07. WEEBY PINGSAN

1790 Kata
"Sini kamu!" Suara Andika langsung saja menusuk gendang telinga Weeby ketika ia baru saja menutup pintu depan. Panggilan itu, Weeby sudah tahu pasti akan membawanya ke arah mana. Sudahlah, memang dasarnya ini kesalahan dirinya. Weeby harus tegar dan siap menerima hukuman jika Andika berkehendak. Weeby langsung melangkah maju mendekati sang Ayah yang duduk di sofa ruang tamu. Sorot mata Weeby sama sekali tidak berani menatap laki-laki tegas itu, ia hanya menundukkan kepalanya dalam-dalam seraya mengendalikan degup jantungnya yang masih bergejolak tak tentu atah. "Ini apa?!" Andika menggertakan botol kecil yang berisi obat ke atas meja. Suara nyaring baru saja terdengar. "Weeby lupa bawa obat Yah, tadi pagi emang lagi buru-buru banget," elak Weeby, berusaha menyelamatkan dirinya dari amukan mencengkam Andika. "Alasan aja kamu, kalo tau kayak gitu, kenapa nggak persiapkan dari tadi malam?! Kamu emang sengaja, kan biar nggak minum obat ini? Jujur nggak?!" Emosi Andika meluap, ia bangkit dari duduknya, sorot matanya terus saja menghujam Weeby tanpa henti. "Enggak Yah, Weeby nggak ada pikiran kayak gitu kok. Maafin Weeby, ya yah?" mohon Weeby, suaranya bergetar bak seperti orang yang kedinginan.. "Ayah bakal beri kamu pelajaran karena udah menyepelekan perintah ayah, kalo dibiarin gitu aja, kamu bakal semakin senang dan ngelakuin hal ini lagi." Andika memutuskan secara sepihak untuk memberi hukuman pada Weeby. Tidak bisa mengelak dan membantah, Weeby hanya diam seribu bahasa serta kembali memasang telinga lebar-lebar untuk mendengan ocehan Andika selanjutnya. "Minum obat ini lima sekaligus, SEKARANG!" perintah Andika dengan tegas. Weeby sampai terkejut dibuat olehnya. Mata Weeby spontan terbelalak lebar, ia tidak salah dengar apa kata ayahnya barusan, kan? Weeby hampir saja tak percaya dengan itu. Kenapa Andika selalu menyiksa dirinya seperti ini? Bukannya mengonsumsi obat secara berlebihan tidak baik bagi tubuh? Sebenarnya Weeby itu anak kandung ayahnya atau bukan? Dan apa tujuan Andika melakukan perbuatan kejam ini kepada Weeby? Sungguh, Weeby tidak tahu apapun. Mulut Weeby masih menganga, memakan obat sekaligus itu bukanlah solusi yang baik. "Tapi Yah, Weeby kan—" Ucapan Weeby terpaksa berhenti karena Andika langsung menyelanya dengan perkataan pedas. "Nggak ada tapi-tapian. Buruan minum!" ulangnya lagi. Sepertinya Andika tidak mau jika ucapannya dibantah, laki-laki setengah baya itu ingin meminta Weeby segera melakukan perintahnya. Bagaimana ini? Weeby tidak mau organ tubuhnya setiap hari semakin mengikis hanya karena mengonsumsi obat yang tidak jelas asal usulnya itu. Mata tajam Andika terus saja menghujamnya tanpa henti, Weeby pasrah. Membuang napasnya perlahan, ia mulai melenggang menuju dispenser yang berada tidak jauh dari sang ayah berdiri. Setelah satu gelas air mineral berada di tangannya, Weeby kembali ke tempat semula. Pandangannya ia alikan ke arah Andika, berusaha memasang ekspresi memelas supaya laki-laki kejam itu membatalkan niatnya menyuruh Weeby untuk menekan lima butir obat sekaligus. Namun, tidak mungkin hal itu akan terjadi, Weeby tidak punya harapan sama sekali, sekali Andika berujar, perkataan yang keluar dari mulutnya tidak pernah main-main. Kecerobohan yang berakhir fatal seperti ini harus selalu dihindari. Weeby memejamkan matanya sebentar, lalu tangannya bergerak dan mengambil botol kecil di atas meja. Dengan perasaan getir, Weeby berusaha kuat menelan obat itu satu persatu ke dalam mulutnya, ia begitu mengasihani dirinya sendiri. Bagaimana kalau suatu saat dirinya akan sakit akbiat sering mengonsumsi obat ini, akankah Andika mau bertindak dan bertanggung jawab? Entahlah, Weeby masih belum menemukan titik terang motif dari ayahnya itu. Yang pasti, hal ini terjadi sudah beberapa bulan yang lalu, tepat pada saat Weeby mau menginjak kelas sebelas SMA seperti sekarang ini. Setelah menelan lima obat sekaligus itu dengan susah payah, Weeby meletakkan botol kecil dan gelas yang sudah kosong di atas meja, ekor matanya kembali menatap ayahnya yang masih saja menatapnya dengan kilatan api kemarahan. "Tapi besok Weeby nggak usah minum obat ini kan, Yah?" tanya Weeby hati-hati. Bagaimanapun juga ia harus membela dirinya. Andika menggeleng kelewat tegas, "nggak, nanti malam kamu juga harus minum lagi!" Begitu ucapan itu keluar, hati Weeby langsung mencelos. Lagi? Ah, Weeby sudah kesal dengan ini semua. "Tadi Weeby kan udah minum lima sekaligus yah, Weeby bisa sakit kalo terus-terusan makan obat ini," titah Weeby lirih. Sorot matanya sendu. Tak mempunya hati sama sekali, Andika malah berujar ketus kembali, "nggak ada alasan, buruan masuk ke kamar. Kalo nantu malam kamu nggak minum, siap-siap aja dapat hukuman dari ayah lagi." Dengan lesu, Weeby berjalan dengan gontai menuju kamarnya. Weeby sangat benci dengan situasi sekarang ini, benci dengan nasibnya yang buruk ini, benci dengan dirinya sendiri, dan yang paling tidak terlupakan, Weeby sangat benci dengan Andika, ayah kandungnya yang tidak mempunyai hati nurani secuil-pun. keesokan paginya. Dengan gerakan cepat, Weeby mengambil ponselnya yang berada di atas nakas, sedari tadi benda itu asik bernyanyi dengan nyaring, berusaha membujuk Weeby supaya bangun dari tidurnya. Setelah tangannya sudah menemukan benda canggih itu, Weeby langsung menekan tombol dan seketika alarm ponselnya sudah senyap. Weeby menggeliat, mengumpulkan sisa-sisa nyawanya kembali. Setengah sadar, Weeby duduk ditepi kasur, pandangannya seketika langsung kabur. Oke, ini hanya bangun tidur, dan Weeby sering merasakan pusing ketika bangkit dari alam bawah sadarnya. Dengan berjalan lemas, Weeby menuju kamar mandi dan lekas mandi. Sepuluh menit cukup bagi Weeby untuk merendam dirinya dengan aliran air hangat, bergegas ia keluar dari kamarnya setelah sudah mengenakan seragam sekolah. Tidak seperti biasanya, Weeby seketika langsung pening. Ia pikir, ini hanyalah pusing biasa yang setiap hari dirinya dapatkan setelah bangun tidur. Namun, kali ini sungguh berbeda, Weeby tidak bisa menahannya lagi. Pening dikepalanya semakin bertambah. Dengan segenap susah payah, ia keluar dari dalam rumah. Weeby tidak mau terlambat masuk sekolah. Weeby juga tidak peduli kalau perutnya masih belum terisi. Tidak lama berselang, Weeby sudah mengendarai motornya membelah jalanan ibu kota yang masih lumayan sepi. Pandangan Weeby masih saja berkunang, berulang kali ia mengerjap dan mengedipkan matanya, namun pusing dikepalanya masih saja menghantui. Setelah sampai di sekolah dan memakirkan motornya di tempat parkiran seperti biasa, Weeby tidak langsung turun dari kendaraan itu, ia memejamkan kepalanya sekejap, kepalanya kini bertambah pusing saja. Weeby benar-benar pening setengah mati, pandangannya masih saja mengabur. Ini semua tentu saja terjadi, Weeby terlalu banyak mengonsumsi obat pada malam tadi. Weeby sama sekali tidak tahu efeknya akan sebesar ini. Dengan segenap pertahanan yang masih melekat ditubuhnya, Weeby turun dari motornya dan mulai berjalan menuju kelasnya. Kaki-kaki kecilnya terasa sangat berat ketika menaiki anak tangga. Pertahanan Weeby hampir saja goyah kalau ia tidak langsung memegang penyangga tangga. Keringat dingin bercucuran keluar dari leher dan pelipisnya, padahal ini masih pagi hari. Tampilan cewek itu juga tidak seperti biasa, benar-benar berbeda sekali dari Weeby sebelumnya. Rambutnya sedikit berantakan, bibirnya juga terlihat pucat saat ini. "Weeby, lo sakit? Kok lo pucat gini sih?" Netta langsung menyerbu Weeby setelah Weeby sudah duduk di bangkunya. Mau menjawab pertanyaan itu saja mulut Weeby terasa kaku, tidak bisa dibendung lagi, Weeby menidurkan kepalanya di atas meja. Merasa tingkah Weeby sangat aneh, Netta segera memalingkan wajahnya ke samping, menatap Kenya yang masih memandangi Weeby dengan gelisah. "Weeby kayaknya lagi nggak bisa di ganggu, yuk pergi aja Net," Komentar Kenya, tanpa ada penolakan, Netta menganggukkan dagu dan memilih menjauh dari Weeby. Masih dalan keadaan yang sama, fisik Weeby sangat lemah untuk pagi hari ini. Teman-teman kelasnya yang lain juga menatapnya dengan raut wajah keheranan. Tidak ada Weeby yang seperti biasanya. Cewek itu sedari tadi hanya memejamkan matanya rapat-rapat. "Molor terus!" Tiba-tiba Marcell datang, suaranya yang keras itu sama sekali tidak digubris oleh Weeby. Marcell meletakkan tasnya diatas meja, lalu memalingkan wajahnya ke arah samping. Mendapati Weeby yang sama sekali tidak bergerak membuat Marcell mengerutkan keningnya. Tidak biasanya Weeby diam seperti itu setelah Marcell merecokinya. "Bangun woy, masih pagi juga!" Marcell menggoyangkan pundak Weeby dengan gerakan cepat. Tidak ada balasan, Marcell memutar bola matanya, "bodo amat By, gue nggak ngurusin lo lagi. Kalo ada guru gue nggak akan bangunin lo. Tanggung aja nasib lo sendiri," cetus Marcell menggebu-gebu. Marcell berusaha tidak peduli lagi, ia kini terfokus pada ponselnya. Namun, ia merasa kesal melihat Weeby yang masih tidur di sebelahnya, hal itu terus saja merenggut perhatiannya. "Gue gelitikin lo dulu kali ya biar bangun!" kata Marcell cuek. "By, lo ngambek sama gue apa memang tidur beneran?" Marcell kembali menggoyangkan badam Weeby semakin keras. "Lo mati atau cuma tidur sih? buset dah. Dipanggilin nggak nyaut-nyaut, bibir gue bisa monyong entar By," kesal Marcell. Hampir saja Marcell dibuat marah dengan Weeby yang sama sekali tidak ada pergerakan sama sekali. Marcell merasa ada kejanggalan, digoncangkan tubuh Weeby sekali lagi, hingga kini wajah Weeby dapat dilihat olehnya. Seketika mata Marcell melotot, kerutan terpatri didahinya. Weeby pingsan? Marcell hampir saja tidak percaya dengan hal itu, tetapi melihat Weeby yang terkulai begitu saja seperti itu membuat Marcell mengecek suhu tubuh Weeby. Dahi Weeby terasa sangat hangat, lalu dengan segenap hati ia berusaha sekali lagi membangunkan Weeby, namun masih sama saja. Weeby bergeming, tak membalas ucapan Marcell. Cewek itu tidak bergerak. "Woy, Weeby pingsan nih," teriak Marcell dari bangkunya. Tentu saja suaranya yang keras itu menyita perhatian semua siswa di kelas. Selang beberapa detik saja, semua sudah mengerumuni bangku Marcell, mereka juga sama, berusaha membangunkan Weeby, tapi tetap saja nihil. Disitu, Netta dan Kenya yang paling panik. "Cell, lo buruan bawa Weeby ke UKS gih," perintah Netta, setelah mengecek suhu tubuh Weeby. Kini terasa sangat panas. "Gue?" Marcell terkejut, ia menunjuk dirinya dengan jarinya. "Iya sana buruan, biar Weeby istirahat di sana." Kenya menimpali. "Ogah ah, berat anjir bawanya, lagian dia pingsan juga bukan salah gue." Marcell cuek, lalu memutar bola mata, dan dilanjutkan dengan melipat kedua tangannya didepan dadanya. "Jangan kayak gitu Cell, Weeeby pingsan tau, gih buruan sebelum nggak bernyawa tuh," komentar Erza yang berdiri tepat disamping Marcell. "Kalo gitu lo aja sana, kenapa nyuruh-nyuruh gue segala?" Marcell masih bertahan pada pendiriannya, tidak mau membawa Weeeby ke UKS. Tidak sampai di situ, Marcell lalu dapat seribu hujatan dan makian dari siswa yang lain. Menghela napasnya panjang-panjang, Marcell akhirnya setuju. Bukan alasan ia melakukan itu, ini semena-mena karena dirinya tidak mau pusing mendengar celotehan teman kelasnya yang berisik hingga menusuk gendang telinga. "Iya-iya, gue bangun nih," cecar Marcell tak ikhlas, dengan berat hati ia memandangi Weeby dan tidak lama kemudian Weeby sudah berada di gendongannya. Marcell menggendongnya ala bridal style. "Jangan diapa-apain tuh anak orang Cell, mentang-mentang Weeby cantik dan masih pingsan nanti bibir loh nyosor lagi." Novan menepuk pundak Marcell, sementara Marcell langsung melototkan matanya lebar-lebar. "Dasar rese lo ah, Weeeby sama sekali nggak bikin gue kepincut," maki Marcell, kakinya ia tendangkan hingga mengenai kaki Novan, seketika Novan langsung mengaduh kesakitan. Hal itu membuat Marcell tersenyum sinis. "Nyebelin nih cewek, berat juga rupanya." Marcell memperbaiki posisi Weeby agar nyaman digendongannya. Setelah itu, buru-buru Marcell melenggang keluar dari kelas. "Kenapa lo pingsan sih, jadi boring gue di kelas By," umpat Marcell kesal, diliriknya wajah cantik Weeby yang masih memejamkan matanya. Sudut bibir Marcell langsung tercetak, ia tersenyum kecil. "By, kenapa lo bau obat banget sih," ucap Marcell lagi, dan tentu saja Weeby tidak merespons ucapannya. Weeeby masih pingsan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN