PART 1

1705 Kata
SUASANA ruang makan yang ada di rumah itu berjalan dengan ricuh, semua orang yang ada di sana tertawa karena candaan seorang gadis manis bernama Evelyn atau biasa disapa Eva. Gadis mungil dengan rambut hitam panjangnya itu sudah berhasil membuat keluarga tercintanya tertawa karena candaannya. "Eva, umurmu sudah 18 tahun, tapi kenapa kamu selalu bersikap seperti anak kecil begini?" tanya Diana, kakak perempuannya. Eva tersenyum lebar hingga membuat semuanya terpaku dengan senyumannya yang sangat indah. "Aku tahu itu, tapi aku benar-benar tidak bisa bersikap seperti remaja biasanya." "Cobalah untuk berdandan dan jaga sikap ketika ada seseorang, mengerti?" "Baik Boss," jawab Eva semangat. Suara langkah kaki berhasil mengalihkan pandangan Eva, Diana dan kedua orangtuanya pada pintu utama, dan di sana mereka melihat sosok pria jangkung yang tampan dan gagah dalam balutan jas kantornya sedang berjalan ke arah mereka. "Kak Dave kenapa selalu kemari setiap pagi?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Eva ketika Dave, tunangan Diana, duduk di samping Diana. "Tentu saja menemui Ratuku yang berharga dan cantik." Sontak, jawaban Dave itu langsung membuat Diana terpesona hingga wajahnya sudah berubah merah seperti kepiting rebus. Eva benci akan jawaban Dave seperti itu, dia pun berniat menggoda Dave lebih jauh, "Terima kasih pujiannya Kak." Karena sudah hapal akan godaan Eva, Dave lebih memilih untuk membiarkannya, tetapi tidak dengan Diana yang mulai kesal dengan tingkah sok imut adik bungsunya itu. "Jangan terlalu berharap, Dear!" Eva mem-pout-kan bibirnya karena perkataan Diana yang jelas-jelas sudah menyindirnya, "Akan aku adukan pada Dion," ancamnya. "Aku yakin bahwa Dion akan membelaku," balas Diana tidak ingin mengalah. "Sudah-sudah, bisakah kalian berhenti. Diana, sebaiknya kamu siap-siap." Akhirnya, orangtua mereka yang tadi hanya terdiam menyaksikan perdebatan putri-putri mereka mulai beraksi, Diana pun bangkit dari sofanya dan berlari ke arah kamarnya untuk bersiap-siap karena dia akan pergi ke suatu tempat dengan Dave. "Baiklah, tante ke kamar dulu," pamit Emma, ibu Eva, kepada Dave sambil mengajak suaminya Tara ke kamar mereka. Sekarang, ruangan itu hanya tersisa Dave dan Eva yang mulai canggung satu sama lain. "Bagaimana hubunganmu dengan Dion?" tanya Dave gugup. "Hubungan kami baik-baik saja, malam ini aku akan menemaninya ke sebuah pesta, Kakak jangan mengkhawatirkan apa pun," jawab Eva dengan nada bicaranya yang dingin. "Bagaimana mungkin aku tidak mengkhawatirkan mantan kekasihku yang sebentar lagi akan menjadi adik iparku." "Kak..." "Aku akan ke kamar Diana dan menunggunya di sana." Setelah itu, Dave bangun dan berjalan dengan langkah ringannya menuju kamar Diana yang ada di lantai dua dan bersebelahan dengan kamarnya. Eva memandang punggung lelaki itu dengan intens, napasnya dia lepaskan begitu saja ketika mengingat kenangannya dengan Dave. Dave, lelaki itu memang pernah mengisi hati Eva selama tiga bulan lebih, tetapi sebuah kenyataan membuat mereka berpisah begitu saja. Eva harus menyerah karena Diana, Diana mencintai Dave dengan sepenuh hati dan karena itulah Eva memilih untuk memutuskan hubungannya hanya untuk sang kakak tercinta. Egois? Iya, Eva adalah gadis egois yang hanya mementingkan dirinya tetapi tidak memikirkan perasaan Dave yang terluka saat itu. Tapi, sekarang semuanya sudah berlalu dan hubungan Dave dengan Diana juga sudah berjalan selama satu tahun. Selama satu tahun itu, Eva terus berusaha untuk melupakan Dave dan mulai mencari pengganti Dave. Hingga akhirnya, Eva bertemu dengan Dion Mahendra. Lelaki yang terus saja mengejar cintanya sejak kelas satu SMA dan lelaki yang memiliki usia yang sama dengan Eva. Hubungan mereka juga berjalan baik hingga Eva mempercayakan cintanya dengan sepenuh hati kepada Dion. Suara dering ponselnya membuat lamunan Eva terhenti, dia mengambil