Setelah melewati dua jam penerbangan, Arya dan Luna sampai di Bali. Mereka yang sudah reservasi hotel online langsung menuju ke lokasi untuk beristirahat. Peresmian perusahaan Arya akan berlangsung esok hari. Jadi, mereka masih memiliki waktu untuk sekedar memanjakan diri dengan pemandangan indah yang tersedia di sana.
Setibanya di hotel, Arya langsung meminta izin pada Luna untuk beristirahat di kamarnya. Sementara Luna memutuskan untuk berkeliling hotel untuk mengecek fasilitas di sana. Apakah sesuai dengan deskripsi yang dia baca di internet.
Ternyata semuanya memang sesuai dengan harga. Ada kolam renang pribadi, mini bar, ruang pertemuan, tempat makan, dan lain sebagainya. Rasanya kalau bukan bersama Arya, Luna akan sayang untuk menyewa hotel semahal itu.
Dari sekian fasilitas yang ada, Luna memutuskan untuk menikmati kolam renang pribadi yang tersedia di sana. Letaknya ada di depan kamar tidurnya. Antara kolam renang, dan kamar hanya dibatasi dengan pintu kaca.
Wanita itu membuka kopernya, dan mengeluarkan baju renang seksi berwarna merah menyala untuk dikenakan. Luna lantas menanggalkan pakaiannya, dan menggantinya dengan baju renang tersebut.
Dia berjalan ke arah luar, dan langsung menceburkan diri ke dalam kolam. Sensasi segar langsung menyapa tubuhnya, mengingat udara siang hari yang lumayan terik. Luna sangat menikmati waktunya. Dia hampir lupa kalau kedatangannya ke Bali untuk bekerja, bukan berlibur.
Sementara itu, Arya yang kamarnya bersebelahan dengan Luna tanpa sengaja membuka tirai pintunya. Pemandangan yang dia lihat langsung membuat lelaki itu menutup kembali tirainya dengan cepat.
Sebagai lelaki dewasa, dia kagum dengan kemolekan tubuh Luna, tetapi di sisi lain, dia juga sadar kalau dia tidak boleh memandangi tubuh wanita itu terlalu lama. Tentu saja Arya tahu di mana posisinya. Selain dia bos Luna, dia juga sudah memiliki istri, yang itu berarti, dia harus menjaga pandangannya.
"Seharusnya Luna bilang kalau mau berenang, dengan begitu aku tidak perlu melihat dirinya berpakaian seperti itu. Sebaiknya aku mencuci muka sekarang. Setelah itu, aku akan pergi ke luar untuk menjernihkan pikiran." Arya berkata-kata seorang diri. Lelaki itu kemudian bergegas ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya.
Malam harinya, Arya mengundang temannya untuk datang ke hotel tempatnya, dan Luna menginap. Namanya Danu. Mereka berteman sudah lama, sejak masih sama-sama duduk di bangku sekolah menengah atas. Sampai hari ini, hubungan keduanya tidak terputus. Walaupun mereka berbeda tempat tinggal. Arya di Jakarta, dan Danu menetap di Bali.
Luna ikut andil dalam menyambut kedatangan Danu. Dia menyiapkan minuman, dan beberapa makanan kecil. Kebetulan pertemuan mereka dilakukan setelah jam makan malam. Arya juga mengatakan pada Luna kalau dia akan sedikit mabuk malam ini untuk merayakan pertemuannya kembali dengan Danu.
"Istri kamu, Ar?" tanya Danu saat Luna baru saja meninggalkan mereka berdua.
"Bukan. Dia asisten aku yang baru. Istri aku nggak bisa aku ajak ke luar kota, Nu. Jadwalnya lebih padat dariku," curhat Arya.
Lelaki itu mulai menuangkan minuman ke dalam gelasnya, dan meneguk isinya beberapa teguk.
"Cantik banget asli asisten kamu, Ar. Body-nya juga seksi. Bolehlah kamu kenalin dia ke aku," celetuk Danu yang matanya mengekori kepergian Luna.
"Inget istri, Nu. Kamu dari jaman SMA nggak berubah, ya. Masih saja playboy."
Bisa dibilang, Arya mengetahui banyak hal tentang Danu. Karena mereka memang sangat dekat. Dari waktu mereka masih sekolah, Danu memang kerap gonta-ganti pasangan. Dia memanfaatkan kekayaan orang tuanya, dan wajahnya yang kebetulan tampan untuk menggoda para gadis.
Arya dan Danu merupakan dua pribadi yang saling bertolak belakang. Berbeda dengan Danu yang penggoda, Arya lebih memilih untuk menjadi lelaki yang setia. Dia bahkan tidak pernah pacaran selama masih SMA.
"Itulah yang seharusnya kita lakukan, Ar. Kita punya uang, kita punya kuasa. Walaupun sudah menikah, aku terkadang bosan juga. Sesekali aku masih suka jajan di luar," cerita Danu tanpa sungkan.
"Astaga! Gila kamu, Nu. Mending cepetan tobat, sebelum kena azab," ledek Arya sambil tertawa.
"Lagian kamu terlalu polos dari dulu, Ar. Kalau aku jadi kamu, punya asisten cantik bahenol kayak gitu, udah aku jadiin simpenan. Lumayan, kan. Bisa buat pengisi waktu luang di saat istri kamu lagi ke luar kota."
"Aku enggak berminat, Nu. Mikirin satu wanita saja aku sudah pusing, bagaimana kalau lebih? Lagipula dia masih muda, masa depannya masih panjang. Aku mana bisa seperti kamu yang tidak memperhitungkan masa depan seseorang?"
"Itulah, kamu terlalu lurus, Ar! Ngomong-ngomong besok jadi launching perusahaan parfum kamu yang di Kuta?" tanya Danu yang akhirnya mengalihkan topik pembicaraan mereka.
"Iya, jadi. Besok kamu datang ya, Nu. Walaupun aku kurang antusias."
"Loh, kenapa? Kata kamu peluangnya bagus, kenapa malah tidak semangat begitu?"
"Wajar kan kalau aku ingin mendapat support dari istriku? Sebagai lelaki yang sudah menikah, aku ingin bisa dimengerti sedikit saja oleh pasanganku, tetapi semakin ke sini, istriku semakin mengabaikan ku. Dia sibuk dengan urusannya sendiri. Bahkan sampai urusan ranjang dia tidak mau tahu."
Arya mencurahkan isi hatinya. Meneguk habis isi gelasnya, dan kemudian mengisinya lagi. Malam ini, dia ingin melepaskan semua beban yang memenuhi isi kepalanya.
"Separah itu? Dan kamu masih setia sama dia? Astaga Arya! Kamu terlalu polos, atau bodoh, sih? Entah kenapa aku jadi mikir kalau istri kamu itu punya selingkuhan di luar sana. Makanya dia nggak peduli lagi sama kamu."
Danu ikut-ikutan meneguk isi gelasnya, mengisinya lagi, dan menghabiskan isinya kembali.
"Kamu jangan buat aku semakin kalut dong, Nu. Selama ini aku sempat mikir gitu, tapi aku tepis. Masa kamu malah bikin aku ragu lagi? Dia nggak mungkin gitu."
Arya tetap pada keyakinannya. Dia tidak ingin berpikir macam-macam soal Inara. Apalagi mereka menikah bukan karena paksaan. Inara juga mencintainya. Dia hanya terlalu sibuk, itu saja.
"Jangan terlalu percaya, Ar. Dia sudah terbiasa dengan dunia luar, bisa saja dia menemukan seseorang yang memiliki daya tarik lebih dari kamu. Daripada pusing, mending kamu juga cari pelampiasan. Untuk apa bertahan setia kalau nyatanya kamu diselingkuhi. Rugi lah!"
"Ck! Lagi-lagi kamu pikirannya ke sana. Soal masalah ranjang aku masih bisa atasi. Lagipula, sebelum ada bukti kalau istriku selingkuh, aku tidak akan berbuat apapun. Sudahlah, enggak usah ngomongin istriku lagi. Lebih baik kita habiskan semua minuman ini. Aku beli spesial buat kamu, Nu."
"Kayak kuat minum aja kamu, Ar. Palingan sebentar lagi juga sudah keok."
"Aku ngaku kalah kalau soal ini. Pada dasarnya aku memang enggak suka minum, Nu. Kali ini aku mau minum karena memang kepalaku lagi penuh."
"Ya makanya, kalau dikasih solusi itu didengarkan."
"Solusi kamu sesat," sahut Arya sambil tertawa.