***
Selamat membaca.
***
Aku ingin kamu seperti bintang di tengah malam, kembali setiap saat setelah kamu pergi, tidak seperti kehidupan, saat ia hilang, akan selamanya hilang, dan tak kembali lagi.
***
Tiga hari kemudian ....
Selama tiga hari ini, kini bukan Banjar dan Reevin saja yang masih mencari Shayna, guru-guru pun mulai bertanya-tanya, pasalnya tiga hari ini tak ada kabar sama sekali dari Shayna, juga ke dua orang tuanya. Ini hari ke empat untuk Shayna tak masuk sekolah, seperti hari-hari sebelumnya, Reevin menyempatkan diri ke rumah Shayna, mencari tahu tentang keberadaan Shayna yang selama empat hari ini membuat Reevin frustasi. Ia sudah mencari ke beberapa tempat kesumaan Shayna tentu ditemani oleh Banjar, tapi nihil, tidak juga ia menemukan Shayna atau tanda-tandannya di sana.
Banjar kembali menepuk bahu Reevin, beberapa hari ini ia selalu menumpang dengan motor Reevin, yah, karena biasanya mereka sehabis pulang sekolah langsung mencari keberadaan Shayna di tempat yang mereka harapkan Shayna ada di sana. Hujan turun saat Reevin baru saja memakirkan motornya di tempat parkir khusus murid, ia dan Banjar tentu dengan beberapa siswa dan siswi lain yang masih ada di sana melakukan gerakan cepat untuk segera sampai di koridor agar terhindar dari hujan yang terasa semakin deras.
Kaki Banjar terhenti saat melihat seorang perempuan dengan payung putih bening berjalan cepat membelah hujan dari mobil hitam yang ada di depan gerbang, bahkan saat rata-rata murid sudah pada masuk kelas, karena waktunya bel dibunyikan akan terdengar sebentar lagi, tapi kaki Banjar tidak bergerak sama sekali dari tempatnya berpijak, bahkan ia sampai ditinggal Reevin karena Reevin mengira Banjar berjalan di belakangnya.
Hari ini, kelasnya juga mengadakan ujian bulanan matematika dari Pak Taufik, membuat Reevin ingin cepat-cepat masuk kelas dan membuka kembali buku matematika itu, setelah masuk kelas, Reevin baru sadar, bahwa Banjar tidak ada bersamanya, Banjar tidak ada di belakangnya untuk masuk ke dalam kelas.
Reevin ingin kembali keluar kelas, berniat mencari Banjar, tapi saat Reevin baru saja melangkah ia berselisih jalan dengan seseorang, seseorang yang ia harapkan kembali dan memberinya kabar, seseorang yang sudah tiga hari ini ia cari, seseorang yang begitu ia rindukan, seseorang yang bahkan setiap malamnya membuat Reevin sama sekali tidak bisa nyenyak untuk beristirahat, untuk tidur. "Sha ... Shayna," lirih Reevin tak percaya, saat melihat perempuan itu ada di depannya.
Tapi, perempuan itu memakai bermasker, rambutnya juga dipotong pendek, tidak seperti rambut Shayna yang kemarin yang terurai panjang dan bersih, Reevin jadi ragu itu benar Shayna atau tidak, tapi perempuan yang penampilan begitu, tidak ada lagi di kelas ini, walau Reevin murid baru di kelas ini, Reevin sudah hapal, hanya si Nia dan Mutia yang berambut pendek se-bahu seingat Reevin.
"Shayna!!!!" Teriak Kevin, hanya ia yang berani menegur Shayna yang baru saja masuk ke dalam kelas.
Bukannya Banjar dan Reevin tidak bisa menegur Shayna, hanya saja Reevin dan Banjar benar-benar terkejut karena Shayna, ada di depan matanya lagi, sampai ke dua laki-laki yang rasanya selalu memikirkan Shayna itu tidak bisa berkata-kata lagi, tidak bisa mengeluarkan suara mereka.
"Eh Shayna! Kemana aja? Absen lo alpa, terus lo juga ducari Ibu BK," kata Nia, selaku sekretaris kelas, ia juga jelas kelimpungan mencari teman sekelasnya itu, karena sama sekali tidak ada kabar dari Shayna beberapa hari ini, saat Nia bertanya kepada Reevin selaku teman sebangkunya, dan Banjar selaku sahabata perempuan itu pun membuat Nia tidak dapat menemukan jawaban, karena ya Banjar dan Reevin sama sekali tidak menemukan jawaban, di man Shayna selama ini.
Shayna hanya mengangguk, ia memandang ke sebelah kirinya masih ada Reevin yang sudah duduk di sana, selepasnya mata Shayna nenatap air hujan yang terus menerus turun dari jendela kelasnya, tenpat yang beberapa hari ini begitu ia rindukan, dan orang yang beberapa hari ini perempuan itu rindukan.
"Gengs! Tugas datang," Argi mengangkat buku paket IPA yang ia bawa dengan catatan di dalamnya.
Shayna hanya diam, ia ingin menjelaskan kepada Reevin, ia tahu Reevin yang sedang memandangnya itu tengah meminta penjelasan tentang sikap Shayna beberapa hari ini, tapi Shayna tidak tahu, ia mesti apa, dan memulainya dari mana. Ketukan di depan kelas Shayna membuat Shayna juga yang lain menatap ke depan, di sana ada Kak Dikta yang tengah berdiri dan menampilkan senyumnya yang lebr.
"Shayna, ayo," katanya berdiri di depan kelas sambil menatap Shayna.
Shayna yang dipanggil jelas mengangguk lalu berjalan dengan tatapan bingung, tapi hanya ini salah satu-satunya cara agar Shayna tetap di sini, agar Shayna bisa berada di tempatnya kini.
"Shay," pergelangan Shayna tertahan, Shayna tentu menengok kearah tangannya, yang ternyata dicekal oleh Reevin.
Shayna hanya diam, tatapan yang Reevin lihat sama sekali bukan yang biasanya Shayna tampilkan kepada dirinya, tatapan itu sama sekali bukan tatapan yang Shayna seperti biasanya, tatapan itu seperti tatapan orang yang tak baik-baik saja, tapi kali ini, Shayna terlihat bingung, putus asa juga tak mau diganggu.
"Misi ya Reevin, gue pinjem dulu Shayna-nya." Dikta melepaskan pegangan Reevin di tangan Shayna, membawa permepuan itu pergi dari sana.
Kelas yang sunyi terasa mendukung sayatan benda tajam di hati Reevin saat melihat Shayna pergi dengan Dikta, saat perempuan itu tak sedikit pun menghiraukannya, saat Shayna bahkan lebih mau berbicara dengan laki-laki itu daripada dengan dirinya. Tentu tidak sampai di situ, Reevin kembali mengejar Dikta, merampas Shayna dari sisi Dikta yang tengah berjalan menuju ruangan BP, hingga membuat Shayna jadi terhuyung ke belakang, dan jatuh tepat di depan Reevin dan di belakang Dikta.
"Lo apa-apaan sih!?" Dikta menarik kerah baju Reevin hingga wajah Reevin hanya berjarak lima cm dari wajah Dikta sendiri, apa yang dilakukan Reevin itu sungguh bahaya, ia bisa saja mencelakakan Shayna.
Reevin tidak tahu bagaimana caranya Shayna menumpahkan isi hatinya, hati Dikta tak baik-baik saja saat Shayna mengatakan ia begitu mencintai Reevin, hati Dikta juga bisa dikatakan tak baik-baik saja saat Shayna menumpahkan seluruh ceritanya ke d**a Dikta sambil menangis kala itu, Reevin tak tahu dibalik diam Shayna ia menanggung semuanya, semua yang sebenarnya tak pernah ia dan Reevin perbuat, ya, detik ini Shayna lah orang yang jahat sekaligus menjadi korban atas apa yang terjadi saat ini.
"Aku enggak apa-apa Kak, ayo," panggilan dari Shayna membuat Dikta tak meneruskan adegan tatap-tatapan dengan Reevin, Dikta harus menahannya, agar tidak keblablasan, dan membuat masalah baru dengan laki-laki itu. Dikta harus bersikap ramah, Dikta harus bersikap manis, hingga Shayna bisa tetap bersekolah di sini, tetap menjalani kehidupannya dengan baik, agar tertap baik-baik saja, setidaknya tidak menambah masalah yang ada.
Reevin dihempaskan oleh Dikta ke dinding semen yang dingin, membuat Shayna menggeleng tak percaya, syukurnya Banjar, juga Kevin datang, mencoba menahan Reevin untuk tidak menyerang Dikta yang kini sudah kembali berjalan dengan Shayna.
"Ada salah apa sih gue Njar?" Lirih Reevin kepada Banjar saat melihat Shayna dan Dikta berjalan pergi menjauhinya, membuat Banjar hanya terdiam kaku. “Gue merasa dibuang gini sama Shayna,” kata Reevin lagi, sungguh, kalau ada masalah dengan dirinya harusnya Shayna berbicara padanya, mengatakan apa yang terjadi agar ia bisa mencari jalan keluarnya, tidak seperti ini, Shayna seoalh tidak acuh dengan hubungannya, dengan Reevin.
Setelah membiarkan Shayna pergi dengan Dikta, selama dua jam Dikta dan Shayna tak kunjung kembali ke kelas, kelas yang sepi pun membut suara degupan yang dihasilkan dari tangan Reevin yang memukul meja terdengar jelas. Reevin marah, dia kesal, kenapa semuanya mesti terjadi seperti ini.
"Lo cari Shayna kan? Dia ada di belakang kantin." Sadira tiba-tiba masuk ke dalam kelas Reevin yang kosong karena sudah waktunya istirahat, Sadira juga merasakan bagaimana sakitnya Reevin saat kehilangan Shayna selama tiga hari ini, Reevin selalu mengadu kepadanya, kembali lagi, bagaimana pun Reevin adalah kakaknya, ia harus mendukung Reevin, walau ia sedikit tak suka dengan Shayna. Reevin, Banjar juga Sadira diikuti dengan Argi dan Kevin memutuskan untuk pergi ke tempat di mana yang dikatan Sadira berada, di mana Shayna berada.
Di sana, Shayna duduk sendiri, ia hanya sendiri sambil diam, tidak melakukan apa-apa. Dia tidak makan, tidak terlihat air juga di samping tubuh Shayna, bahkan Dikkta juga tidak ada di sana. Reevin ingin melangkah, mendekati Shayna, tapi Shayna keburu berdiri, ia menatap lima orang yang ada di depannya, wajahnya yang tadi sedih dan Shayna hampir menangis karena memikirkan langkah apa yang harus ia ambil, memikirkan bagaimana perasaan Reevin saat dirinya berperilaku seperti tadi pagi.
"Lo mesti, jelasin kemana aja lo tiga hari ini!?" Mestinya Reevin yang mengatakan itu, mestinya Reevin juga yang meminta penjelasan itu, tapi tidak itu ternyata suara Sadira yang berjalan mendekat mengarah kepada Shayna.
"Gue ..., gue kira gue membuat semuanya lebih baik, tapi tidak, gue malah membuatnya memburuk dan berakhir begini, ma’af ...," lirihan Shayna terdengar pelan, permepuan itu pun sama sekali tidak berani menatap lima temannya itu, perempuan itu memilih menundukan kepalanya.
Tidak ada yang dapat mengerti, bahkan Banjar sekali pun tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Shayna, padahal diantara mereka yang mendengar hanya Banjar yang dekat dengan Shayna dan mampu memahami Shayna selama ini, tapi nyatanya laki-laki itu kali ini merasa bahwa dirinya sama sekali tidak bisa mengerti apa yang dikatakan oleh Shayna, apa sebenarnya dirinya gagal menjadi sahabat perempuan itu?
"Shay," lirihan Reevin membuat Shayna menengok, lalu tersenyum.
"Mari kita putus saja, Reevin," satu kalimat yang Reevin pikirkan selama tiga hari ini akhirnya menjadi nyata, akhirnya Shayna memberikan satu kalimat yang luar biasa menyakitkan bagi Reevin. "Dan, jangan ganggu aku lagi," mungkin kalimat putus tak terlalu menyakitkan di telinga juga di hati Reevin, tapi kalimat terakhir dari Shayna ... apa katanya, jangan menggagu dia lagi? Bagaimana bisa Reevin melakukan itu, sedangkan dirinya saja hingga ke titik ini, memperjuangakn Shayna, merepot-repot mencari perempuan itu, mencari di mana keberadaan Shayna, tapi, saat ini, saat Reevin sudah bertemu dengan perempuan itu, Shayna malam berprilaku seperti ini, kenapa? Ada apa sebenarnya?
"Lo jangan main-main ya Shayna!" Suara Sadira menggelegar, walau pun Shayna sombong, walau pun Sadira tak suka dengan Shayna, tapi Reevin, kakaknya membutuhkan Shayna, lebih dari yang Shayna tahu.
Reevin tak mempunyai siapa pun lagi di dunia ini, Sadira, ayahnya juga Ibu sambungnya hanya orang yang berada disekitar Reevin, membantu memperbaiki kehidupan Reevin, tapi, Shayna, hanya Shanya orang yang membuat Reevin bertahan sampai di sini, kalau bukan Shayna siapa lagi yang membuat Reevin bisa berpijak seperti ini? Dan harusnya Shayna hanya bersama dengan Reevin, Shayna tidak boleh egois seperti ini.
Tarikan di tubuh Shayna membuat Shayna terhempas ke dinding, tatapan mata Sadira yang memegang kuat tangannya membuat Shayna hanya menghela napas dengan berat. Sadira tak tahu, ini adalah hal yang juga sulit dilakukan oleh Shayna. Sedangkan Shayna tak tahu, ia sudah membangunkan macan yang tengah tidur di tubuh perempuan itu.
"Sadira, Sadira sudah cukup." Banjar menahan Sadira, membuat Sadira luluh, Sadira lupa, ia harus jaga image di depan Banjar di depan gebetannya. Lengan Sadira ditahan oleh Banjar, hingga cekalannya di tangan Shayna terlepas, ia sejujurnya merasa kesal dengan Shayna, Shayna yang menghilang tiga hari, Shayna yang mendadak tidak ada kabar, dan saat kembali perempuan itu malah berprilaku aneh seperti ini, sebenarnya temannya itu kenapa?
Reevin tak mampu apa-apa lagi, duninya seakan runtuh saat Shayna memutuskan untuk mengakhiri apa yang sudah ia usahakan, sedangkan Banjar juga tak dihiraukan oleh Shayna, hingga Kak Dikta kembali dan mengajak Shayna ke kelas bersama. Di detik itu, Shayna sudah menghancurkan hati Reevin, Shayna kehilangannya, dan Shayna akan mendapatkan balasannya, nanti.
***