Kemarahan Sintya

1306 Kata
“ Gak usah nolak rezeki, tidak baik, naiklah,” Arman yang dari tadi memperhatikan pun ikut bicara. Ucapannya begitu tegas berwibawa, membuat Najwa pun tidak bisa menolaknya. “ Tapi pak, motor saya gimana?” tanya Najwa kebingungan. “ Gak usah Khawatir, biar Fadil yang membawanya ke tambal ban, sekalian mengantarkan ke pabrik.” Sebenarnya Najwa malas kalau harus berhubungan lagi dengan dokter Fadil. Tapi apa daya, demi menghormati Pak Dewa Najwa pun tidak bisa membantah. Tanpa berkata lagi, Najwa masuk kedalam mobil Pak Dewa. “ Maaf Pak saya jadi ngerepotin bapak,” ucap Najwa setelah berada di dalam mobil. “ Udah gak usah sungkan begitu. Oh iya Najwa, ini kenalkan Pak Arman Dirut baru sekaligus pemilik PT Samudera Jaya Garment,” jawab Pak Dewa sambil memperkenalkan Arman. “ Oh maaf pak saya tidak tau, jadi tolong maafin saya kalau ada Bahasa yang kurang sopan tadi.” Najwa kembali meminta maaf. Walau pun sebenarnya tidak ada yang perlu di maafkan juga. “ Sudah gak apa – apa, lagian kamu tidak berbuat salah apa pun terhadap saya,” jawab Arman menenangkan hati Najwa. Sementara Pak Dewa sepertinya sedang mengirim pesan pada Fadil untuk membawa motor Najwa ke tempat tambal ban. Setelah selesai, Pak Dewa pun menjalankan mobilnya menuju pabrik. Tidak ada percakapan diantara mereka bertiga. Semua hening tanpa ada suara sepatah katapun. Mungkin kecanggungan yang dirasakan Najwa saat ini pun datang. Bagaimanapun juga, satu mobil dengan para petinggi perusahan membuatnya sedikit tegang. Setelah sampai di Pabrik, Pak Dewa menghentikan kendaraannya di depan gerbang. Karena tujuan kali ini mengantar Arman membeli mobil di dealer. Najwa pun turun sambil tak lupa mengucapkan terima kasih pada Pak Dewa dan Arman atas tumpangannya. “ Wow, satu mobil dengan pemilik pabrik. Mimpi apa kamu semalam?” goda Resty sambil menabrakan bahunya ke bahu Najwa. “ Apaan sih, gak jelas banget,” ucap Najwa sambil memasukan ID Card nya sebagai syarat untuk absen masuk kerja. “ Justru jelas, dan sangat – sangat jelas tuan putri. Aku lihat kamu turun dari mobil Pak Dewa, dan disampingnya da Pak Arman.” Ucapan Resty kali ini didengar oleh beberapa karyawan pabrik lainnya. Hingga membuat Najwa jadi pusat perhatian. “ Kamu ngomong gak dijaga sama sekali, tuh liat, semua pada memandang kearah aku, dasar temen gak ada akhlak,” ucap Najwa sedikit kesal. “ Lah memangnya kenapa? Biarin aja mereka mau ngeliatin kamu seperti itu, jutru kamu harus bangga jadi pusat perhatian, nona manis,” ucap Resty santai. “ Gimana ceritanya kamu bisa bareng sama pak Dewa?” tanyanya penasaran. “ Sebenarnya hal itu terjadi karena motorku pecah ban di depan gerbang komplek rumahku. Kebetulan kan pak Dewa rumahnya satu komplek denganku, jadi pada saat aku tengah bingung mencari tambal ban, Pak Dewa lewa dan menawariku tumpangan. Awalnya aku nolak. Tapi pak Arman memintaku untuk tidak menolak rezeki katanya jadi aku nurut aja, lagian kalau gak nurut aku bisa gak masuk kerja lagi hari ini,” jelas Najwa. “ Terus motor kamu? Kamu taro dimana?” “ Nanti dianterin dokter modus kemari,” jawab Najwa sambil melangkah masuk kedalam pabrik dengan Langkah terburu buru karena sudah ada tanda mulai masuk kerja. Namun Najwa tidak sadar kalau dari tadi ada yang memperhatikannya. Dia adalah Sintya salah satu staf personalia yang tidak sengaja tadi pagi lewat komplek tempat najwa tinggal. Tujuan Sintya pagi itu adalah ingin menemui dokter Fadil. Namun tanpa disengaja melihatnya tengah jogging Bersama Najwa. Hati Sintya pun merasa terbakar. Karena Sintya memang menaruh hati sama dokter Fadil. Dan Melihat kejadian itu Sintya merasa kalau Najwa berusaha merebut calon kekasihnya. Ditambah lagi dengan kejadian barusan. Didepan mata Sintya melihat Najwa turun dari mobil Pak Dewa yang tiada lain adalah Ayah dokter Fadil. Apalagi saat pak Dewa mengatakan kalau dokter Fadil akan menjemputnya pulang kalau motorna belum selesai di tambal. Hatinya tambah panas seperti terbakar. Rasa cemburu pun datang begitu saja. Tanpa pikir Panjang Sintya pun masuk kekantornya dan lagsung menuju ruang kerja. Jabatan sebagai kepala Manager HRD yang kini di sandangnya, membuat sifatnya sombong dan angkuh. Padahal semua tahu kalau jabatan itu didapatnya karena sang ayah merupakan salah satu direktur di perusahaan. Dan dengan jabatan sang ayah itulah membuat Sintya langsung diangkat Manager HRD walau pun tanpa prestasi apa pun. Setelah membaca beberapa berkas, Sintya pun meminta salah seorang stafnya untuk memanggil Najwa. “ Kamu sudah bermain – main dengan saya Najwa. Peringatan waktu itu telah kamu abaikan. Kini saatnya kamu menerima akibat dari tindakanmu itu. Aku akan buat kamu merangkak keluar dari perusahaan ini,” Sekilat terlihat senyum jahat dari bibir Sintya. Rasa cemburu karena melihat Najwa selalu Bersama dengan doketr Fadil membuatnya semakin geram. Dua bulan yang lalu Najwa sudah diperingatkan oleh Sintya, karena kedapatan jalan bareng dengan Fadil. Sintya pun mengancam Najwa akan memecatnya kalau masih berusaha mendekati Fadil. Dan karena itu sikap Najwa pun berubah terhadap Fadil. Najwa selalu bersikap dingin Ketika bertemu dengan Fadil. Walau pun dari dulu juga memang Najwa tidak tertarik terhadap Fadil, tapi sikap Najwa biasa – biasa saja. Tapi setelah kejadian itu, Najwa mencoba untuk menjauhi Fadil. Tapi Fadil malah makin terus mengejar Najwa. Tak terlalu lama menunggu Najwa pun masuk keruangan Sintya. Tok tok tok Pintu ruangan Sitya pun di ketuk. “ Masuk,” sahut sinya dari dalam ruanganya sementar pintu pun di dorong dari luar. “ Ibu memangil saya?” tanya Najwa setelah berada dihadapan Sintya. “ Kamu tahu kenapa kamu saya panggil?” tanya Sintya sambil menatap jijik wajah Najwa yang mengelengkan kepalanya tanda tidak tahu apa kesalahnya. “ Kamu jangan pura – pura bodoh Najwa,” “ Maksud ibu?” Najwa semakin bingung dengan ucapan Sintya yang sangat tidak jelas. Najwa merasa tidak melakukan kesalahan apapun tapi kenapa Sintya begitu marah padanya. “ Saya sudah pernah memperingatkanmu untuk tidak mendekati doter Fadil, tapi ternyata kamu masih saja berhubungan dengan dokter Fadil, maksud kamu apa dengan tidak mendengarkan ucapan saya waktu itu? Kamu sengaja tidak menghargai saya? Tau kamu memang sudah bosan bekerja disini?” Sebuah pertanyaan yang dirasa konyol dianggap oleh Najwa. Bagaimana pun juga antara hubungan Fadil dengan Najwa itu adalah urusan Pribadi. Tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan dan profesi. Sungguh tidak professional dalam bekerja ternyata, umpat Najwa dalam hatinya. “ Maaf bu, sepertinya ibu salah alamat deh membicarakan masalah pribadi disini,” jawab Najwa sambil berniat meninggalkan ruangan Sintya. “ Kamu mau kemana, Najwa? Saya lagi bicara dengan kamu. Sebagai karyawan biasa, kamu tidak berhak menasehati saya,” bentak Sintya mulai kesal Kaki yang sudah melangkah pun akhirnya di hentikan, Najwa kebali memutar badanya dan menghadap kearah Sintya. “ Saya memang karyawan biasa bu, bahkan Pendidikan saya pun jauh di bawah ibu. Tapi tolong jangan bawa – bawa urusan pribadi disini. Lagi pula, saya dan dokter Fadil tidak ada hubungan apa – apa dari dulu,” jelas Najwa pun mulai kesal dengan sikap semena – mena dan Tindakan tidak professional Sintya. “ Kamu gak usah mengelak Najwa saya melihat dengan kepala mata saya sendiri kalau kamu masih berusaha untuk mendekati dokter Fadil, jadi kamu gak usah berpura – pura bodoh.” Kembali Sintya membentak Najwa, bahkan kali ini suaranya sampai terdengar keluar ruangan. “ Kalau ibu tidak percaya ya sudah, saya tidak akan memaksa ibu untuk percaya. Tapi saya mengatakan hal yang sebenarnya,” Najwa kembali hendak pergi “ Berani juga kamu membatah perkataan saya, dasar perempuan ganjen. Mungkin keturunan dari ibunya yang juga janda ganjen. Murahan,” Mendengar perkataan Sintya yang menghina ibunya, kaki yang sudah hampir sampai pintu ruangan pun ditarik kemabli. Badan Najwa pun diputar bali dan berjalan menghapiri Sintya. Dan Plakkk Tanpa diduga Najwa menampra wajah Sintya hingga membuat badannya hapir jatuh akibat kerasnya tamparan Najwa. “ Jaga mulut ibu, saya tidak perduli ibu Manager disini. Siapapun orang yang sudah berani menghina ibu saya, maka saya tidak akan tinggal diam. Camkan itu baik – baik.” Selesai bicara Najwa pun melangkah keluar dan membanting pintu ruangan sekeras mungkin.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN