**********
Karina yang panik buru - buru membuka grup chatnya dan syukurnya tak ada satupun foto dan gosip tentangnya.
Sesaat dirinya merasa tenang tapi juga aneh di saat yang bersamaan. Kok bisa biang gosip tidak gercep memasukkannya ke grup ghibah? Apa mungkin seorang Tomi tobat dari dunia pergosipan? Karina menggeleng tak habis pikir.
Tak lama terdengar suara klakson mobil. Karina berjalan menuju jendela, memgecek siapa yang datang. Mobil yang sangat ia kenal terparkir di depan pagar kontrakannya.
"Ngapain pagi - pagi sudah ke sini?" tanyanya pada diri sendiri.
Karina berlari kecil menuju pintu, tak lama terlihat sosok seorang pria keluar dari mobil, bukan itu bukan Bara.
Pria itu berjalan menuju ke arahnya sembari tersenyum.
"Pagi Mbak," sapanya.
"Pagi. Tumben pagi - pagi ke sini?"
Pria itu tersenyum lagi, "Kenapa memangnya Mbak? Ngarepnya yang datangas Bara ya?" candanya.
Iya sih, tadi ia memang agak berharap Bara yang datang karena terlalu bucin padanya dan ingin bertemu terus.
"Nggak," elaknya. Dan Hosea hanya tertawa karena jawaban dan ekspresi wajah Karina tidak sinkron.
"Kamu ngapain pagi - pagi ke sini?"
"Mbak. Aku bisa minta tolong nggak?"
Karina mengerutkan alisnya, tumben sekali calon adik iparnya ini minta tolong padanya.
"Mau minta tolong apa?"
"Aku mau ke bandara. Tapi Aku bawa mobil. Jadi mau minta tolong Mbak yang bawa mobilnya balik ke apartement."
"Loh. Mas Kamu ke mana? Tumben nggak ngantar?"
"Masih molor tadi."
"Terus kenapa nggak naik ojol aja?"
Hosea nampak ragu untuk menjawab. Dan Karina malah merasa kepo dan menebak - nebak saat melihat ekspresi Hosea yang nampak malu - malu.
"Tadi sekalian jemput Mbak Anggun buat sarapan bareng," ucapnya dan Karina langsung memgembangkan senyum.
"Tunggu bentar ya Mbak mau ganti baju sama ambil tas dulu."
Hosea mengangguk dan menunggu Karina yang sudah masuk kembali ke dalam rumah.
Sekembalinya Karina, Hosea nampak sedang berbincang dengan salah satu manusia yang paling tidak ingin Karina temui tapi sayangnya mereka tetanggaan.
"Kenapa nggak pindah lagi ke apartement sih mereka," desisnya kesal karena akhir - akhir ini mereka sering kali berpapasan.
"Oh. Tante kira Kamu pacarnya Karina."
"Nggak Tante. Saya calon adik iparnya," balas Hosea yang juga terlihat tanpa minat menjawab obrolan dari tetangga Karina tersebut.
"Emang pacarnya Karina siapa?"
"Kepo banget sih ni orang," ucap Karina dalam hati, ia bergegas mendekati mereka sebelum Hose menjawab.
"Yok berangkat. Nanti Kamu ketinggalan pesawat loh."
Karina langsung menyeret Hosea yang nampak kebingungan. Pesawatnya akan berangkat dua jam lagi dan jarak ruma Karina dan bandara tidak lah terlalu jauh hanya memakan waktu tak sampai setengah jam kalau tidak macet.
Tante Widya sendiri nampak ingin mengamit mereka tapi Karina lebih dulu berpamitan dan berjalan pergi.
"Kenapa Mbak?" tanya Hosea yang masih bingung karena Karina langsung memyeretnya begitu saja.
"Jangan di tanggapin tu orang. Bisa panjang nanti jadinya."
Hosea manut saja. Tapi sepertinya Bara belum memberitahu perihal tetangga Karina yang rupanya adalah mantannya
"Mas Mu emang nggak cerita?"
Hosea melirik sekilas dan kembali fokus menyetir.
"Cerita apa Mbak?"
"Tante yang ngajak Kamu ngobrol itu tadi, Ibunya mantan mas Mu."
"Serius? Mantan yang namanya Ratu itu?"
Karina menaikkan alisnya. "Kok langsung nebak Ratu?"
"Lah, kan mantan mas Bara cuma satu Mbak."
Lah iya. Berarti Rani cinta pertama Bara dong?
Karina menggeleng, tak apa yang penting dirinya cinta terakhir, pikirnya.
"Berarti pak bos belum cerita soal mereka yang ketemu pas di Bali?"
Hosea menggeleng, "Nggak. Mas cuma cerita kalau dia sudah ngelamar Mbak. Emang ada apa pas di Bali?"
Karina tiba - tiba saja jadi merasa lega, bukankah itu artinya Bara merasa pertemuannya dengan sang mantan tidaklah penting? Dan lebih fokus dengan ia yang melamar Karina? Gadis itu tersenyum senang.
Karina bercerita sedikit, memberitahu apa yang terjadi.
"Oh. Dulu Aku emang pernah dengar sih soal cerita masa lalunya mas Bara. Tali syukur deh mas nggak jadi sama dia. Nggak kebayang, bisa bangkrut duluan. Haha."
Iya benar, kalau Bara dulu tetap nekat bersama Rani mungkin dirinya tak akan jadi seperti sekarang.
"Aku jadi penasaran kayak apa rupanya. Mana cantik sama Mbak Amggun."
Karina menoleh. Lah kok malah di samakan dengan Anggun? Bukankah seharusnya dengan dirinya yang calonnya Bara?
"Kok Anggun?"
"Ya iyalah Mbak. Yang paling cantik di mata Akukan Mbak Anggun." Hosea tersenyum senang.
Ya ampun, ternyata Hosea lebih bucin daripada Bara nya.
"Emang Kamu serius sama Mbak Anggun?"
Hosea terdiam, ada kesedihan di wajahnya.
"Ya serius Mbak. Tapi gimana, dia tetap nolak, bahkan saat Aku serius ngajak dia menikah, dia tetap nolak dan tadi dia bilang orang tuanya menjodohkannya dengan anak teman mereka."
Tiba - tiba Karina ikut merasakan apa yang Hosea rasakan, cinta terhalang usia. Mungkin kalau di luar negeri tak masalah, tapi di sini? Pasti sudah di ghibahi di sana sini. Padahal usia itu sebenarnya bukan penghalang.
"Jadi Kamu mau nyerah?"
Hosea menggeleng. "Ya nggak lah Mbak. Aku akan tetap berjuang sebelum dia benar - benar sah jadi milik orang lain."
Karina bersyukur, Hosea punya semangat yang bagus, tapi masalahnya ia tak bisa membayangkan saat nanti Anggun menikah dengan orang lain, betapa hancurnya hati pria ini.
"Semangat."
"Iya Mbak. Bantu doa ya."
Mereka sampai di bandara dan Hosea langsung menurunkan kopernya.
"Mbak. Aku titip mas Bara ya. Tolong bangunin juga kalau dia belum bangun ya."
Karina mengangguk. Kenapa ia jadi merasa seperti di titipi anak kecil oleh calon adik iparnya ini?
Karina menjalankan mobilnya dan sampai ke apartement Bara. Karena ia punya akses masuk, dengan santainya dia ngeloyor masuk begitu saja. Sesaat ia ragu, ia teringat kejadian saat ia masuk tiba - tiba dan malah melihat Bara bertelanjang d**a.
Karina lekas menggeleng. Yang ia lihat saat masuk adalah Bara yang tertidur di sofa. Wajahnya nampak lelah, tapi Karina senang melihat Bara tidur sepulas ini.
Ia mengecek kulkas, bahan makanan lengkap dan ia siap membuat makan siang.
Bara menggeliat saat hidungnya mencium aroma sedap, seingatnya Hosea sedang pergi dan tadi pagi izin meminjam salah satu mobilnya, dan biasanya saat pergi keluar adiknya itu akan pulang sore atau malah hari.
Ia membuka mata dan langsung duduk, berjalan ke arah dapur.
Senyumnya mengembang saat melihat sosok yang akan menjadi masa depannya sedang memasak di dapurnya.
Karina yang sadar ada yang memperhatikannya berbalik. Ia langsung tersenyum begitu melihat tampang baru bangun tidur Bara.
"Selamat pagi," sapa Karina. Jelas sekarang lewat jam sebelas siang, bisa - bisanya ia mengucap selamat pagi.
"Pagi," jawab Bara sambil tersenyum.
"Mandi gih, abis itu makan siang."
Bara mengangguk dan Karina kembali fokus dengan apa yang di masaknya.
Bara tak beranjak dan malah berjalan ke arah Karina. Ia melingkarkan tangannya di tubuh ramping calon istrinya itu.
Tubuh Karina terasa kaku. "Mas ngapain?" tanyanya.
"Mandi sana."
Bara bergumam tapi tak juga melepaskan diri.
"Mas jadi nggak sabar bisa begini setiap hari sama Kamu," ucapnya. Mau tak mau Karina tersenyum. Ah kenapa ia merasa jadi sebucin ini?
"Nggak sabar setiap bangun tidur ngelihat Kamu ada di rumah yang sama, sama Mas."
Bara menyenderkan kepalanya ke bahu Karina. Karina bergedik agak geli dengan hembusan nafas Bara yang menyentuh lehernya.
"Mas masakan aku bisa gosong kalau kayak gini terus. Sana gih mandi "
Karina menggerakkan bahunya agar Bara bergeser, namun pria itu tetap kekeh memeluknya dari belakang.
"Akan tetap Mas makan kok walau gosong," jawabnya. Dan Karina kembali kehilangan kata.
Ah kenapa Bara jadi manjaan begini, pikir Karina yang otaknya sudah tidak bisa fokus memasak.
**********
#Tandai aja ya kalau ada yang Typo. Kagak di edit.
#VOTE KOMEN yak. Author usahain up tiap hari.
#Yang mau POV dari sisi Bara. Ngacungggg