Naya terlihat melongo heran saat sadar, bukan ia saja yang menjadi calon pelamar disini. Setidaknya ada tiga orang lainnya, dan mereka terlihat lebih profesional dibandingkan dirinya. Melihatnya tiba-tiba saja semangat yang ia bangun dari tadi menghilang. Naya yang selalu menjadi korban bully di sekolah membuatnya sering tak percaya diri saat menghadapi persaingan. Bibirnya mendesah kecewa kali ini mungkin ia akan kembali gagal, Pikirnya.
Sudah dua orang pelamar yang masuk, tapi semua keluar dengan bermuka masam. Naya semakin ketar ketir, hatinya sarat rasa gelisah. Apakah semua karena pertanyaan sulit yang diberikan penerima kerja?
"Kanaya Larasati" kini giliran Naya, ia langsung berlari kecil tak ingin membuat orang yang memanggilnya menunggu, tapi justru kakinya menabrak sepatu heels pelamar lainnya.
"Duh jalan liat-liat dong!" sinisnya tak suka. Naya spontan meminta maaf kepada lawan bicaranya.
"Maafin saya... maafin saya,yah sepatu" gumamnya seraya menunduk gugup.
Kejadian itu tanpa sengaja ditangkap oleh mata dan telinga Nic. Mendengarnya membuat ia kembali mengingat perkataan Vino dahulu. Perkataan yang masih membekas di alam pikirannya.
Naya sudah masuk, ia pikir ia akan menjalankan test psikologi atau apapun nyatanya ia hanya diminta menjawab beberapa pertanyaan.
"Kamu yakin mau bekerja disini sebagai office Girl?" tekan Winny ingin melihat keseriusan Naya.
"Yakin, Bu" semangat Naya tak bisa menyembunyikan gairahnya. Dan itu membuat Winny tersenyum puas.
"Saya bilangin kamu, bos kami Nicholas terkenal sangat perfeksionis, ia tak terbiasa mentolerir setiap kesalahan. Sekali saja kamu membuat kesalahan. Apalagi menyangkut tentang dirinya, maka kamu mungkin akan dipecat". Sebenarnya tabu untuk Winny mengatakan hal itu, tapi ia juga butuh kejelasan siapa orang yang akan menggantikan Lastri, ia tak mau setiap bulan harus melakukan interview karyawan karena tidak jujur dari awal. Pers*tan jika Nic marah padanya, wanita itu juga sudah jengah dan ingin segera keluar dari kantor ini.
"Gakpapa... saya siap!" bagi Naya diberikan kesempatan satu haripun pasti akan ia mencobanya. Karena ia sangat membutuhkan pekerjaan ini. Winny jadi termanggu. Ia kagum dengan wanita yang duduk didepannya. Jika kedua orang sebelumnya banyak bertanya dan langsung mengundurkan diri. Naya justru menerima dengan lapang d**a meski sudah diberi peringatan.
"Baik, terima kasih. Besok saya akan memberi kabar hasil dari interview hari ini" ucap Winny seraya menggantung tangannya isyarat agar Naya menjabat tangannya.
"Terima kasih, Bu!" sahut Naya sumbringah membalas jabatan tangan Winny.
---
Trriingg.. tringgg...
"Ngapain sih si bos nelpon?" kesal Winny yang baru saja sampai ruangannya. Kalau ada cara ia tak pergi keruangan Nic, ia pastinya lebih memilih cara itu.
"Halo, Pak?"
"Winny keruangan saya!" titah Nic. Dengan bergerutu sepanjang jalan, tiba Winny di depan ruangan Nic
Ttookkk.. ttookkk.."Bapak panggil saya?" tanyanya sopan. Meski kedua jemarinya terjalin kuat menahan rasa kesalnya.
"Wanita gemuk yang tadi disini Emm... yang rambutnya disanggul, apa dia salah satu pelamar kerja juga?" tanya Nic cepat. Winny sesaat terdiam. ciri-cirinya yang disebutkan Nic diyakini Winny yaitu Naya, tapi kenapa?
Kesalahan apa lagi yang ia lakukan. fikirnya
"Iyah Pak, namanya Kanaya Larasati, apa Bapak tidak berkenan dengan Mbak Naya?" tanyanya hati-hati meski ragu
"Terima dia bekerja" titah Nic datar.
"Hhhaaah.. " bibirnya terangga lebar, sangat tak percaya tentunya.
'gue gak salah denger ini? ini si bos salah makan apa gimana? Kok tumben baik' pikirnya.
"Apa kamu meminta saya mengulang perkataan saya yang sudah jelas?!" sarkas Nic.
'Hiiihh.. baru gue puji baik, ternyata judes juga, pantes ganteng-ganteng jomblo!' Bathinnya bermonolog
"Iyah Pak... sa-saya akan menelpon Naya langsung bilang dia diterima bekerja disini, begitukan Pak?" balas Winny ceria. Ia tak mungkin melewatkan keputusan baik yang diambil Nic. Karena itu sangat jarang terjadi.
Winny pamit, senyumnya sumbringahnya masih terus menghiasi wajahnya. Akhirnya ia tak perlu pusing lagi mencari karyawan baru. Lagipula ia cukup yakin Naya akan bertahan lama disini.
Naya baru saja sampai rumah. Ia mengulum senyumnya meski hatinya tak yakin akan diterima. sifat insecure-nya selalu membuat ia ragu untuk berhasil.
"Triing..." sebuah pesan masuk ke ponsel Naya. Ia membacanya dengan seksama.
Selamat bergabung di perusahaan kami Mbak Kanaya Larasati, anda telah terpilih menjadi karyawan baru di Volvo Company. Mulai besok silahkan masuk bekerja dari pukul 8 pagi sampai pukul 5 sore. Harap mengkonfirmasi kesediaannya. terima kasih. Bunyi pesan yang mampu mendendangkan semua perasaan bahagia dihati Naya.
Naya terlonggo seraya menutup mulutnya tak percaya.Ia bahkan ragu takut semua ini hanya halusinasinya saja. Dengan tangan bergetar ia membalas pesan itu tak lupa ia bermunajad berterima kasih kepada Allah atas karunia yang telah diberikan hari ini.
Mulai sekarang, Naya berjanji tak akan lagi menjadi beban untuk orangtuanya, ia berjanji tak akan pernah mengeluh dengan pekerjaannya. Walau sejuta rasa sesaknya.
---
Hari ini, hari pertama Naya bekerja. Ia sudah siap sejak subuh tadi, melaju dengan sepeda butut pemberian Kakeknya.
"Pagi Pak!" sapa Naya ceria, meski ia tak tahu siapa laki-laki yang baru saja turun dari mobil Alphard-nya, sapaan Naya hanya di tanggapi masam oleh Nic. ia tak suka dengan orang yang sok akrab.
'Itukan cewek yang kemarin' bathin Nic mengingat. Tapi langkahnya tetap teratur tak berhenti hanya karena sapaan Naya.
saat breffing pagi...
"Pagi semua... Kita kedatangan karyawan baru perkenalkan Kanaya Larasati, dia yang bakal gantiin pekerjaan Bu Lastri. Naya kalau ada yang mau ditanya silahkan ditanya sama rekan yang lain, begitu juga untuk yang lainnya bila butuh bantuan Naya silahkan minta langsung ke Naya" sapa Winny membuka pagi ini dengan ceria.
Naya hanya mengangguk patuh, tersenyum pada semua orang disana.
Tiba-tiba saja Nic masuk keruangan itu, semua orang berubah jadi kaku, tapi tidak dengan Naya yang terus tersenyum.
"Maaf Pak, saya Naya... mohon bantuannya" Naya fikir ia hanya belum menyapa laki-laki yang baru datang itu, Winny sedikit mencubit pergelangan Naya. Meminta wanita itu diam.
"Pagi, Naya..." balas Nic meski datar, semua mata langsung tertuju ke Naya, bagaimana bisa Nic membalas sapaan seorang office girl.
"Heheee.. yaudah sekarang semua bekerja seperti biasa lagi, kita bubar yuk!" ajak Winny, hampir saja jantungnya sekarat takut, baginya. Nic yang berubah menjadi baik lebih menakutkan dari apapun.
---
Sore harinya...
Treegghh... ttreegghh...tuk.
karena terburu-buru Nic sampai menjatuhkan name cardnya.
"Pak... maaf Pak, ID card Bapak..." teriak Naya, ia sudah berusaha mengejar tapi Nic seperti tak mendengar. Dengan cepat Naya membaca nama yang tertera disana.
"Pak Nicho... Pak Nicho..." Teriak Naya lebih kencang. Benar saja caranya berhasil Nic sudah berbalik kearah Naya.
"Jangan panggil saya dengan sebutan itu!" desisnya dengan mimik yang marah, ia bahkan mempelototi Naya. Sampai gadis itu memundurkan wajahnya takut.
"Tapi saya baca namanya memang itu kok?!' Naya yang polos tak mengerti jika Nic sangat terganggu dengan panggilan Nicho. Sebisa mungkin ia ingin memusnakan 'Nicho' dari kehidupannya,
Sudut bibirnya mendegus kesal. Dengan kasar Nic mengambil ID cardnya dan berlalu.
"Nay...lo ngapain?" sergah Rere, ia tadi sempat melihat Naya diomeli oleh Nic.
"Itu tadi... ID card pak Nicho jatuh aku balikin malah marah?!" adunya polos.
Rere hanya mengangguk-angguk maksum, pernah suatu kali anak baru seperti Naya memanggil Nic menjadi Nicho dan laki-laki itu langsung di mutasi kedaerah. Ia juga belum tahu mengapa Nic begitu sensitif dengan panggilan itu. kalau memang laki-laki itu tak suka iakan bisa mengganti namanya di pengadilan.
"Huuuhh... dasar bos ribet" gumamnya seorang diri.
"Apa Mbak?" tanya Naya ia tadi sedikit mendengar gerutuan Rere.
"Ooh... bukan apa-apa, pokoknya disini peraturannya cuma satu sebisa mungkin jangan panggil pak Nic dengan sebutan lain, terus juga gak usah bikin masalah. bila perlu kalau ketemu di lift atau dimanapan gak usah disapa, sebisa mungkin jaga jarak. Orangnya agak sensitif kayak p****t bayi." curhat Rere cuek.