Bab 5

1943 Kata
27 Maret 2016 Amy Amy mengepakkan sejumlah pakaiannya ke dalam tas dengan terburu-buru. Ia juga memasukkan beberapa barang seperti buku catatan harian, alat tulis, botol cat kuku, dan bendana merah peninggalan ibunya, tempat dimana ia menyembunyikan sebuah tiket bus untuk kepergiaannya. Amy juga tidak lupa untuk memasukkan beberapa salinan cetakan foto lamanya bersama Sloane dan sebuah kalung perak pemberian Ethan. Ketika Amy mengobrak-abrik lemari pakaian untuk menemukan kotak sepatu tempat dimana ia menyimpan sejumlah uang tabungannya, Amy terkejut saat mendapati kotak itu telah kosong. Amy mencarinya sekali lagi. Ia mengobrak-abrik seisi lemari, mencari di bawah kasur, di celah karpet, bahkan sampai ke kotak obat milik ibunya, tapi tidak juga menemukan uangnya. Seseorang telah mencuri uangnya. Orang itu tidak mungkin ayahnya. Belasan tahun hidup bersama pemabuk itu, Amy belajar satu hal bahwa Billy Rogers bukan-lah seseorang yang bisa mengendalikan emosinya. Kalau Billy tahu Amy memiliki tabungan sebanyak itu, laki-laki itu pasti sudah meledak marah dan menuding Amy telah mencuri darinya. Meskipun tuduhan itu tidak sepenuhnya salah, Amy tetap merasa memiliki bagian atas tabungan asuransi ibunya. Bagaimanapun ibunya mengumpulkan semua uang itu semasa hidupnya untuk membiayai kuliah Amy sebelum kanker paru-paru lebih dulu merengut nyawanya. Ketika tahu kalau ibunya memiliki tabungan sebanyak itu, tentu saja ayahnya tidak tinggal diam. Dengan mudah Billy membalikan nama atas kepemilikan tabungan dan menggunakan uang itu untuk dirinya sendiri. Mencuri sedikit bagian yang sudah seharusnya menjadi hak Amy bukanlah sebuah dosa. Tapi sekarang sebagian uang itu hilang entah kemana, dan Amy mulai kewalahan mencarinya. Kalau bukan Billy pelakunya, maka sudah dapat dipastikan kakak laki-lakinya, Cole-lah yang mencuri uang Amy. Amy ingat malam ketika ia menyembunyikan uang itu di kotak sepatu, Cole ada di rumah, sedang duduk bermalas-masalan di ruang tengah dengan sisa-sisa bungkus makanan yang terhampar di atas sofa, dan televisi yang menyala. Cole pasti melihat Amy menyembunyikan uang itu disana dan mengambilnya ketika Amy tidak berada di rumah. “Sialan kau Cole!” Sayangnya di siang bolong itu, Cole sedang tidak berada di rumah. Amy tahu kemana perginya laki-laki itu dan ia sudah berniat untuk menghampiri Cole sebelum mendengar suara gemuruh truk yang familier dari halaman depan. Dengan tergesa-gesa, Amy menutup lemari dan menyembunyikan tas berpergiannya di sudut kamar. Ia tidak ingin Billy menemukannya dengan mudah, jadi Amy menutupinya menggunakan kain dan menumpuknya dengan barang-barang lain. Tak lama kemudian, Amy mendengar suara pintu yang dibanting terbuka. Suara itu kemudian disusul oleh seruan Billy Rogers dari ruang tengah. “Amy! Dimana kau? Dimana kau meletakkan pil-pil itu, sialan!” Amy menatap jarum jam dinding di kamarnya yang menunjukkan pukul dua siang. Tidak biasanya Billy tiba secepat itu di rumah. Laki-laki itu selalu pulang ketika langit sudah gelap. Merupakan sebuah kebetulan Billy tiba di rumah siang itu. Namun menghindari laki-laki itu tidak ada gunanya. Di dalam pondok kayu kumuh yang luasnya tidak sampai seratus meter itu, Billy akan menemukannya dengan mudah. Jadi, dengan perasaan gentar, Amy bergerak keluar menghampiri laki-laki paruh baya yang