12. MURID SORTIRAN

2137 Kata
Marcell berdecak sebal, lantaran aktivitas bermain video game yang sedari tadi ia mainkan terpaksa harus dihentikan karena bel rumahnya berbunyi. Berulang kali Marcell mencoba tidak menghiraukan, namun semakin lama bunyi bising dari bel rumahnya itu membuat telinga Marcell berdengung. Dengan langkah kaki malas, Marcell beranjak dari sofa ruang tamu menuju pintu. Siapa gerangan orang yang datang ke rumah malam-malam begini? Begitu pintu sudah terbuka dengan sempurna, Marcell spontan membulatkan kedua bola matanya, ia terkejut bukan main. "Ngapain lo berdua ke sini?!" sentak Marcell memandangi wajah Erza dan Novan secara bergantian. "Kita berdua ini tamu loh, masa ada orang berkunjung lo malah marah-maeah gitu, apalagi tamunya cowok ganteng kayak gue," cengir Erza sembari mengangkat kedua jari telunjuk dan tengahnya ke udara membentuk huruf V. Berdecih kecil seraya memutar malas kedua bola matanya, Marcell kembali menyahut, "sebenarnya lo berdua ada keperluan apa ke sini? Malam malam pula tuh." Tanpa menunggu persetujuan dari Marcell, Erza dan Novan langsung memasuki rumah Marcell. "Kalian berdua jawab pertanyaan gue dulu,"sambar Marcell sembari mengikuti langkah kaki kedua sahabatnya yang berjalan menuju sofa. "Gue mau main lah, bosan di rumah," celetuk Novan setelah ia mendaratkan bokongnya di sofa. "Nggak boleh, sana pergi!" Marcell mencengkeram pergelangan tangan Novan dan menyeretnya untuk keluar dari dalam rumahnya. Namun Novan tidak mau menurut, ia justru malah memberontak. "Nggak sopan lo sama tamu Cell," omel Erza sembari menggelengkan kepalanya. "Bodo amat, gue tau tipikal kalian berdua. Gue udah kapok ijinin kalian masuk ke rumah gue lagi." Marcell tiba-tiba teringat kejadian saat Novan dan Erza main ke rumahnya dulu, pada saat itu mereka berdua mengacak-ngacak kamar Marcell hingga sangat berantakan. Tidak heran jika Marcell tidak sudi menerima tamu jika tamu yang datang adalah dua sejoli itu. "Pergi lo berdua, apa perlu gue panggilan satpam dulu?" Marcell berkacak pinggang sembari menatap kedua sohibnya dengan kilatan mata tajamnya. "Daripada emosi gitu, mending kita main game, sana lo buatin kita minuman dulu!" perintah Novan pada Marcell sembari menunjuk ke arah dapur dengan dagunya. Marcell memejamkan matanya sebentar, lalu membuang napas gusarnya berulang kali. Untung saja mereka adalah sahabatnya, kalau tidak, sudah habis tulang belulang yang berada di raga mereka. "Dasar tamu nggak tau diuntung lo berdua, awas aja kalo gue kembali dan ruangan ini jadi berantakan, jangan harap nyawa lo berdua selamat," ucap Marcell serius. "Idih, s***s amat bang," gumam Erza sembari terkekeh ringan. Tidak lama kemudian, Marcell kembali ke ruang tamu dengan membawa tiga gelas air putih dan camilan ringan yang ia beli beberapa waktu yang lalu. Marcell menghempaskan tubuhnya di sofa dengan lega setelah menaruh semua minuman dan camilan di atas meja. "Pelit amat sih lo Cell," gerutu Erza setelah memandangi hidangan yang Marcell bawa. "Apanya?" Marcell tak terima, kini ia duduk dengan tegap, menatap Erza dengan sorot mata tajam. "Masa tamu di kasih air putih doang, terlalu pelit itu!" komentar Novan pula. Marcell memutar bola mata, tingkah Novan dan Erza itu sungguh merenggut emosinya. "Lo berdua itu cuma tamu, jadi nggak boleh protes apa yang disuguhkan oleh tuan rumah, kalian berdua paham?" "Rumah segede ini, lo kasih kita cuma air putih doang, cih pelit lo nggak ketolong," decih Novan lagi, mencibir Marcell terus-menerus. "Terus lo berdua maunya apa? s**u, sirup, atau air got?" tanya Marcell dengan penekanan diakhir kalimat yang ia ucapkan. Setelah itu Marcell menggelutukkan giginya lantaran terlalu kesal dengan segala tingkah sahabatnya itu. "Ya kali air got, sirup aja gih sana, gue rasa semangka, kalo lo mau rasa apa Van?" Erza memandangi Novan untuk meminta jawaban. "Gue air s**u aja, tapi susunya nyokap lo boleh?" Novan terkekeh, sementara Marcell yang mendengar perkataan Novan barusan langsung membulatkan kedua bola matanya lebar-lebar. Tidak sampai di situ, Marcell mengambil bantal sofa yang ada di samping tempat duduknya, lalu melemparkannya dengan kuat sampai mengenai kepala Novan. "Sakit anjir!" omel Novan sembari mengaduh kesakitan. "Iya iya, gue ikutan Erza aja, sirup semangka yang paling enak rasanya," ucapnya dalam satu tarikan napas. Kemudian tatapannya beralih menatap Erza yang sedang mengacungkan jempol ke arahnya. "Lo nungguin apa lagi?! Buruan buatin!" gertak Novan tak sabar lantaran Marcell masih bertahan pada posisinya. Untuk sekian kalinya Marcell membuang napasnya, lalu setelah itu ia harus mengatur napasnya agar tidak terlalu memburu, "sirup semangka ndasmu, mana ada di rumah gue, jangan ngada-ada!" maki Marcell kesal, ia mengentakkan kakinya ke lantai lantaran kesal setengah mati. "Ya udah kalo nggak ada ganti susunya nyokap lo aja, itunya nyokap lo kan gede tuh Cell," kata Erza sembari tertawa terbahak. "Dasar nggak tau malu lo! Sana lo minggat aja dari sini daripada bikin gue emosi mulu," cecar Marcell menggebu-gebu. "Ya elah Cell, kita cuma becanda kali, ya, kan Za?" Perkataan Novan seratus persen mendapatkan anggukan dagu dari Erza. "Betewe nyokap lo mana Cell, kok tumben nih rumah sepi, gue baru nyadar," kata Novan sembari menyapu pandangan rumah besar milik keluarga Marcell. "Keluar kota, ada urusan. Mungkin beberapa minggu ke depan gue di rumah sendirian," jawab Marcell santai, kembali menyadarkan punggungnya disandaran kursi karena sudah terlalu lelah bertengkar dengan Erza dan Novan. "Yah, rugi banget hidup gue." Tiba-tiba saja Novan menampilkan mimik wajah cemberut, air mukanya mendadak teduh. "Lo emang kenapa?" Erza menyenggol lengan Novan dengan sikutnya. Novan yang mendapati perlakuan seperti itu spontan langsung menoleh pada Erza, "yah gue sedih karena nyokap Marcell nggak ada di rumah, coba kalo ada, gue kan bisa kedip-kedip mata manja," terang Novan dengan enteng, sedetik kemudian ia nyengir kuda. Dengan refleks Marcell langsung duduk dengan tegap sembari melempar tatapan garang pada dua sejoli itu yang asik tertawa dengan terbahak. Marcell sungguh emosi melihat hal itu. "Dasar tamu laknat, nih buat lo berdua!" Marcell kemudian mengambil dua gelas berisi air putih yang berada di hadapannya, lalu tak segan-segan ia menyiram mereka dengan kasar hingga mengenai baju mereka berdua. Spontan tawa Novan dan Erza yang melayang diudara langsung redup, mereka begitu shock dengan tingkah Marcell yang diluar dugaan itu. "Marcell, lo apa-apaan sihl?" Novan seketika langsung emosi, lalu ia mengusap-usap bajunya yang sudah basah. "Ngeselin emang, nggak sopan banget sama tamu lo Cell." Kini giliran Erza yang menggerutu. Senyuman sinis Marcell tercetak dengan jelas, ia sama sekali tidak menyesal dengan perbuatannya. "Mana mungkin gue sopan kalo tamu yang datang kayak lo berdua? Cuih, nggak sudi gue," kata Marcell dengan tegas."Rasain tuh akibatnya!" ujarnya lagi hingga Novan dan Erza mengerucutkan bibirnya berbarengan. Keesokan harinya di sekolah. Di dalam kelas, Marcell memayunkan bibirnya, tingkah laku kedua sahabatnya tadi malam masih saja menyita otaknya untuk kembali memikirkan hal itu. Marcell sangat muak dengan Erza dan Novan. Tak lama kemudian matanya menangkap dua cowok itu yang sedang berjalan ke arahnya, Marcell segera memutar malas kedua bola matanya. Kesal? Sudah pasti. "Cell, kita ke kantin yuk, gue laper banget nih, kalo lo ikut kan lumayan. Nanti lo goda tuh Bu Endah biar kasih diskon kayak biasa," celetuk Erza senang. Marcell melempar tatapan sinis, "nggak, lo pergi aja sana sendiri. Gue nggak ikut," balasnya ketus. "Yah, ayo dong Cell, nggak asik lo," cecar Novan pula dengan nada suara kecewa. "Gue bilang enggak ya enggak, telinga lo masih berfungsi, kan?" Marcell memutar bola matanya, lalu melipat kedua tangannya didepan d**a bidangnya. "Ya udah kalo nggak mau, tapi ingat, kalo nyokap lo udah balik dari luar kota, lo hubungin gue." Spontan Marcell langsung membentuk matanya menyerupai bola ketika mendengar penuturan yang terlontar dari mulut Novan, "mau apa lo?" tanyanya garang. "Mau itu lah," jawabnya santai. Marcell sudah bersiap melempar sepatu miliknya pada Novan, namun Novan sudah berlari terbirit-b***t diekori Erza meninggalkan bangku Marcell. Terpaksa Marcell memasang sepatu miliknya lagi, ia benar-benar kesal dengan tingkah kedua sahabatnya itu. Marcell tidak habis pikir kenapa ia bisa bertemu dengan mereka dan menjadi sahabatnya. Rasa-rasanya Marcell ingin menjitak kepala Novan dan Erza satu persatu. Menghela napasnya frustrasi, Marcell memilih mengedarkan pandangannya ke sekitar. Sekarang, Weeby sudah tidak ada disampingnya. Detik selanjutnya, Marcell melihat Weeby yang sudah duduk dibangku dengan Uti. Ah, Marcell sungguh kesal. Sekarang apa boleh buat, ia tidak bisa menggangu Weeby lagi. Tanpa sadar, Marcell sudah berdecih dan mengerang kesal. Weeby kemudian menoleh ke arah Marcell, sekadar memastikan apakah cowok itu baik-baik saja saat dirinya sudah tidak duduk disebelahnya lagi. "Apa lo lihatin gue? Gue emang ganteng." Weeby segera memutar malas kedua bola matanya, saat tatapan matanya sudah terjalin kontak dengan manik mata Marcell, Marcell malah berucap dengan garang. "Siapa yang liatin lo, nggak usah ge-er ya!" Weeby mendelikkan matanya jengkel. "Awas aja kalo lo kangen duduk sama gue," kata Weeby seraya menunjukkan senyum miringnya. "Gue emang kangen kok," lugas Marcell cepat. "Udah gue duga." Weeby lalu tersenyum remeh pada Marcell. "Iya, kangen gangguin lo maksudnya." Setelah kata terakhir itu meluncur dengan mulus dari bibir Marcell, tak lama berselang cowok itu sudah tertawa terbahak-bahak. Tentu saja hal itu merenggut emosi Weeby. Melihat Marcell yang asik terpingkal seperti itu membuat Weeby kesal. Sementara itu, ditempat lain, Resti sekarang kesepian, tanpa Lina dan Indah membuat dirinya kesal. Yang sedari tadi dilakukannya hanya diam, sambil sesekali mencoret bukunya dengan asal. Benar-benar berbeda dari Resti biasanya. Resti memang sengaja belum pindah kelas, Iyo karena Bu Lila belum menyusul dirinya dan mengantarkannya pergi ke kelas yang akan menjadi tempat barunya. Resti langsung mengangkat kepalanya dari meja saat Pak Sutoyo, guru bahasa Indonesia memasuki ruang kelasnya. "Resti, kamu ditunggu Bu Lila di luar." Dan yah, inilah akhirnya Resti harus cabut dari kelasnya. Dengan malas, ia berdiri dari duduknya dan menarik tas miliknya. Kembali ke Marcell dan Weeby. Biasanya, jika masih pagi seperti ini, Weeby akan bertengkar dengan Marcell. Entah kenapa Weeby malah merasa kesepian tanpa itu semua. Untuk beberapa detik ia menyapu pandangan ke arah bangku Marcell, cowok itu duduk sendirian sembari sibuk bermain ponsel. Weeby spontan tersenyum tipis, Marcell terlihat sangat fokus. Detik selanjutnya Weeby memilih untuk fokus menatap ke depan. Weeby langsung tercekat, membulatkan matanya lebar-lebar ketika melihat Resti masuk ke dalam kelasnya. Weeby tahu bahwa cewek itu begitu terkenal di sekolah ini. "Anak-anak, semuanya diam, ada informasi yang mau ibu sampaikan ke kalian semua." Sekarang barulah Weeby sadar saat kelas dalam keadaan senyap, dan tidak biasanya hal itu terjadi. Bu Lila melanjutkan ucapannya. "Di sini, kalian akan mendapatkan siswi baru, sortiran dari kelas lain, semoga kalian bisa berteman dan saling menghargai satu sama lain" Guru Bk itu menatap Resti sesaat kemudian, "sekarang, kamu kenalan dulu, lalu duduk di bangku yang kosong ya," perintah Bu Lila dan mendapati anggukan dagu dari Resti. Cewek itu begitu terpaksa. "Halo semuanya, kenalin nama gue Resti, dan gue rasa kalian udah kenal gue siapa. Ada yang mau ditanyakan?" Semuanya tidak ada yang angkat tangan, entah karena takut atau malah berurusan dengan cewek itu. Singkat waktu, akhirnya Bu Lila pun keluar dari dalam kelas, sementara Resti mencari bangku yang kosong. Ekor mata Weeby mengikuti Resti yang tengah menuju ke bangku kosong. Dan tentunya, kursi kosong itu hanya tersisa satu, yaitu disamping Marcell. Weeby melihat Resti yang sedang melenggang ke arah bangku Marcell. Weeby akui jika wajah Resti sangat cantik kalau dilihat. Pada saat Resti duduk disamping Marcell, Weeby buru-buru membuang muka ke sembarang arah karena bola mata Marcell mengarah ke arahnya. Weeby tidak mau dibilang bahwa dirinya sering melirik Marcell. Tidak sudi jika hal itu terjadi. Dengan senyuman yang mengembang sempurna, Marcell menatap Resti yang sekarang menjadi teman bangkunya. "Hai, gue boleh duduk di sini, kan?" tanya cewek berambut lurus itu. Marcell menganggukkan dagunya sebanyak dua kali. Setelah cewek cantik itu mendaratkan bokongnya dibangku, ia langsung menoleh pada Marcell lalu tersenyum. Marcell tidak menanggapi hal itu. Namun, sebisa mungkin ia bersikap normal. "Kenalin gue Resti. Lo Marcell, kan?" Resti menjulurkan tangannya. "Iya gue Marcell, dan gue udah tau nama lo kok, kan di depan lo udah kenalan tadi," jawab Marcell dengan frontal hingga membuat Resti tertawa canggung. Bener juga sih. Marcell kemudian melanjutkan, "lo yang waktu itu suka nyuruh adik kelas di kantin." Resti hanya mengendikkan pundaknya, tak peduli. Ia memilih untuk memutar topik pembicaraan. "Gue lihat-lihat lo ganteng juga, ya?" "Oh tentu, Marcell gitu lho," ucap Marcell dengan nada suara tinggi, ia kemudian menepuk dadanya sebanyak dua kali, tidak sampai di situ, Marcell juga membusungkan badannya ke depan, berniat menyombongkan diri. Resti menganggukkan kepalanya berulang kali. "Alis lo tebal banget, cantik." Mendengar hal itu, Marcell segera mencebikkan bibirnya. "Kok cantik sih, ya ganteng lah," omel Marcell, ia tengah berpura-pura tidak paham dengan maksud Resti. Tidak mungkiri, Resti sedikit terhibur berinteraksi dengan Marcell, padahal ia ingat pas di kantin waktu itu, Marcell sangat menyebalkan. "Maksud gue, alis lo emang cantik, gue baru nyebut ganteng kalo lihat muka lo," tegas Resti memberi maksud apa yang tadi diucapkannya. "Lo nggak pura-pura muji gue, kan?" Resti yang mendadak terlihat bingung. Kerutan yang terpatri di keningnya sudah mengisyaratkan itu semua. "Iya, lo ganteng kok, gue nggak bohong, buat apa sih?" jawab Resti pada akhirnya. "Ya siapa tahu lo mau ambil hati gue biar gue ngijinin lo duduk disamping gue. Dan oh ya, emang nggak ada yang bilang gue jelek sih, gue emang ganteng dari lahir kok." Resti tersenyum, asik juga berbincang dengan Marcell, pikirnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN