipisnya. "Ih Marcell kenapa lo tambah kenceng, udah gue bilang kalo gue itu takut!" omel Weeby semakin keras, dan semakin kencang pula eratan tangannya pada gerobak itu. GUK GUK! "ASTAGA ADA ANJING!" Marcell berteriak begitu heboh, kecepatan larinya kini seperti kecepatan motor. Di kejar oleh hewan satu ini memang sangat menyebalkan, apalagi anjing itu terlihat sangat ganas, sorot matanya tajam dan merah seraya menjulurkan lidahnya keluar saat berlari mengejar Marcell. "BY PEGANGAN YANG KENCENG, KITA LAGI DI KEJAR ANJING!" "Anjing?" Merasa kebingungan, Weeby refleks menoleh ke belakang, begitu sudah menatap ke sana, Weeby malah berteriak dengan nyaring. Sekarang ia malah menyuruh Marcell untuk menambah kecepatannya larinya agar anjing menyebalkan itu tidak lagi mengejar. Seluruh tenaga sudah Marcell keluarkan, pasokan udara yang tertampung di paru-paru sudah mulai mengikis. Weeby tidak bisa diam, melompat ketakutan sembari menjerit histeris. "Marcell, ayo buruan. Gue takut banget," jerit Weeby tak habis-habisnya memerintah Marcell, mengomel jika cowok itu sangat lemah untuk ukuran para cowok lantaran gerobaknya tidak berjalan dengan kencang. Sekarang yang Weeby takutkan hanya kejaran anjing yang membabi buta, tidak lagi takut jatuh atau sebagainnya. Marcell yang mendorong gerobak pun, sedari tadi sudah ngos-ngosan. Wajahnya memerah. Bisa saja Marcell memberhentikan gerobak itu sekarang juga dan lekas berlari, tetapi Marcell kasihan pada Weeby kalau dirinya melakukan hal itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN