Osman merasa telah berdosa besar pada istrinya, menzalimi sekejam ini. Mungkin Orin terlihat baik- baik saja secara fisik, dasarnya dia adalah wanita yang selalu tampil ceria, humoris dan lincah, namun secara mental pasti terganggu. Tak terbayangkan bagaimana selama ini Orin menjalani hidupnya sendirian, penuh teror, hamil sendirian, bahkan melahirkan anak kembar pun tanpa dampingan siapa pun. “Makasih kamu sudah mengasihani aku. Aku tahu kamu melakukan ini karena kasihan padaku.” Orin tersenyum. “Kita masuk. Aku mau lihat anak kita!” Osman memasuki kamar. Menatap kedua bayi yang tidur pulas. Ukuran tubuh mereka kecil sekali, sebab terlahir belum saatnya. Osman tersenyum menatap wajah bayi yang meggemaskan. Jempolnya mengusap lembut pipi halus bayi. Menyaksikan itu, Orin ter