ponsel yang diletakkannya di meja dan melihat sebuah pesan yang dikirimkan oleh Dion. From : Dion Maafkan aku, sepertinya kita tidak bisa pergi malam ini. aku harus menemani temanku seharian ini di kelab. dia baru saja putus cinta. Maafkan aku. Eva menghela napasnya lalu mengetik balasan untuk Dion. To : Dion Its Okay, lagipula malam ini Kak Dave akan datang dan kami akan memainkan sebuah permainan. Beberapa menit kemudian balasan dari Dion datang. From: Dion Terima kasih karena sudah memahamiku. Aku Mencntaimu. Setelah balasan itu, Eva tidak memiliki niatan untuk membalasnya. Sebuah dering ponsel lagi-lagi berbunyi, tapi itu bukanlah ponselnya melainkan ponsel Diana yang tertinggal di meja. Eva pun mengambilnya dan membawanya ke kamar Diana, kakinya bergerak dengan langkah ringan dan tibalah dia di depan kamar Diana. Tangan kirinya sudah memegang gagang pintu kamar Diana lalu dengan gerakan yang cepat Eva memutarnya dan membuka pintu hingga terbuka lebar dan berhasil memperlihatkan seluruh suasana kamar feminim Diana. Mata Eva Melongo ketika kedua netranya berhasil menangkap sebuah pemandangan yang menurutnya sangat lah s*****l. Dia terkejut ketika melihat Diana yang sedang duduk di pangkuan Dave dengan mesranya dan mulai menghadiahi Dave dengan berbagai kecupan yang besar. Jika saja dia tidak datang kamar ini mungkin mereka berdua akan melakukan hal yang lebih. "Ehem." Kedua anak manusia itu langsung menghentikkan acara cumbuan mereka ketika mendengar suara deheman Eva yang menandakan bahwa mereka berdua kedatangan seorang tamu. Diana yang melihat keterkejutan diwajah Eva langsung turun dari pangkuan Dave dan berdiri dengan tegak sembari merapikan pakaian dan rambutnya yang berantakan akibat adegan panasnya dengan Dave. "Kak, ini ada telepon," seru Eva sambil memberikan ponsel Diana kepada pemilik aslinya dan setelah itu, dia berbalik lalu berjalan menuju kamarnya yang ada di samping kamar Dave. Eva menutup pintu kamarnya dengan kesal lalu menggerutu dengan tidak jelas karena apa yang baru saja mata polosnya dia tangkap. "Tidak bisakah mereka melakukannya di hotel saja," gerutu Eva. *** Dion mengernyitkan keningnya ketika melihat temannya yang satu itu sudah mabuk berat, "Apa yang harus kulakukan dengan pria pemalas ini," gerutunya. "Kamu bisa membuangnya ke tempat sampah atau membiarkannya di sini sendirian." Dion semakin mengernyitkan keningnya karena perkataan temannya yang lain. "Aku sedang tidak ingin bercanda, Kev." "Daripada kamu pusing memikirkan anak ini lebih baik kamu meminum minuman yang belum kamu minum sama sekali." Dion mengalihkan pandangannya pada segelas alkohol yang dipesankan oleh Kevin, dia ingin meminumnya tetapi minuman itu akan langsung membuat dia mabuk. "Jangan menggodaku, aku mengemudi nanti." "Ayolah, sejak kapan seorang Dion Mahendra menolak segelas alkohol." Tepat sekali. seorang Dion tidak pernah menolak segelas alkohol, tangannya sudah mulai berpindah pada gelas bening yang berisikan alkohol dengan warna kuning kebeningan. Pandangannya sekali-kali melirik ke arah Kevin yang sangat mengantisipasi apa yang akan Dion lakukan. Suara tepukan tangan Kevin muncul ketika Dion menegak minuman itu sekali tegak. "Kamu akan menerima balasan..." Belum selesai Dion mengucapkan ucapannya, dirinya sudah jatuh tersungkur ke meja bartender. "Sekarang aku harus menjaga dua pemabuk," gerutu Kevin lalu sebelah tangannya mengambil ponsel milik Dion dan mencoba menghubungi siapa pun yang bisa dia hubungi. "Halo." "Bisakah kamu ke Kelab Mawar sekarang juga? Dion saat ini tengah mabuk." Setelah itu, Kevin meletakkan kembali ponsel Dion lalu dia mulai menbopong salah satu temannya yang sudah lebih dulu tidak sadarkan diri. *** Eva berjalan keluar dari rumahnya dan mengemudikan mobilnya menuju sebuah kelab populer di kalangan remaja yaitu Kelab Mawar. Tadi, dia mendapatkan telepon yang mengatakan bahwa Dion tengah mabuk. Eva pun menyalahkan Dion yang pergi begitu saja menyetujui ajakan temannya. Eva tahu pasti bahwa seorang Dion Mahendra tidak bisa menolak seluruh ajakan temannya. Mobilnya pun terparkir dengan mulus di parkiran yang ada di kelab itu. Eva langsung berlari ke arah klub yang lumayan sudah sepi, lalu pandangannya tertuju pada seseorang yang tengah tidak sadarkan diri di meja bartender. Eva lalu menghampirinya dan keningnya berkerut ketika menemukan bahwa itu benar Dion. "Di, bangun." Eva mencoba untuk menggerak-gerakkan tubuh Dion, tapi hasilnya nihil. Akhirnya, dia membantu Dion untuk berdiri dan mereka berjalan dengan pelan menuju mobil Eva. Eva kemudian memasukkan tubuh Dion melalui pintu penumpang yang ada di samping pintu kemudi, setelah dengan susah payah memasukkan Dion, Eva juga duduk di tempatnya dan menjalankan mobilnya menuju apartemen Dion. Apartemen itu begitu luas hingga Eva kesulitan membopong tubuh Dion yang lumayan berat menuju kamarnya. "Ah.." Helaan napas Eva keluar ketika dirinya berhasil merebahkan tubuh Dion di ranjang besarnya yang berwarna putih. Eva hendak pergi, tapi tangannya tiba-tiba saja dicekal oleh Dion dan lelaki itu mulai menarik pergelangan tangannya hingga tubuh Eva terjatuh ke ranjang yang sama dengan Dion. Bahkan, tubuh Dion saat ini berada dalam posisi yang tidak mengenakkan untuk Eva yaitu berada di atas tubuh Eva. "Di, turun!" ronta Eva sambil mendorong tubuh Dion untuk menjauh, tapi hasilnya nihil karena tubuh itu masih tetap dalam posisi yang sama. "Di, kalau kamu nggak ... hmpptt..." Bibir Eva sudah terbungkam dengan rapat oleh ciuman Dion yang secara tiba-tiba. Eva berusaha dengan sekuat tenaga untuk melepaskan ciuman kasar itu dari bibirnya, tapi hasilnya selalu saja nihil karena kekuatan yang dimiliki Eva tidak sebanding dengan kekuatan Dion. Eva yang sungguh tidak tahan dengan itu semua mulai memukul-mukul d**a bidang Dion hingga membuat lelaki itu geram. "DIAM!" Mata Eva membulat ketika Dion membentaknya dengan nada dan tatapan yang tajam. "Apa yang kamu lakukan?" teriak Eva ketika tangan Dion dengan kasarnya berhasil merobek pakaian Eva. Hal yang dilakukan gadis itu untuk pertama kalinya adalah menutupi bagian depan tubuhnya dengan kedua tangannya agar tubuhnya tertutup. Dion yang merasa pemandangannya tertutupi oleh tangan Eva mulai menghentakkan tangan mungil itu dengan kasar lalu mencengkeramnya dengan kuat hingga Eva dapat merasakan nyeri yang sangat luar biasa pada pergelangan tangannya. Ketika tubuh Eva sudah tereskpos seluruhnya, Dion mulai membuka seluruh pakaian yang masih menempel ditubuhnya dan membuangnya dengan sembarang. "Di, aku mo ...hmpt..." Lagi-lagi Dion melumat bibir Eva dengan kasar dan kuat. Ketika bibir mereka saling bertautan, jemari-jemari Dion bergerak untuk membuka celana dalam yang digunakan Eva dan dengan sekali tarikan dia berhasil merobek celana itu. "Aku...menginginkamu," bisik Dion di telinga Eva hingga membuat tubuh Eva bergidik ngeri. Wajahnya pun dia arahkan ke leher jenjang Eva dan mengkecupnya dengan liar seperti pemangsa yang haus akan mangsanya. Eva yang tidak bisa melakukan apa pun hanya menutup matanya dan di dalam batinnya dia terus memanggil nama Diana, kedua orangtuanya, dan Dave. Dia sangat berharap bahwa Dave bisa datang kemari dan membuatnya pergi dari keadaan ini. Setelah puas memberikan beberapa tanda kepemilikannya pada leher dan tubuh Eva, Dion kembali melumat habis bibir ranum dan menggoda milik Eva dengan liar. "Ahh...." Eva berteriak dengan kencangnya saat milik Dion berhasil masuk secara paksa ke area sensitif milik Eva, bahkan Eva mengeluarkan air matanya karena merasakan rasa sakit yang amat dalam. Bukan hanya rasa sakit di daerah sensitifnya, tapi juga rasa sakit pada hati dan dirinya yang sudah diperlakukan seperti ini oleh orang yang sangat dia cintai saat ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN