"Pak Bondan yakin tidak ada orang semalam?" tanya Bi Iyem, salah satu penjual kantin di sekolah kepada satpam sekolah yang bertugas meronda semalam.
"Saya yakin tidak ada kok bi Iyem. Orang saya semalam nugas jaga bergantian sama pak Suto keliling sekolah. Kami tidak menemukan sesuatu yang sekiranya mencurigakan di sini." jelas pak Bondan dengan yakin. Terang saja dirinya merasa yakin karena semalam dirinya sendiri juga ikut meronda di sekeliling sekolah dan tidak melihat seorang pencuri yang berusaha membobol etalase makanan di kantin sekolah seperti ini. Bi Iyem mengalihkan pandangannya ke arah sebelahnya dimana anak perempuannya berada. Gadis itu tengah menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal juga merasa heran.
"Tuh kamu denger sendiri kan pak Bondan ngomong apa, Inah? Tidak ada maling yang datang ke sini. Yang ada kamunya yang lupa nutup kunci etalase mungkin. Lihat tuh jajanan kita ilang di gondol tikus sama kucing jadinya kan." omel bi Iyem kepada anak perempuannya.
"Iya kali ya buk. Mungkin Inah yang lupa ngunci pintu etalasenya. Tapi rasanya Inah yakin kok udah mastiin etalasenya ke kunci rapat kemarin sore. Kok bisa gitu ya?" jawab Inah pada akhirnya mengalah meski sebenarnya dirinya merasa yakin kalau sudah mengunci pintu etalasenya.
"Halah mangkannya to nduk, jangan suka bengong mikirin cowok seperti si Dimas itu. Suka ya suka tapi juga harus sadar diri kamunya. Jangan terlalu berharap sama orang yang bukan level kita. Ngerti nduk!" tegur bi Iyem kemudian. Wanita paruh baya itu memang sudah mengetahui perasaan anaknya terhadap salah satu siswa terkenal di sekolah ini. Siswa yang memiliki level berbeda dengan mereka.
"Loh dek Inah jangan-jangan suka sama nak Dimas yang kapten Basket itu toh? Wahh mending jangan deh dek. Nak Dimas itu banyak yang suka. Suka main perempuan juga, kasihan di kamunya nanti." celetuk pak Bondan kemudian memperingati Inah yang semakin menundukkan kepalanya merasa galau.
"Tuh dengerin nduk. Pak Bondan saja bilang seperti itu. Ibuk makin yakin jadinya kalau nak Dimas itu bukan orang yang tepat buat kamu Inah." lanjut bi Iyem memberi wanti-wanti kepada anak gadisnya.
"Ish ibuk. Inah gak tau deh." kesal Inah dengan wajah cemberutnya lalu melangkah pergi dari kantin itu meninggalkan ibunya dengan pak Bondan.
"Loh Inah, jangan lama-lama ngambeknya. Kerjaan kita masih banyak loh ya!" seru bi Iyem kemudian setelah itu menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah anak gadisnya yang lagi kasmaran itu.
"Hahaha sudah biarkan saja bi Iyem. Anak muda jaman sekarang emang suka cinta-cintaan. Padahal jaman saya dulu adanya cuma perjodohan saja di desa." sahut pak Bondan sambil terkekeh geli melihat tingkah lucu anak gadis bi Iyem.
"Tapi bi Iyem, ini kunci memangnya udah rusak seperti ini sebelumnya?" lanjut pak Bondan sambil mengamati pintu etalase yang cukup mudah di buka tutup itu. Ya sebenarnya pak Bondan juga merasa curiga dengan keadaan kunci yang terlihat sedikit rusak itu.
"Iya nih pak Bondan. Baru dua hari yang lalu rusaknya. Rencana sih saya mau ganti yang baru saja. Gak nyangka kalau ada kejadian kayak gini, padahal biasanya gak ada sama sekali loh pak." jawab penjaga kantin tersebut.
"Iya juga sih bi. Ya udah bi, cepet di benerin saja kuncinya. Mungkin saja kalau memang ini kerjaan maling, mungkin saja mereka cuma anak iseng yang buka, tapi kalo keterusan jadi maling kan bisa bahaya nanti." Tutur pak Bondan yang juga disetujui bi Iyem.
"Iya pak Bondan. Saya juga takut Kalau dibiarkan saja nanti bisa keterusan kalau ini memang kerjaan anak iseng saja. Besok biar saya panggilkan tukang kuncinya buat benerin kuncinya. Kalau sekarang orangnya masih sibuk sama tokonya pak." jelas bi Iyem menyetujui usulan pak Bondan.
Di lain sisi, Aska tengah membuka bungkus snack kesekiannya yang telah berhasil diambilnya beberapa jam yang lalu dari kantin sekolah. Dengan santai pria itu memakan dengan lahap isinya hingga tidak membutuhkan waktu yang lama pria itu telah menghabiskan beberapa snack juga roti yang dibawanya dari sana. Matanya masih setia memerhatikan wajah Sia yang dianggapnya sebagai gadis yang bernama Rasya dari jauh sambil memikirkan bagaimana reaksi gadis itu jika nanti bertemu dengannya. Pasti menyenangkan sekali. Aska merindukan Rasya setelah beberapa hari tidak bertemu sejak kejadian di sungai waktu lalu.
Sambil mengunyah makanan yang beberapa masih ada dalam mulutnya, Aska memangku dagunya kembali di atas telapak tangan sambil memerhatikan gadis yang tengah menulis di atas mejanya itu dari jauh. Padahal jarak mereka cukup jauh namun kedua mata pria itu masih bisa memerhatikan dengan jelas gerak-gerik Sia, andai pria tengil yang berada di sebelah gadis itu tidak menghalangi jarak pandangnya saja. Lama-lama Aska menjadi kesal melihat pria di sebelah gadis itu terlihat mencoba menarik perhatian Rasya-nya. Lama-lama Aska merasa penasaran dengan apa yang tengah di bicarakan oleh mereka berdua. Terlebih ketika Aska bisa melihat gelak tawa yang ditunjukkan pria itu terhadap Rasya-nya. Aska mengerucutkan bibirnya sambil menggerutu sebal. Aska merasa cemburu. Rasya-nya hanya boleh berbicara dengannya saja. Tidak boleh dengan pria lain. Pria itu menyenderkan tubuh sepenuhnya pada besi pembatas di atap dengan kedua tangan yang menggelantung melewati pembatas.
Sedang asyik memerhatikan gadis itu, lalu samar-samar dari arah belakang Aska muncul suara berisik beberapa orang dan terdengar semakin mendekat. Aska tidak mengindahkan suara-suara itu hingga gendang telinganya mendengar suara pintu di belakangnya terbuka menampilkan tiga orang siswa yang tengah bersenda gurau satu sama lainnya.
"Hei lo bawa rokoknya kan. Sini kasih ke gue!" Seru pria pertama sambil mengulurkan tangannya kepada salah satu dari mereka meminta barang yang diinginkannya.
"Hah lo kebiasaan minta barang ke gue, Nan. Sekali-sekali bawa rokok sendiri elah, dasar ngeselin!" gerutu pria kedua sambil merogoh saku celananya dengan setengah hati.
"Lah elo pelit amat jadi orang. Biasanya juga lo nebeng pulang sama gua, dasar!" balas pria pertama kemudian sambil meninju kecil lengan pria kedua, membuat pria itu terkekeh kecil.
"Tapi sumpah, males banget gue ngikutin pelajarannya bu Widi. Tuh orang cerewet sekali jadi guru, banyak bacot dah!" celetuk pria ketiga sambil melempar pandangan ke arah sekitar yang sontak pandangannya terpaku dengan sosok Aska yang tengah bersandar santai di pagar pembatas.
"Lah, itu sapa yah?" celetuknya kemudian. Dua temannya yang lain kini juga ikut memerhatikan arah pandang pria ketiga dan sama-sama terpaku di tempat melihat sosok tubuh tegap Aska. Terlebih ketika Aska kini juga ikut menolehkan kepalanya ke arah ketiga siswa tersebut ikut memerhatikan mereka. rambut gondrong acak-acakan milik pria itu beberapa berkibar terkena hembusan angin yang cukup kencang. Meski begitu kedua mata Aska masih tertutupi poni rambut panjangnya. Sejenak mereka hanya saling diam memperhatikan satu sama lain.