sedang mengobrak-abrik seisi lemari di dapur. Sebuah porselen jatuh dari atas rak dan menghantam lantai dengan keras. Pecahannya kemudian bertebaran di dekat kaki Billy. Laki-laki itu kemudian berdesis sembari menatap marah ke arah Amy. “Kemana saja kau?” “Aku di kamar.. aku tidak tahu kau akan pulang secepat ini.” “Jangan banyak bicara! Cepat temukan pil-ku! Kepalaku mulai sakit.” Masih mengenakan sepatu kerjanya, Billy menginjak pecahan keramik itu dengan tidak acuh kemudian berjalan melewatinya menuju kamar dimana laki-laki itu langsung menghempaskan tubuhnya untuk berbaring disana sembari menutupi wajahnya dengan bantal. “Bawakan air juga!” teriak Billy dari kamarnya. “Dan jangan lupa bersihkan keramik itu!” Amy melakukannya dengan cepat. Ia menunggu sampai Billy tertidur pulas sebelum pergi diam-diam keluar dari rumah untuk menemui Cole. Sekitar pukul empat sore, Amy berjalan menyusuri jalur setapak di tepi hutan yang biasanya sering dilewati Cole bersama teman-teman berandalnya. Para remaja yang suka mengisap ganja itu acapkali melakukan hal-hal aneh dimana saja. Pertama, beberapa bulan yang lalu mereka membuat keributan di sebuah bar. Amy sedang menjalani shift malam di sebuah toko yang menjual makanan kemasan di pinggir kota ketika ia melihat orang-orang berkerumun di depan pintu bar. Bar itu letaknya bersebrangan dengan toko tempat dimana Amy bekerja. Mulanya Amy tidak begitu mengacuhkannya. Mengingat bahwa keributan bukan merupakan hal baru yang terjadi disana. Tapi persis ketika seorang bartender yang menarik para remaja keluar dari dari balik pintu bar, saat itulah Amy merasakan wajahnya memanas. Tidak diragukan lagi Cole adalah salah satu dari remaja yang ditarik keluar itu. Wajahnya dipenuhi oleh lebam dan darah. Rambut dan pakaiannya berantakan. Satu lengannya menggantung dengan lemas di satu sisi tubuhnya, satu yang lain terlihat kaku. Ketika sang bartender mendorongnya, Cole jatuh dengan wajah menghantam aspal. Dua remaja lain ikut jatuh di sampingnya. Pada saat itulah Amy memutuskan untuk keluar dari toko dan langsung berlari menghampirinya. Dengan tatapan marah Amy berusaha membubarkan kerumunan orang yang memandangi Cole seperti sampah. Sementara ia sendiri berusaha mengangkat tubuh Cole yang dua kali lebih besar dari atas jalanan. Ingatan tentang malam itu masih terasa jelas. Cole yang setengah sadar, berusaha untuk melepaskan diri dari Amy. Bau alkohol yang tajam tercium dari nafasnya. Karena Cole sudah benar-benar mabuk, Amy terpaksa harus membolos dari pekerjaannya untuk membopong laki-laki itu sampai di rumah mereka. Kekonyolan yang dilakukan Cole bersama teman-teman berandalnya tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Pernah sekali Cole melibatkan diri dalam pencurian uang di rumah salah seorang penduduk yang sudah berusia lanjut. Mereka juga beberapakali tertangkap karena terlibat aksi pertikaian di tempat umum, mengemudi dengan kecepatan tinggi, dan bahkan sempat tertangkap akibat aksi pencurian lain di sebuah toko minuman yang gagal total. Kakaknya pernah dipenjara saat berusia sembilan belas tahun. Ia putus sekolah di usia lima belas tahun, dan memutuskan untuk bekerja sebagai montir sebelum dipecat setelah dua bulan bekerja disana. Setelah lama menganggur, Cole tidak bisa membuat hidupnya lebih buruk lagi dengan menenggelamkan dirinya ke dalam lingkaran pertemanan yang salah. Beberapa tahun terakhir, Amy mencurigai Cole terlibat dalam bisnis pengedaran narkoba. Billy mungkin sudah tahu hal itu, tapi seperti yang sudah-sudah, ayahnya tidak bersikap acuh jika hal itu menyangkut kedua anaknya. Amy sampai punya firasat bahwa dalam waktu dekat, nasib buruk akan menimpa mereka. Bukan hanya karena masalah utang yang mulai membeludak, namun juga masalah sengketa tanah yang belum juga terselesaikan. Cepat atau lambat seseorang dari dinas sosial akan mendatangi mereka dan meminta mereka untuk angkat kaki dari rumah itu. Kalau hal itu terjadi, Amy akan berakhir di sebuah panti sosial. Tampaknya Cole tidak memikirkan hal itu sama sekali. Terlepas dari statusnya sebagai anak laki-laki tertua, Cole seharusnya melindugi Amy, bukannya menyeret mereka semua dalam masalah. Amy memikirkan semua itu dengan marah selagi ia berjalan terburu-buru menuju terowongan terbengkalai di bawah tanah. Sekitar lima dekade yang lalu, terowongan itu masih difungsikan sebagai jalur kereta yang mengangkut kayu-kayu hasil tebangan dan batu bara. Ada sebuah pabrik di dekat disana yang beroperasi untuk membuat peralatan rumah tangga dari kayu-kayu itu. Namun setelah bisnis kayu itu dinyatakan ilegal dan melanggar ketentuan hukum, pabrik itupun ditutup dan operasi kereta diberhentikan. Jalur rel dan terowongan di bawah tanah dibiarkan terbengkalai. Beberapa rumor yang tersebar mengatakan kalau pemerintah pernah berniat meratakan tempat itu dan menjadikannya sebagai kawasan pelestarian hutan. Mereka telah memasang sebuah papan pengumuman di dekat terowongan sebagai peringatan bagi para penebang untuk tidak memasuki kawasan itu. Namun setelah puluhan tahun berlalu dan operasi belum juga dilaksanakan, rencana itu mulai terdengar layaknya omong kosong belaka. Akhirnya orang-orangpun mengabaikan peringatan itu dan keluar masuk dengan bebas disana, setidaknya sampai suatu hari bencana longsor menimpa kawasan itu dan menutup sebagian tempat. Sebagian jalur rel menghilang akibat ditimbun oleh tanah longsor. Sisa-sisa akar pohon yang tumbang, plang-plang besi yang di pasang dan juga bebatuan besar yang dulunya membentuk dinding setinggi dua meter, semuanya hancur dan memblokade tempat itu. Alam menunjukkan dominasinya. Karena tidak ada penanganan atas bencana itu, tempat itu-pun akhirnya terlupakan - kecuali bagi para remaja di kota itu. Ketika Amy berjalan semakin dekat menuju trowongan, ia mendengar suara tawa yang keras dari dekat sana. Reaksi pertamanya adalah mencari tempat bersembunyi. Amy berderap dengan hati-hati di balik batang pohon dan semak-semak tinggi ketika ia menyaksikan siluet hitam yang bergerak di bawah terowongan. Persis seperti dugaannya, Cole berada disana bersama dua orang remaja lain yang tidak asing lagi. Mereka adalah Brian dan Cooper, dua berandal yang acapkali membuntuti Cole seperti anak anjing. Mereka semua memakai jaket hitam kebesaran dengan kantong yang terisi penuh oleh bungkus plastik berisi ganja. Amy menunggu sampai salah seorang remaja lain datang untuk menukar kantong-kantong itu dengan sejumlah uang. Ia harus mengangkat wajahnya dari semak-semak untuk dapat melihat wajah remaja yang baru tiba itu. Tertanya remaja itu adalah Paul Walker, salah seorang teman sekelasnya. Amy terkejut mendapati Paul melibatkan diri dalam transaksi itu. Paul bukannya remaja yang dikenal akan memiliki kebiasaan itu. Ayahnya seorang peternak yang cukup ramah dan ibunya bekerja di toko yang sama dengan Amy. Paul hampir tidak pernah terlibat dalam masalah. Prestasi akademisnya di sekolah juga tidak buruk. Entah apa yang membuat Paul melibatkan diri bersama para berandal itu, tapi itu adalah pertanyaan lain. Amy menolak untuk memusingkannya dan memilih untuk menunggu kepergian Paul. Cole masih berdiri di tempat yang sama sebelum dua teman berandalnya pergi ke arah yang sama seperti Paul. Pada saat itulah Amy bergerak turun untuk menemuinya. Namun jalur tanahnya yang curam membuat Amy terpeleset jatuh. Hal yang tak terhindarkanpun terjadi ketika Cole yang menyadari itu langsung menghampiri Amy dengan wajah merah padam. “Apa yang kau lakukan disini?!” seru Cole dengan keras. Butuh beberapa saat bagi Amy untuk menyeimbangkan tubuhnya. Lengan dan telapak tangannya mengalami luka gores akibat terjatuh di atas tanah berbatu yang melandai. Kalau Amy tidak menahan tubuhnya dengan kaki, ia pasti sudah terjungkal di atas rel. “Aku ingin mengambil uangku,” ucap Amy dengan tegas. Cole mengangkat satu alisnya. “Uangmu?” “Ya. Uang yang kau curi dariku.” “Itu bukan uangmu. Itu uang ibu.” “Jadi kenapa tidak kau kembalikan uangnya? Dimana uangnya?” “Sudah hilang,” sahut Cole dengan tenang. “Apa?” “Aku bilang uangnya sudah hilang.” “Aku tidak percaya padamu.” “Kau boleh bicara apa saja, tapi uang itu sudah hilang.” “Berengsek kau! Jangan main-main denganku!” “Memangnya apa yang mau kau lakukan?” Amy menatap ke sekelilingnya dengan marah, kemudian tanpa mempertimbangkan reaksi Cole, ia berlari ke sudut terowongan dan menyambar sebuah kotak kayu tempat dimana kakaknya menimbun belasan kantong berisi ganja. Namun, sebelum Amy sempat meraih kotak itu, seolah sudah tahu apa yang hendak dilakukannya, Cole langsung bergerak ke arah Amy dan menyerangnya dari belakang. Awalnya laki-laki itu menarik punggung Amy dan mencakarnya. Ketika Amy berusaha melawan, lengannya justru dipelintir hingga rasa sakit yang membuat Amy berteriak keras. Kemudian tidak tanggung-tanggung, Cole menjambaknya dan mendorong Amy hingga wajahnya menghantam permukaan tanah. Amy merasakan perih akibat bebatuan kecil yang menggores wajahnya. Ia berusaha bangkit berdiri, namun lagi-lagi Cole menyerangnya, kali ini menendang perut Amy hingga ia tersungkur di atas tanah. Seolah hal itu belum cukup, Cole menendangnya lagi, di wajah, di lengan, di kaki. Amy tersedak ketika darah memenuhi tenggorokannya. Tubuhnya tersungkur dengan lemah di atas tanah dan ia mengalami kesulitan untuk menggerakan kedua tangannya. Sementara itu pandangannya mulai kabur. Di tengah rasa sakit yang membuat tubuhnya mati rasa, Amy tidak sanggup bergerak sehingga ia hanya menyaksikan Cole meraih kotak kayu itu dan pergi meninggalkan Amy sendirian disana. Dengungan keras terus menggema di telinganya dan meredam suara-suara di sekitar. Sementara itu, dua ekor burung camar berterbangan mengelilingi Amy. Kicauannya memantul di antara dahan pohon tinggi yang mengelilingi mereka. Di tengah rasa sakit itu, langit tampak berkabut dan sulur-sulur pepohonan mulai membentuk titik-titik samar yang saling berkerumun, melambai secara beiringan, kemudian hilang ditelan kegelapan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN