Bab 1
11 tahun yang lalu.
"Pagi Pak Dika." Sapa seseorang karyawan yang melihat ahli manajemen sekaligus CEO perusahaan berjalan melaluinya.
"Pagi juga, Andi," sahut Dika dengan senyumnya. Ia Dika, seorang CEO muda yang sukses. Ia memang seorang yang ramah. Ia selalu tak segan untuk membalas sapaan dari para karyawannya.
Namun untuk persoalan pekerjaan tak perlu lagi diragukan. Dika sangat giat bekerja dan juga ulet, diusia kurang dari 30 tahun ia bahkan sudah mampu membangun perusahaannya sendiri. Mahardika Grup.
Bermodal kepercayaan dari beberapa investor, ia menjalankan usahanya dan sekarang ia menjadi pemilik saham terbesar Mahardika Grup. Langkah Dika tak sendiri. Ia ditemani, temannya sejak masa kuliah yaitu, Roy. Roy menjadi orang kepercayaan penuh Dika. Mereka sama-sama juga telah menikah. Keluarga mereka pun sering sekali bertandang ke rumah masing-masing.
Nesa anak Dika dan Naysilla, bahkan akrab dengan Rian, anaknya Om Roy dan tante Rin. Perbedaan usia Rian dan Nesa yang hanya satu tahun membuat mereka cukup dekat.
"Dik, aku punya ide, bagaimana jika kita menjodohkan Rian dan Nesa?" timpal Roy ditengah pembicaraan mereka.
"Hahahaa.Roy... Roy, Kau fikir ini zaman Siti Nurbaya ? aku rasa tak perlu. Aku akan membebaskan Nesa memilih sendiri pendamping hidupnya kelak," jawab Dika tak bermaksud mencela keluarga Roy.
Setelah menjawab pertanyaan konyol dari Roy. Dika sekeluarga pamit pulang. Sementara Roy merasa begitu kesal saat Rian ditolak menjadi menantu Dika.
"Kamu tahu kan Dika tak akan mau berbesan dengan kita. Karena ia merasa telah diatas angin. Ia fikir sudah di atas kita. Itu semua karena kamu hanya bawahannya. Sehingga tak pantas berbesan dengannya," bisik tante Rin yang memang kesal dengan sikap Dika sejak SMA, kebetulan mereka adalah teman satu sekolah. Ia mulai mengompori Roy. Ia tahu lelaki itu akan selalu mengikuti kata-katanya.
Benar saja dari sorot mata Roy menampakan ia telah terpengaruh sepenuhnya dengan kata-kata tante Rin.
'Liat saja kau Dika akan aku balas penghinaamu terhadap keluargaku!' geram Roy dalam hati.
***
Sementara diarah perjalanan pulang Dika dan Naysilla terlihat serius mengobrol.
"Ayah kok gak setuju kalau Nesa di jodohkan dengan Rian ?" tanya Naysilla merasa heran baru pertama kalinya Dika tak mengikuti ucapan Roy.
"Nesa itu bukan barang yang bisa diminta seenaknya, dan ayah gak mau mempermainkan masa depan Nesa," sahut Dika sambil melajukan mobilnya pelan.
"Maksud Ayah ?" tanya Naysilla kebingungan, ia memajukan duduknya demi mempertajam pendengaran.
"Kamu tahukan sampai sekarang kita belum yakin apa benar Rian anak Roy. Mereka gak mirip sama sekali, dan kamu juga tahu gimana nakalnya Rini dulu waktu SMA. Mereka bahkan menikah saat usia kandungan Rini 2 bulan. Sedang Roy bertemu Rini baru sekitar 1 bulan."
"Tidak baik Ayah, curiga seperti itu semua orang berhak berubah dan Bunda lihat ia bisa menjadi ibu yang baik untuk Rian. Biarkan mereka dengan urusannya kita tak perlu ikut campur."
"Bunda benar," sahut Dika. Ia merasa tak ada gunanya mempermasalahkan hal itu. Namun didalam hati Dika merasa bersalah mengenalkan Roy dengan Rini.
Roy dan Rini pertama kali bertemu saat pesta pernikahan Dika dan Naysilla.
Semenjak penolakan Dika yang menjadikan Rian menantunya. Rini semakin giat mengompori Roy. Roy yang begitu menyayangi putra semata wayangnya itu pun lama kelamaan terhasut. Ia bahkan lupa akan ikatan persahabatan yang telah lama terjalin.
Cintanya terhadap Rini membutakannya. Yah, Ia mulai dengan misinya menghancurkan Dika dan keluarganya. Jika Nesa tak bisa menikah dengan Rian. Maka Nesa dipastikan tak akan menikah dengan siapapun. Banyak kelicikan yang ia lakukan di dalam perusahaan, posisinya menjadi tangan kanan Dika mempermudah langkahnya. Bahkan ia tak segan memfitnah orang lain jika sampai kelakuan busuknya tercium.
***
Pak Agus, Manager pelatihan dibuat pasrah harus meninggalkan pekerjaan yang telah bertahun-tahun ia jalani. Sebenaranya pak Agus sangat senang bekerja di sini. Suasana kerja yang kekeluargaan, dan direktur yang layaknya kawan. Membuat semua orang betah bekerja. Tetapi fitnah menghentikan langkahnya. Ia dituduh telah memakai uang pelatihan karyawan yang padahal itu ulah Roy sendiri.
Dika ingin menelitih lebih lanjut ia tak mau begitu saja percaya pada satu pihak. Ia tahu jika pak Agus orang yang loyal. Namun rasa sakit akan fitnah membuat pak Agus justru mengundurkan diri sebelum jelas. Ia tak sanggup jika harus difitnah berulang kali.
***
Perlahan Roy menguasai semua bagian perusahaan. Semua karyawan tahu jika tak ingin bernasib sama dengan pak Agus lebih baik diam dan tak perlu ikut campur dengan urusan Roy. Apalagi laki-laki itu selalu menempel pada Dika. Membuat setiap orang yang mau melaporkan jadi dibuat takut olehnya.
Suasana pekerjaan kacau, Dika merasakannya namun ia tak mengerti mengapa tak ada satupun orang yang melapor.
Dari itu Dika berusaha cari tahu sendiri. setiap malam ia selalu lembur meninggalkan anak dan istrinya di rumah.
"Dik... lo lembur lagi ?" tanya Roy basa-basi.
"Iyah... Gue masih harus periksa semua laporan. Gue gak tahu kenapa sekarang pengeluaran perusaahan malah membengkak," sahut Dika frustasi melihat banyak laporan yang tak sesuai.
"Aduh lo, hitung pengeluaran gitukan urusan orang finance. Dan gue udah cek semua oke, Oke aja kok. Kayaknya lo mesti liburan deh Dik kalau gini caranya." Saran Roy, dalam hati sebenarnya ia takut jika Dika tahu niat busuknya terhadap sahabatnya itu.
"Liburan ? Kayaknya gak sekarang, perusaahan lagi butuh gue," jawab Dika tanpa menaruh curiga sedikitpun.
"Terus lo pikir, keluarga lo gak butuh lo ? Masalah perusahaan tenang aja ada gue. Gue bahkan udah menyiapkan tiket liburan buat lo sekeluarga." Kembali Roy meyakini Dika.
"Tapi Roy.."
"Udah-udah gak usah tapi-tapian. Lo gak percaya sama gue emang? Gini aja Pak Bos lo tanda tangani ini semua, setelah itu lo pulang."
Roy berusaha menyela Dika, ia tak mau jika kebohongannya terbongkar. Dika termasuk orang yang peka. Ia tahu jika ada seseorang yang berusaha membohonginya, tapi dengan kondisinya yang kepayahan membuat Roy berusaha memanfaatkan agar Dika menyetujui misinya. Bahkan ia juga sudah menyelipkan satu kertas kosong untuk ditanda tangani Dika. Ia rasa Ini akan berguna baginya suatu saat nanti.
---
Nesa begitu bahagia mengetahui ia dan orangtuanya akan jalan-jalan. Pagi-pagi Nesa sudah berteriak kegirangan saat diberitahu oleh bundanya. Ia bahkan melonjak-lonjak diranjang ayahnya
"Bener yah, kita mau jalan-jalan?" tanya Nesa memastikan.
"Benar sayang," sahut Dika sambil mengelus surai anaknya itu lembut.
"Makasih,ya, Ayah, Nesa sayang sama Ayah," ucap Nesa dengan suara riang khas anak-anak.
"Jadi cuma Ayah nih yang Nesa sayang ?" Bunda tampak merajuk.
"Kalau Bunda kan udah disayang sama Ayah, emang mau disayang sama Nesa juga?"
"Pasti dong, Bunda mau disayang Nesa dan Ayah karena, Bunda juga sayang keduanya," sahut Naysilla bangga. Ia begitu bersyukur dengan keluarga kecilnya.
Dika pun tampak memandang kedua wanita yang ia sayangi dengan perasaan kagum, ia merasa hidupnya begitu sempurna.
***
Roy tidak hanya membelikan tiket, ia bahkan menyiapkan "kejutan" untuk sahabatnya. Ia tahu jika Dika lebih suka menyetir mobilnya sendiri.
Bermodal bantuan Reno yang tak lain ayah biologis dari Rian ia mengerjai Mobil Dika. Ia memodifikasi sedemikian rupa. Ditaruhnya bom yang bisa meledek kurang lebih 2 jam. Dan itu cukup sesuai perkiraannya. Roy sudah sangat membenci Dika dan berambisi memiliki harta Dika sehingga ia gelap mata dan menghalalkan segala macam cara.
Hari yang dijanjikan tiba, entah kenapa perasaan Naysilla sedikit tak enak. Sejak tadi malam ia memutuskan tidur dengan Nesa bertiga. Ia memandangi Nesa seperti ini saat-saat terakhir pertemuaannya. Sesekali ia mengecup Nesa dalam tidurnya. Ia bahagia memliki anak yang sangat cantik juga penurut seperti Nesa.
Pagi sekali mereka sudah bersiap-siap. Naysilla tak menceritakan kegelisahannya ia pikir, dirinya hanya gugup karena ini pertama kalinya mereka pergi jauh.
Selesai mandi Nesa dan Naysilla sudah duduk dimeja rias, Nay sedang mengepangkan rambut Nesa.
"Nesa sayang, Nesa harus tahu jika Bunda dan Ayah sangat menyayangimu, Nak. Bunda harap Nesa bisa selalu bahagia, Nesa harus jadi anak yang sabar jika tertimpa musibah" Tiba-tiba saja Nay ingin menasehati anaknya. Ia merasa jika ia harus melakukan hal itu sekarang.
"Iyah Bunda. Nesa juga sayang sama Bunda dan Ayah" Nesa menanggapi dengan keceriaan anak seusianya, ia sama sekali tak curiga. Ia lalu memeluk sang ibu cukup lama dan itu pelukkan hangat terakhir dari ibunya.
---
Diperjalanan mereka tak henti-hentinya bersenda gurau.
'Benar juga kata Roy, Aku harus membawa anak dan istriku jalan-jalan' bathin Dika berucap ia merasa berterima kasih dengan Roy.
Tiba saat tempat yang diperkirakan Roy, tiba-tiba saja mobil Dika mengeluarkan asap dan ada sedikit ledakan dari dalam kap mobil. Dengan panik Dika berusaha membanting setirnya kesegala arah. Naysilla dan Nesa hanya bisa saling memeluk. Sampai kaca mobil samping menghujani tubuh Naysilla tepat di dadanya bahkan menembus ke mata Nesa yang memang sejak tadi didekapan sang ibu.
Sementara Dika juga mengalami hal yang sama tubuhnya dipenuhi banyak darah namun ia masih kuat untuk menoleh kebelakang dilihatnya Naysilla, istri yang telah menemaninya kurang lebih 7 tahun ini, Istri yang begitu dicintainya ternyata sudah tak bernyawa. Sedih dan terpukul pasti dirasakannya, namun Dika tak ingin berlama-lama di tariknya Nesa dengan sekuat tenaga keluar mobil.
Dika sempat melihat jika kaki dan mata Nesa juga bersimbah darah. Tapi tetap saja, keinginannya menyelamatkan sang putri begitu kuat, Ia memaksa Nesa keluar dari maut tersebut. Setelah tubuh Nesa keluar mobil cukup jauh, buru-buru ia berusaha menyelamatkan dirinya namun sayang kakinya tertindih bagian depan mobil dan sulit untuk digerakkan.
Merasa tak ada harapan lagi Dika hanya menatap sang putri sekilas dengan mata berkaca-kaca. Ia tahu ini saat terakhirnya menatap sang putri tercinta. Ia hanya berharap putrinya akan baik-baik saja. Dalam hitungan detik Bbuummbh.....!! Ledakan kedua terjadi meluluh lantahkan mobil beserta isinya.