"Lah tumben Lo pakai seragam? Mau ke mane?" Farhan sudah lebih dulu berada di pantry saat Karina masuk.
"Gak tahu nih. Bos mendadak aja nyuruh pakai seragam."
Karina duduk di kursi pantry membuka bubur ayam yang baru di belinya. Jam masuk masih sekitar sepuluh menit lagi, masih sempatlah ia menghabiskan buburnya ini.
"Mau ninjau toko?" Sekarang Tomi yang tiba - tiba nongol.
Sebenarnya ada banyak karyawan bagian office di kantor pusat ini, tapi hanya beberapa yang membuat Karina cukup nyaman, selebihnya hanya manusia yang suka sekali menjulidinnya hanya karena dia sekretaris Bara.
'Iri bilang cung,' begitulah kata Karina melihat mata penuh dengki mereka.
"Kayaknya sih."
"Bukannya minggu lalu udah ya?" Tomi menyomot kerupuk bubur ayam Karina, sontak Karina refleks menggeplak tangan nakal tersebut.
"Satu doang Kar. Pelit amat," keluh Tomi.
"Satu versi Lo itu merembet jadi sebungkus." Tomi tertawa canggung..
"Oh iya Tom. Pak Bara tahu loh soal gosip dia itu."
Tomi menganga mendengar ucapan Karina, kerupuk yang sedang ia kunyah nyaris keluar dari mulutnya.
"Jorok ih," jijik Karina melihat kelakuan bapak dua anak ini.
"Serius Kar? Tahu darimana?"
Farhan duduk merapat ke dekat Karina, cukup kaget ternyata sang bos tahu kalau sedang menjadi bahan gosip.
Karina menaikkan bahunya sambil menyuap bubur ayamnya.
"Jangan - jangan ada yang cepu?"
"Siapa ya?" Tomi nampak gugup.
"Gak Lo tanya Kar?"
"Udah tapi dianya gak ngasih tahu."
"Tuhkan pasti ada yang cepu," yakin Farhan.
"Lagian di grup lambehmu itukan rame bisa aja ada yang ngadu," jelas Karina. Benar saja pasti ada saja yang cepu.
"Apa jangan - jangan?"
Tomi dan Farhan saling pandang.
"Bukan Gue," sela Anggun yang baru masuk pantry seolah sadar kalau dialah yang mereka maksud.
"Eh Mbak Anggun yang selalu terlihat anggun."
Mereka langsung semaput sendiri. "Bukan Mbak kok yang Kita maksud."
"Gak Mbak, pasti mereka mikirnya begitu," kompornya kemudian berdiri membereskan bungkus makannya dan ngeloyor pergi meninggalkan Tomi dan Farhan yang mendapat tatapan horor Anggun.
Karina kembali ke meja kerjanya. Bara sudah berdiri di samping meja seolah sedang menunggunya.
"Tumben Pak jadi satpam meja Saya," canda Karina saat melihat sikap sempurna Bara saat berdiri memperhatikan kursi kosong miliknya.
"Udah selesai sarapannya?" Karina mengangguk.
"Ayo berangkat."
"Ke mana Pak?"
"Toko." Karina mendesah pelan, kenapa bosnya ini kadang irit bicara.
"Ya toko mana? Ada yang perlu Saya siapin gak?"
"Gak. Ikut aja." Tuhkan, padahal masih pagi tapi kok rasa stress Karina mendadak meningkat, apa kabar nanti siang?
Karina mengekori Bara menuju parkiran. Banyak pasang mata melirik ke arah mereka. Apalagi bagian resepsionis, Kintan namanya yang suka sekali julid pada Karina bahkan sampai menyebar gosip.
Mereka saling diam. Bara yang fokus ke jalan dan Karina yang fokus menyekrol sosmednya.
Tok tok...
Kaca samping Bara di ketuk, seorang anak berusia sekitar sebelas tahunan sedang menjajahkan tisu dan berbagai jenis makanan ringan.
"Tisunya Om," tawarnya.
Bara mengangguk memberi instruksi agar Karina mengambil uang di dalam dashboard mobil di hadapan gadis itu.
Karina sudah cukup biasa melihat betapa banyak uang berwarna biru di dalam pouch khusus uang "jajan" bosnya itu.
Bara memberikan selembar uang lima puluh ribu.
"Wah gede banget Om uangnya. Belum ada kembalian," ucap anak itu, jelas sih ini masih cukup pagi.
"Ambil aja kembaliannya."
"Nggak Om. Om ambil aja dagangan Aku lagi. Om mau apa?" tanya anak itu membuat Bara tersenyum mendengarnya.
Bara mengambil beberapa lembar lagi uangnya kemudian memberikannya ke anak itu.
"Maaf Om tapi Aku gak ngemis," katanya menolak, namun matanya berkaca - kaca.
"Saya kasih ini bukan karena nganggap Kamu pengemis, tapi karena Kamu anak yang hebat dan jujur. Anggap aja ini hadiah karena Kamu tumbuh menjadi anak yang kuat," jelas Bara. Anak itu mengusap mata dengan lengan bajunya kemudian berkali - kali mengucap kata terimakasih.
Satu sisi Bara yang selalu membuat Karina kagum, bosnya ini sangat royal pada siapa saja yang membutuhkan. Bahkan uang yang di simpan di dashboard ini khusus untuk dijajani di jalan.
Lampu sudah berubah menjadi hijau saat Bara melempar tisu tadi ke arah Karina.
"Wih apa maksud nih?" tanya Karina.
Yah walau dia sudah biasa di lempari dengan barang yang Bara beli secara random di jalan, tapi tetap saja dia harus bertanya apakah benar Bara memberinya bukan menyuruh memasukkannya ke dalam dashboard.
"Buat Kamu aja, tisu Saya masih banyak." Bara menggerakkan kepalanya pelan ke arah kiri mengkode Karina untuk melihat ke kursi belakang dan benar saja ada sekitar sepuluh kotak tisu di sana.
"Lima ratus ribu," ucap Karina berbisik. Dia sih senang-senang saja diberi tisu sultan yang dibeli seharga lima puluh ribu.
Karina sudah biasa melihat kebiasan Bara yang suka membeli barang random di jalan, contohnya tisu dan boneka hiasan mobil yang berjejer rapi di dashboard mobil Bara ini, mulai dari bentuk emoticon smile, doraemon, minion, babi bahkan sampai ke bentuk princess.
Bara memang orang yang ringan tangan soal uang, yah selain sifat menyebalkannya yang gila kerja, sebenarnya Bara adalah tipe bos idaman.
Setiap bulan dia selalu mengajak karyawannya makan bersama, di traktir dari kantong pribadinya. Juga terkenal suka memberi hadiah, khususnya Karina yang bahkan pernah dibelikan mobil walau tidak bertahan lama karena Karina terpaksa menjual mobil tersebut untuk membantu membayar biaya pengobatan keponakannya.
Mereka melanjutkan perjalanan sampai memasuki daerah pertokoan.
"Kita mau ke toko baru itu ya Pak?" tanya Karina mengingat ada satu toko yang baru buka di daerah sini setengah tahun lalu dan belum sekalipun kena sidak Bara.
"Iya. Saya harus cek langsung.
Bagaimana mungkin penjualan mereka seburuk itu untuk toko yang berada di tempat strategis seperti ini," jawab Bara.
Karina ingat dia ada mengecek satu file laporan toko yang penjualannya tidak ada perkembangan sama sekali.
"Tokonya di tempat begini kenapa bisa gak capai target , aneh."
Karina heran karena memang selain lokasi yang strategis masih pagi seperti sekarang saja sudah banyak orang yang berkunjung.
"Itu yang ingin Saya cari tahu."
Mereka sampai ke depan toko yang dimaksud. Baru membuka pintu saja sudah ada hal tidak mengenakan yang menyambut mereka. Seorang ibu - ibu calon pembeli terlihat kesal dan siap beranjak pergi.
"Maaf ada apa ya Bu?" tanya Bara menginstrupsi langkah Ibu itu hendak keluar dari toko.
Ibu itu memperhatikan seragam yang dipakai Bara, memang agak mirip dengan seragam karyawan toko hanya beda di list warna merah di bahu pegawai toko dan berwarna silver di bahu Bara.
"Saya lagi nyari set springbed untuk anak Saya hantaran, tapi mahal semua, yang jualan juga gak ramah, pantes aja sepi." cecarnya kesal.
Bara tersenyum mendengar ucapan Ibu tersebut.
"Kalau boleh tahu budget Ibu berapa? biar Saya bantu tunjukkan yang sesuai dengan kebutuhan Ibu dan Saya jamin kualitasnya juga bagus."
"Bener ni Mas?" Ibu itu nampak ragu sesaat.
"Saya itu punya uang Delapan juta, Mau beli tempat tidurnya, bantal guling, bed cover, lemari, meja rias," ucap ibu tersebut menyebutkan list barang yang akan dibelinya.
Bara tersenyum ramah kemudian meminta ibu tersebut mengikutinya ke deretan springbed dengan diskon yang tidak biasa.
"Ini beberapa produk Kami, Ibu bisa lihat-lihat dulu, boleh coba didudukin atau dibaringin," Ibu itu mengikuti instruksi Bara dan nampak wajah puas terlihat di wajahnya.
Karina yang melihat itu tersenyum sembari menggelengkan kepalanya, yah bosnya itu sangat pandai merayu calon pembeli untuk membeli dagangannya.
"Maaf Mbak ini siapa ya?" tanya salah seorang pegawai yang sejak tadi hanya memperhatikan Bara sibuk menjelaskan kelebihan barang pada calon pembeli.
"Saya?" tunjuk Karina, sengaja menunjuk pada dirinya sendiri.
Mereka mengangguk, toko ini cukup besar dan setidaknya ada empat karyawan dan satu kasir yang bertugas.
"Oh iya Saya lupa memperkenalkan diri, sejak toko buka juga ini pertama kali Kami kemari," jelas Karina.
"Salam kenal, Saya Karina sekretaris..." Karina menunjuk sekilas ke arah Bara yang masih sibuk menunjukkan barang ke calon pembeli.
"Pak Bara, Direktur Marketing Kita, dengan kata lain Bos," tekan Karina menekan kata Bos membuat wajah karyawan itu terlihat memucat.
"Itu Direktur Mbak?" tanya seorang karyawan bernama Santi di nametag nya.
Karina mengangguk, "Oiya, Selamat ya Kalian bakal dapat siraman rohani abis ini." Ucapan Karina sukses membuat mereka tampak semakin memucat.
Bara dan Ibu tadi berjalan menuju meja Kasir.
"Saya mau bayar Mbak. Barangnya yang tadi itu ya Mas," Bara mengangguk sembari tersenyum ramah tapi tak lama senyumnya berubah begitu melihat karyawan yang bukannya bekerja menyambut calon pembeli malah berkumpul di dekat meja Kasir.
"Mas ini pinter banget ya jualannya, Saya sampai mikir kalau aja banyak uang saya beli semua itu tadi yang Mas tunjukin," puji Ibu tersebut membuat Bara menarik senyum kembali.
"Wah, Saya merasa tersanjung, semoga Ibu murah rezeki dan bisa belanja di sini lagi,"
"Amin," jawab Ibu itu cepat dan benar saja jumlah belanjaannya bahkan tidak sampai delapan juta.
Tak lama datang seorang lelaki paruh baya berjalan setengah berlari menuju ke arah Bara yang tampak tidak senang dengan kedatangan orang tersebut.
"Pagi Pak," ucap lelaki tersebut dengan wajah tegang.
"Setelah ini Kita briefing," ucap Bara singkat kemudian berjalan menuju lantai atas tempat kantor berada.
***
Karina menatap Bara dengan tatapan penuh pertanyaan.
"Kenapa?" tanya Bara yang sedang fokus menyetir menuju restoran tempat mereka akan makan siang yang sudah lewat jamnya ini.
"Bapak emang luar biasa, bisa jualan barang slowmoving dengan begitu mudahnya tanpa banting harga."
"Emang apa hebatny?"
"Yah hebatlah yang namanya barang slowmoving berarti susah dijualkan? dan hari ini Bapak berhasil menjual dua set springbed, 1 lemari kayu, 3 lemari plastik, 1 meja rias dan satu set meja makan," jelas Karina menjelaskan apa saja yang dijual Bara hanya dengan waktu beberapa jam.
"Orang bilang itu bakat Saya," jawab Bara santai.
Karina mengangguk, benar juga Bara diberikan tanggung jawab sebagai direktur marketing salah satunya memang karena Bara sangat pintar berjualan.
"Untungnya mulut manis Bapak cuma buat merayu pembeli ya bukan buat merayu perempuan," bisik Karina pelan sembari melihat ke luar jendela.
Bara menoleh ke arah Karina sesaat karena merasa mendengar Karina mengucapkan sesuatu.
"Apa?" tanya Bara.
"Apanya?" tanya balik Karina gelagapan takut Bara mendengar ucapannya.