Bab 10

937 Kata
18 Februari 1991 Ellary Danau itu cukup dalam. Panjangnya puluhan meter dan bentuknya menyerupai jalur yang meliuk membentuk garis tepi hutan. Jika dilihat dari atas, danau itu akan tampak seperti ngarai yang memeluk bagian hutan yang tak tersentuh dimana tumbuhan liar memberondong kedua sisinya dan kabut tebal nyaris menutupi permukaannya. Namun ketika seseorang sudah berada di permukaan danau itu, segalanya akan tampak begitu besar. Danau itu menyerupai laut. Orang-orang suka menyebutnya sebagai lautan mati yang tidak berujung. Sebutan itu dibuat karena tidak pernah ada yang menemukan ujungnya dan apa yang tersembunyi di dalamnya menyimpan sejumlah misteri yang belum terpecahkan. Mereka juga mengatakan kalau hutan beserta kabut tebalnya memakan danau dan membuat siapapun yang memasukinya akan tersesat. Kisah-kisah kuno banyak diceritakan. Konon katanya dulu danau itu sempat memakan beberapa korban. Yang datang kesana tidak akan kembali utuh. Dua orang gadis dan seorang pemuda yang pernah berlayar menuyusuri bagian danau paling dalam tidak pernah kembali setelahnya. Boat mereka ditemukan oleh seorang penduduk lokal yang mengaku kalau boat itu sudah dibiarkan terbengkalai selama berminggu-minggu. Tidak ada jasad, tidak ada jejak apapun yang mengungkapkan keberadaan para remaja itu, dan mereka menghilang begitu saja. Seolah hendak membuktikan kebenaran anggapan tentang rumor mistis danau yang tersebar di penjuru kota. Namun kebar itu lantas tidak menghentikan orang-orang untuk mengunjunginya. Sebagian besar dari mereka hanya akan berlayar di batas garis aman. Tidak pernah ada yang melewati batas garis itu setelah bertahun-tahun. Jelas bahwa ayahnya bukan orang yang percaya mitos atau takhayul tentang makhluk-makhluk mistis yang katanya berkeliaran di sekitar sana, menelan jiwa-jiwa polos demi memuaskan rasa lapar mereka. Alam tidak memiliki motif - manusia-lah yang menciptakan kerusakan. Laki-laki itu mengatakannya di sepanjang perjalanan menyusuri danau. Ayahnya tanpa ragu-ragu mengarahkan boat mereka berjalan melewati batas garis aman dan terus bergerak mengikuti kemana jalur itu mengarah. Sesekali ia menangkap senyuman puas dalam raut wajahnya, seolah laki-laki itu hendak membuktikan bahwa rumor yang beredar sama sekali tidak menggentarkan niatnya. Kabut putih kian menebal. Jauh di depan sana hamparan pepohonan tinggi, semak-semak lebat, dan predator-predator liar sedang menunggu mereka. Semakin jauh boat itu bergerak menyusuri kanal-kanal yang ditumbuhi oleh rumput tinggi, semakin mereka tersesat ke dalam kabut tebal. Ia menatap ke belakang dengan gelisah. Garis batas aman sudah tertinggal ratusan meter di belakangnya. Para pemancing yang tadi dilihatnya sudah tidak tampak lagi. Dermaga kecil tempat dimana boat itu terparkir sebelumnya juga sudah terlalu jauh dari jarak pandang. Saat d******i alam merangkulnya erat, tidak ada suara-suara berisik lagi yang terdengar. Segalanya menjadi hening, kecuali karena suara mesin boatnya yang berderu dengan teratur. Sementara angin bertiup lembut melewati kanal-kanal sempit, katak melompat dari sebuah kayu yang terapung di atas air, dan dahan pohon saling bergesekkan. Dua ekor burung berbulu hitam yang terbang di atas mereka sedang mengawasi kemana perginya boat itu. Ia dapat merasakan darahnya berdesir dan jantungnya berdegup kencang. Sampai di satu titik kegelisahannya-pun memuncak. “Ini terlalu jauh,” ucapnya seolah sudah menahan kalimat itu di ujung lidah. “Tidak terlalu jauh,” sahut laki-laki itu. Tiba-tiba laki-laki itu bergerak mendekat. Ia tidak sempat mengantisipasi pergerakannya. Sementara tubuhnya mulai bergetar ketakutan. Ada saat-saat dimana ia merasa dapat dilumpuhkan dengan mudah, saat-saat dimana ia tidak punya pilihan untuk melawan. Air adalah ketakutannya. Kalau ia melompat dari atas boat dan berenang ke tempat awal demi menghindari laki-laki itu, ia akan tenggelam sebelum sampai disana. Mana yang lebih baik: tenggelam atau terjebak disana bersama laki-laki itu? Tidak satupun dari kedua pilihan itu yang berpihak padanya. Sementara mereka hanya berdua disana. Tidak ada seseorang yang melihat atau bahkan mendengar teriakannya. Baru ia sadari bahwa laki-laki itu telah merencanakan semua ini. Laki-laki itu sengaja membawanya sampai disini sehingga ia bisa memuaskan hasratnya yang keji dan sudah terlambat baginya untuk kabur. “Sekarang turuti kata-kataku!” ucap laki-laki itu dengan suara dingin. “Buka pakaianmu. Semuanya. Lakukan sekarang!” “Tidak..” suaranya bergetar - seolah ia diberi pilihan untuk menolak. Jari-jarinya kaku. Ia nyaris tidak dapat merasakan tubuhnya lagi. “Lakukan,” laki-laki itu pantang menyerah. Setiap detik yang berlalu laki-laki itu hanya berusaha menunjukkan dominasinya. “Sekarang!” Suara telepon yang berdering keras membuyarkan El dari lamunan. Tersentak kaget, El langsung berjalan menghampiri mesin telepon untuk menjawabnya. Seseorang yang berbicara di seberang telepon adalah petugas dari sebuah klinik di pusat kota. “Apa saya sedang terhubung dengan Mike Gilbert?” “Tidak, aku istrinya. Ada apa?” “Saya hanya ingin memastikan apa dia akan datang sesuai janji pertemuannya sore ini?” “Maaf, janji pertemuan apa?” “Dengan dokter Cohen. Ada janji pertemuan pada pukul empat sore. Jika ingin menjadwalkan ulang pertemuan..” “Tidak perlu. Aku akan memberitahunya. Bisa berikan alamat lengkap kliniknya?” “Tentu.” Petugas itu langsung menyebutkan informasi yang ingin diketahuinya mengenai alamat klinik dan bidang spesialisasinya. Setelah mencatat informasi itu, El segera menutup sambungan telepon kemudian duduk di belakang layar laptopnya untuk mencaritahu lebih banyak. Mike tidak menceritakan apapun tentang migrain yang dialaminya. Sikap tertutupnya bukan sesuatu yang biasa. El bisa saja menganggapnya sebagai hal sepele, namun keadaannya tidak mungkin sewajar itu kalau Mike sampai memutuskan untuk mengobatinya di klinik. Akhirnya, El memutuskan untuk menghubungi petugas klinik dan memintanya untuk memberikan laporan hasil pengecekan Mike dengan alasan kepentingan khusus. Petugas itu kemudian mengonfirmasi beberapa hal yang memakan lebih banyak waktu dari yang dipikirkan El. Dan setelah hampir dua puluh menit melewati percakapan panjang, El akhirnya mendapat salinan hasil tes darah Mike. Disana dikatakan kalau migrain yang dialaminya merupakan efek samping dari penggunakan obat berlebihan. Beberapa kalimat dalam laporan hasil tes itu tidak bisa dipahami El dengan baik sehingga ia memutuskan untuk menghubungi seseorang yang dapat membantunya menerjemahkan bahasa lab demi mengetahui seberapa parah kondisi Mike.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN