“Jangan mati dong!” Anes panik setengah mati. Buru-buru menghampiri Ajas yang masih terbaring di lantai seraya mengulurkan kedua tangannya. “Jangan ditarik!” Anjas memberi interupsi untuk tidak menarik tangannya. Paham, Anes pindah ke belakang mengangkat bahu hingga Anjas berhasil duduk lalu di peluk tubuh kekar itu lalu ditarik ke atas. “Berat banget sih dosa lo?” Aneh mengeluh karena untuk memapah Anjas saja dia membutuhkan kekuatan lebih. Wajah saja, tubuh Anjas sangat kekar, apalagi otot-otot yang dibentuk begitu sempurna—keras dan padat. Sementara dirinya, kurus, tinggi dan langsing. Teman-temannya menyebut Nenes kutilang. “Serpihan petaka.” Anjas masih sempat membalas sambil menyeret kakinya yang dibantu Anes dan duduk di sofa. “Gue harus apa sekarang?” tanya Anes bingung. Dia