05. PERDEBATAN

1925 Kata
Waktunya bagi semua siswa mengisi perutnya di kantin karena bel istirahat sudah berdendang dengan merdunya memenuhi penjuru kelas. "Res, cilok-nya Pak Imam aja yuk, gue lagi pengin nih," ucap Indah yang sudah bangkit dari duduknya. "Kalo gue sih ngikut aja, kalo lo gimana Lin?" Resti bertanya pada Lina yang masih sibuk dengan ponselnya, Lina mendongak dan memandangi wajah Resti beberapa detik, lalu ia pun berucap, "ya gue ngikut lo berdua aja, yang penting cacing diperut gue diem, dari tadi udah gigit-gigit daging nih," ucapnya asal sambil nyengir. "Eh gaes, lo berdua ke kantin aja deh dulu. Pesenin gue juga, gue mau ke toilet bentar, oke?" ijin Resti. "Aduh Res, lo kayaknya demen banget ke toilet, gue ragu nih. Jangan-jangan di sana memang ada wifi lagi," ucap Indah seraya membayangkan apabila hal itu memang benar adanya. "Ngaco lo, udah ah gue pergi dulu biar cepet, lo berdua juga buruan pergi sana," perintah Resti sembari mengibaskan tangannya. "Ya aelah Res, emang lo lupa kita siapa? Nggak usah takut nggak kebagian tempat, kita datang aja mereka udah pada cabut, gila emang, gue ngerasa jadi penjahat yang paling ditakuti di muka bumi aja," ujar Lina penuh dengan tawa. Tidak lama berselang, Resti mulai melenggang meninggalkan Indah dan Lina, lalu ia segera melangkah menuju bilik toilet, jaraknya lumayan cukup dekat dari dalam kelasnya. Di lain tempat, Weeby juga tengah berjalan ke arah toilet, setelah sampai di tempat itu, Weeby mengecek seluruh toilet siswa, barangkali ada seseorang di sana. Weeby tidak mau ada yang tahu atas tindakan yang akan dilakukannya. Pokoknya tidak boleh ada yang mengetahuinya, sekalipun sahabat terdekatnya sendiri. Beruntung, Weeby adalah satu-satunya orang yang berada di toilet, setelah mengecek semua bilik, ia tidak menemukan siapa pun. Menengok ke kanan kiri sesaat, lalu Weeby mengambil obat dari dalam sakunya. Sebelum menelan obat itu, Weeby menghela napas berat. Entah kenapa jika mau meminum obat, Weeby selalu teringat akan gertakan dan paksaan dari Andika. Laki-laki kejam yang tega membuat anaknya seperti itu. "Lo minum obat apaan?" Suara itu? Suara yang yang sangat familier yang biasa masuk ke gendang telinga Weeby. Setelah menelan obatnya susah payah, lantas Weeby langsung menoleh ke belakang. Dadanya naik turun tak beraturan, orang itu telah mengagetkan Weeby. "Lo ngapain di sini?" tanya Weeby, raut wajahnya terlihat gelisah ketika mendapati Marcell sudah berada di dekatnya. Tapi bagaimana bisa? "Gue tanya sama elo, ngapain minum obat? Perasaan lo baik-baik aja tuh," seloroh Marcell seraya melipat kedua tangan didepan d**a bidangnya. Punggung lebarnya ia sandarkan di tembok belakang. "Ih lo keluar sana, ini toilet cewek. Haram bagi lo buat masuk ke sini!" omel Weeby keras. Mampus gue, Marcell udah tau gue minum obat! "Nggak usah ngelak, gue tanya sama lo sekali lagi, lo minum obat apaan? Coba gue lihat!" ucap Marcell, ia benar-bebar ingin tahu. "Eh lo jangan mendekat ke gue!" Seketika Marcell menghentikkan langlah kakinya, sedetik kemudian ia memicingkan satu alisnya, ia sungguh bingung dengan perilaku cewek di hadapannya ini. "Ini cuma obat diare biasa kok, sana lo pergi! Lagian kenapa lo bisa ke sini sih?!" Weeby memutar bola matanya kesal. Ia terpaksa berbohong kali ini. "Gue ngikutin lo," jawab Marcell enteng. "Ha? Emang gue kenapa? Nggak usah ngikutin gue, emang lo pengawal gue, ha?" "Gerak-gerik lo mencurigakan tahu, lagian kenapa tadi lo buka-buka semua pintu toilet, mau ngecek apaan lo? Dan kenapa harus di sini kalo lo emang minum obat diare, aneh banget tahu nggak?!" cecar Marcell menggebu-menggebu. Weeby spontan langsung dibuat bungkam oleh cowok dihadapannya ini. Ia menggigit bibir bawahnya. Otaknya tidak mau merespons dan memberi ide untuk mengelak lagi. Sangat menyebalkan sekali. "Udah ah minggir, gue mau pergi!" Weeby langsung menerobos pergi, ia meninggalkan Marcell di tempat. Cowok itu menatap kepergian Weeby dengan mata memicing, sebelum akhirnya ia mengendikkan bahunya tak peduli. "Bodo amatlah, mending gue pergi ke kantin." Sesampainya di kantin, Marcell langsung memesan makanan yang ia inginkan. "Bu Endah! Kasih abang Marcell diskon dong, katanya Bu Endah baik hati orangnya," rayu Marcell pada penjual Kantin yang menjual gorengan, kerap kali di sapa Bu Endah oleh siswa-siswi di sini. "Aduh, mas Marcell nih kebiasaan banget, kayaknya sering tuh Ibu kasih diskon," ucap Bu Endah sembari terkekeh ringan, perempuan yang sudah menginjak umur kepala empat itu sedang membolak-balikkan gorengan di wajan yang masih belum matang. "Iya sih Bu, tapi lagi dong. Biar pahala Ibu tambah banyak, nanti masuk surga loh, Ibu kan bisa tentram di sana. Terus, nanti Ibu di kasih imbalan gorengan sepuluh kali lipat lebih gede. Nah, enak kan, Bu?" Marcell terkekeh ringan diakhir kalimatnya. Bu Endah hanya bisa terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. "Ya udah, rayuan andalan-nya mana nih?" Marcell langsung bersorak ria, "Bu Endah nih cantik banget deh, kayak Prilly Latuconsinna, kasih diskon dong Bu!" seru Marcell riang, dan tanpa sadar ia sudah mendapati tontonan dari para siswa. Tak sedikit pula yang terkekeh melihat tingkah konyol Marcell yang sedang merayu Bu Endah. Beberapa menit setelah itu, Marcell kembali ke tempat duduknya, bergabung bersama Erza dan Novan. "Gimana Cell, lo berhasil nggak?" tanya Erza ketika Marcell sudah duduk di sampingnya, cowok berkulit putih itu seketika langsung menghadap ke arah Erza dengan tebaran senyum yang menggembirakan. "Siapa dulu, Marcell gitu loh. Pasti berhasil lah, emangnya elo!" Marcell terkekeh ringan. Mendengar ucapan Marcell barusan membuat Erza spontan mengerucutkan bibirnya hingga beberapa senti ke depan. Gila, si Erza bisa ngambek juga rupanya! "Makan gorengan banyak nih, asek!" Marcell kembali berseru. "Cie, ngambek nih ceritanya, jadi makin sayang deh," goda Novan seraya mencolek dagu Erza dengan gemas. Namun, selang beberapa detik Erza langsung menepisnya dengan kasar. "Jijik woy!" tukas Erza tak terima mendapati perlakuan konyol dari Novan. Novan hanya menggelengkan kepalanya, Erza sangat mudah dibuat marah. Hal itu pula kadang-kadang menjadi sasaran empuk saat kegabutan mulai menyerang Novan maupun Marcell. Novan menyipitkan matanya, lalu ekor matanya beralih menatap Marcell yang masih tertawa. "Cell, tuh Resti lagi ngapain?" Marcell menatap Novan dengan sorot matanya yang masih mengarah pada objek di balik punggung Marcell. "Nggak ada urusannya sama gue kali," balas Marcell tak acuh. Ia tidak ada niatan untuk sekadar menoleh ke belakang. Jelas Marcell tahu siapa Resti, semua anak di sekolah ini mengenal cewek satu ini. "Ya elah, lo lihatin dulu napa," dengkus Novan mulai risi dengan tingkah Marcell yang selalu saja tidak peduli pada keadaan sekitar. Merasa kesal dengan perkataan Novan yang seperti emak-emak kos yang menagih hutang, Marcell akhirnya menoleh ke belakang. Dahinya tiba-tiba langsung mengerut, ekor matanya menatap Weeby lekat-lelat dari bangkunya. Jaraknya yang lumayan tidak terlalu jauh dengan cewek itu, membuat Marcell dapat mendengar apa yang dia katakan. "Sana, lo pesenin gue mi ayam tiga, pedes semua, dan jangan lupa yang paling penting nggak pake lama!" ucap Resti pada seorang cewek di hadapannya. "Tapi aku mau ke kelas kak, bentar lagi mau ulangan soalnya. Aku mau belajar," bantah cewek itu, raut wajahnya memelas. Dari penampilan yang dilihat, cewek itu sepertinya masih kelas sepuluh. "Bentar doang, yaelah. Lo berani nolak permintaan gue?" Sorot mata Restu terlihat menakutkan, bola matanya hampir saja keluar jika ia melotot seperti yang sekarang ia lakukan. "Iya kak, mohon maaf sebelumnya. Tapi sekarang aku lagi buru-buru kak." Cewek itu menundukkan kepalanya, bibir bawah ia gigit kuat-kuat. "Lo sama aja berani sama gue, selama ini belum ada yang membantah apa yang gue minta asal lo tahu itu. Gue ini Resti, pemimpin THE ROSE, lo tau itu nggak?!" Resti menggebrak meja, jari telunjuknya menunjuk cewek itu. Tidak lama setelahnya, Resti sudah menjadi bahan tontonan. Tidak ada yang berani ngomong hanya sekadar membela cewek yang sedang Resti tuding itu. Satu hal yang mereka hindari, tidak mau berurusan dengan Resti. "Nih uangnya, cepetan pergi!" Resti menyodorkan uang didepan cewek itu, baru saja cewek itu mau mengambilnya, seketika uang itu disambar oleh seseorang yang baru datang. Bola mata Resti refleks menoleh ke samping, tiba-tiba ia menatap heran kenapa Marcell ada di sini. Tak hanya Resti saja yang menonjol, Marcell juga sangat terkenal di sekolah ini. Apalagi dengan wajahnya yang ganteng itu. "Balikin duit gue!" Resti berusaha mengambil uang uang direbut oleh Marcell. Namun, usahanya sama sekali tidak membuahkan hasil. Marcell mengangkat tangannya tinggi-tinggi hingga uang itu tidak dapat diraih oleh Resti. Menyebalkan, Resti mencebikkan bibirnya, "lo nggak usah ikut campur urusan kita, ya!" Lina berseru lantang. Namun, balasan Marcell yang hanya menyunggingkan senyum remeh membuat Lina menggeram. Lina merotasikan bola matanya dengan kesal. Tatapan Marcell beralih menatap cewek yang sempat Resti suruh tadi, "lo balik ke kelas aja, buruan!" ucap Marcell, cewek itu langsung berbinar memandangi Marcell dan lekas tidak membutuhkan waktu lebih lama, ia langsung membelah kerumunan dan menghilang dalam kejapan mata. Sorot mata Resti langsung mendelik, menatap Marcell dengan amarah meluap-luap. "Ih lo apa-apaan sih? Nggak usah ikut campur kenapa? Urus aja hidup lo sendiri!" Resti menatap wajah Marcell dengan tajam, setelah itu ia berdecih kecil. Marcell selalu saja mengganggunya. Marcell hanya mengendikkan bahunya, kemudian ia kembali ke tempatnya semula, ia tidak peduli dengan Resti yang sepertinya masih marah kepadanya. Hingga singkat waktu, jam pelajaran pun kembali di mulai, mengharuskan semua siswa-siswi pergi ke kelas masing-masing. Marcell mencondongkan tubuhnya ke arah Weeby yang duduk disampingnya. "By, lo masih marah sama gue?" tanya Marcell dengan satu alisnya yang tertarik ke atas. Sebelum menukas, Weeby mendesah pelan, "Maksud lo apa-apaan sih tadi pas istirahat, kalo ada yang lihat lo dan gue di satu toilet yang sama, bisa mampus entar! Lo mau kita dituduh yang enggak-enggak?" tuding Weeby, pikirannya kembali mengingat kejadian di toilet. "Abisnya tindakan lo aneh banget, lo kayak mencurigakan gitu, ya udah deh gue ikutin lo aja, jawab Marcell enteng sembari mengeluarkan napas panjang. "Lo ngeselin banget, awas aja kalo lo gitu lagi, gue bakal gebukin lo biar babak belur!" Marcell tersenyum miring. "Ngancem gue nih rupanya?" "Duh nyerocos terus sih lo dari tadi, pusing gue dengernya, mending lo diem aja deh yang anteng. Marcell tersenyum kecut, "ya udah deh, gue bakal kunci mulut gue rapat-rapat ini, tapi sebagai gantinya, lo nggak boleh lagi nyalin tugas dari gue, deal?" Marcell mengulurkan tangannya ke hadapan Weeby untuk berjabat tangan, tapi cewek itu langsung menghindar dan menyembunyikan tangannya dibelakang tubuhnya. "Eh, lah gue nanti nyalin siapa dong kalo gitu?" "Netta sama Kenya, lo bisa nyalin punya mereka," balas Marcell cuek. "Halah nggak ada harapan, yang ada tuh mereka yang nyalin tugas gue!" gerutu Weeby, ia lalu memandangi Netta dan Kenya yang masih bergelut dengan ponselnya masing-masing. Dua detik kemudian, sorot mata Weeby terfokus pada Marcell lagi. "Nyebelin banget lo emang jadi cowok, ya udah gue nyerah. Yang penting gue bisa nyalin tugas lo," cecar Weeby kemudian. "Nggak mau, keputusan gue udah bulat, sukurin lo!" Marcell terkekeh kecil, lalu ia mengeluarkan lidahnya setelah berbicara seperti itu. "Ih nggak mau, lo nggak boleh gitu pokoknya," rajuk Weeby lagi. Ia menggoyangkan bahu Marcell, hingga cowok itu terkekeh. "Iya iya, bawel banget sih lo." Akhirnya Marcell menyerah, namun setelah itu ia tersenyum kepada Weeby. "Lo emang terbaik deh, makasih." Weeby mencubit kedua pipi Marcell dengan gemas, berulang kali Marcell meracau meminta Weeby melepaskan cekalan tangannya. "Tapi ada syaratnya!" "Apa? Marcell lagi dan lagi tesenyum jahil, membuat Weeby spontan menyipitkan matanya. "Lo cium bibir gue!" Plak! Dengan cepat Weeby memukul bibir Marcell dengan tangannya, membuat cowok itu langsung melotot. Weeby tersenyum sinis, "makan tuh!" "Sakit anjir! Gila banget lo nampar bibir gue yang ganteng ini." "Biarin aja, itu hadiah buat lo yang ngomongnya suka ngasal." Marcell mendengkus kasar. "Gue cuma becanda elah, serius amat nanggepinnya? Lagian mana mau gue dicium sama lo! Mulut lo bau jigong By." "Marcell, lo mau gue gampar lagi ya?!" Weeeby sudah mengangkat tangannya, siap melayangkan sebuah pukulan maut untuk Marcell. Marcell melototkan matanya. "Eh iya-iya, ampun By ampun, nggak lagi deh janji." Senyuman sinis Weeby kini menghiasi bibirnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN