Persalinan Yasmin benar-benar berjalan dengan baik, meskipun semalaman itu Yasmin tidak juga mendapatkan kesadarannya.
Ambu Fatimah yang menjaga Yasmin sepanjang malam, dan Patan tak sekalipun meninggalkan Yasmin sampai Yasmin mendapatkan kesadarannya.
"Tidak apa Nak Patan. Biar Ambu saja yang menjaganya. Nak Patan kalo mau pulang, pulanglah, bagaimana pun kau juga harus istirahat." Ucap Ambu Fatimah saat melihat Patan bersandar di punggung sofa dan terlihat lemas dan mengantuk.
Jam sudah menunjukan angka dua belas malam tapi sampai detik itu Faiz tidak juga tampak batang hidungnya. 'Suami macam apa dia , meninggalkan istrinya yang sedang hamil besar? Kemana saja dia? Apa iya ada pekerjaan sampai selarut ini?' Batin Patan.
Patan adalah sepupu Faiz, dia adalah kakak kelas Lily dan Yasmin saat SMA dulu, Patan satu angkatan dengan Faiz dan dari dulu Patan memang sudah dekat dengan Yasmin, bukan tanpa sebab Patan dekat dengan Yasmin. Ayah Yasmin dulu adalah sopir di keluarga Patan. Namun lima belas tahun lalu beliau wafat karena satu penyakit dan telat di tangani, dan dulu Patan kerap kali meminta bantuan pada Yasmin untuk mengerjakan tugas sekolahnya. Yasmin adalah siswi yang cerdas, meskipun Patan kelas tiga dan Yasmin kelas satu, nyatanya Yasmin bisa menyelesaikan tugas pelajaran untuk kelas tiga, maka saat Yasmin berhasil menyelesaikan kuliahnya, ayah Patan juga langsung merekrut Yasmin menjadi sekertarisnya. Tapi sayang, Yasmin memutuskan berhenti dari pekerjaannya saat Yasmin menerima lamaran dari Lily, menikah dan menjadi istri kedua Faiz Al-Ghazali.
"Tidak apa-apa Ambu. Aku akan menunggunya sampai si tampan itu datang atau paling tidak Om atau Tante Lia datang ." Jawab Patan yang tetap membenci Faiz karena keserakahan laki-laki itu.
Patan adalah dokter spesialis kandungan, pemuda yang kini menginjak usia tiga puluh tahun itu masih membujang karena fokus pada bisnis keluarganya dan meniti karier dokternya. Meskipun Patan tipe laki-laki kaya raya, nyatanya dia tetap bersikap sederhana seperti dokter biasa. Sikap ramah dan supelnya membuat laki-laki bermata sipit itu di juluki calon menantu sejuta ibu-ibu, sayang sampai saat ini belum satupun wanita yang berhasil membuat hati Patan jatuh cinta.
Ambu terlihat menghela nafas dengan sangat dalam, kemudian menghembuskannya dengan sangat kasar, kembali melakukan hal yang sama berharap rasa penat yang mengganjal di bilik hatinya bisa terasa lebih ringan, namun sikap Ambu tadi tidak lepas dari pandangan seorang Patan Edelweis.
"Maaf sebelumnya jika aku lancang untuk menanyakan pertanyaan seperti ini! Tapi dari tadi jujur aku benar-benar merasa tidak tenang jika tidak menanyakan hal ini!" Ucap Patan saat memperbaiki posisi duduknya agar terkesan sopan di hadapan paruh baya yang merupakan bibik dari Yasmin itu. "Bagaimana kehidupan rumah tangga Yasmin dan Faiz? Apakah Faiz memperlakukan Yasmin dengan baik?" Tanya Patan yang terdengar terlalu berlebihan jika menanyakan masalah pribadi terlebih lagi jika itu untuk urusan rumah tangga seseorang, tapi karena Ambu juga sudah cukup dekat dengan laki-laki itu, dan Ambu juga tau bagaimana hubungan Yasmin dan laki-laki yang kini berprofesi sebagai dokter itu membuat Ambu tersenyum menanggapi pertanyaan Patan.
"Sejauh ini mereka baik-baik saja Nak. Tidak ada yang perlu di khawatirkan!" Jawab Ambu yang membuat Patan sedikit kecewa lalu berdecak.
"CK. Aku tidak yakin si tammvan Faiz itu bisa memperlakukan Yasmin dengan sama baiknya dengan cara dia memperlakukan Lily. Aku tau bagaimana sifat Faiz dan dari sikap acuhnya yang tidak pernah menemani Yasmin memeriksakan kandungannya, entah kenapa aku berpikir jika dia sudah menzolimi salah atau istrinya." Ucap Patan sembari menghela nafas karena baik kehamilan pertama dan kedua Yasmin , tak sekalipun Faiz menemani Yasmin memeriksakan kandungannya. Hanya sesekali Lily menemani Yasmin periksa dan selebihnya Yasmin lebih sering di temani oleh seorang sopir.
Ambu hanya tersenyum, lalu menghela nafas.
"Namanya juga rumah tangga Nak. Semua tidak akan sempurna tanpa di warnai sedikit cekcok, tapi percayalah sampai detik ini Tuan Faiz memang memperlakukan Yasmin cukup baik, setidaknya Tuan Faiz tidak pernah menyakiti atau mengasari Yasmin!" Jawab Ambu yang justru terdengar ambigu di telinga Patan.
"Namanya juga mereka menjalani pernikahan poligami, plus minusnya sudah pasti ada. Mereka ibarat berjalan di bawah hujan dengan satu payung bertiga. Jika sendiri di bawah payung saja masih bisa membuatmu basah, maka bayangkan jika kau melewati hujan itu dengan satu payung bertiga!" Ucap Ambu dan Patan langsung mengagguk paham meski sampai detik ini dia belum pernah tau bagaimana rasanya menjalani kehidupan berumah tangga seperti yang Ambu Fatimah jelaskan dari tadi.
"Ambu benar." Balas Patan sambil menghela nafas lalu melirik jam di lengan kirinya dan jam sudah menunjukan angka dua dini hari tapi Faiz ternyata masih belum datang juga.
Entah sampai mana obrolan Ambu Fatimah dan Patan semalam, karena saat Patan terjaga ternyata hari sudah pagi dan dia terjaga karena petugas kebersihan yang datang membersihkan ruangan tersebut dan ternyata Patan ketiduran di sofa ruang rawat inap yang Yasmin tempati, berdua bersama Ambu Fatimah yang juga terlelap di sofa bed sebelah sofa.
Patan melihat Yasmin masih juga belum sadarkan diri, dan tanpa mengusik istirahat Ambu, Patan lebih dulu keluar dari ruangan itu dan kembali ke ruang kerjanya untuk mandi dan membersihkan diri namun baru saja Patan keluar dari pintu ruangan itu , dia melihat Faiz dari arah kejauhan sedang berjalan menuju ruang di mana Yasmin di rawat.
Amarah Patan kembali meledak , saat mengingat sampai detik ini Yasmin masih belum sadarkan diri, dan dengan langkah cepat Patan menyamai langkah Faiz, melihat kesekeliling koridor itu yang masih tampak sepi karena ini memang masih sangat pagi dan , bugh,,, bugh.
Dua tinju di perut dan ragang Faiz langsung mendarat dan pelakunya adalah Patan.
"b******k. Laki-laki biadap. Kemana saja kau dari semalam. Kau membiarkan Yasmin melewati masa sulitnya sendiri? Dasar laki-laki tak berperasaan." Umpat Patan yang sudah kembali menyerang perut Faiz hingga Faiz tersungkur dan menekuk tubuhnya di lantai.
"Jika kau tidak bisa mengurus Yasmin dengan baik , lebih baik bebaskan dia brengsek." Kembali Patan menyikut rahang Faiz dengan lututnya hingga darah segar ikut mengucur dari kedua lubang hidungnya tapi sialnya Patan masih belum puas menghajar laki-laki itu. Rasanya membunuh Faiz saja tidak akan cukup untuk seorang Patan.
"Patan? Di mana ruang rawat Yasmin?" Tanya Faiz dan seketika Patan tersadar dari keterdiaman nya dan ternya kejadian tadi hanya imajinasi Patan saja karena dari tadi Patan hanya berdiri mematung di depan pintu kamar Yasmin, sekarang Faiz sedang berdiri di depannya dan bertanya ruangan yang Yasmin tempati.
"Ah, di sini. Tapi Yasmin masih belum sadarkan diri. Aku sudah mengecek nya tadi!" Jawab Patan berusaha meredam emosinya tapi Faiz justru terlihat biasa-biasa saja, tidak ada ekspresi khawatir, terkejut atau lega sekalipun dari wajah itu, dia seolah acuh dengan kondisi Yasmin.
"Lalu bagaimana dengan bayinya?" Tanya Faiz lagi dan Patan yang kali ini menghela nafas dalam diam.
"Dia selamat, meskipun saat ini bayi itu masih di tangani perawat khusus dan berada dalam incubator!" Jawab Patan dan Faiz hanya mengangguk sekali sebelum Faiz membuka pintu ruang rawat inap itu dan melihat jika Yasmin memang masih terlelap.
"Terima kasih sudah membantunya!" Ucap Faiz singkat dan terkesan datar.
"Kau tidak perlu berterima kasih padaku karena aku tidak melakukan ini untukmu, tapi aku melakukan ini untuk Yasmin!" Balas Patan sebelum benar-benar meninggalkan Faiz karena jika dia lebih lama lagi berhadapan dengan Faiz, bisa dipastikan amarahnya, rasa muak nya akan benar-benar meledak seperti imajinasinya tadi, dan sungguh Patan tidak ingin merusak pagi ini dengan mengotori tangannya jika harus memberi pelajaran pada laki-laki b******k yang merupakan sepupunya itu.
Faiz hanya menatap punggung Patan yang menjauh dan menghilang di balik pintu ruangannya, dan menit berikutnya Ambu tampak keluar dari ruangan itu saat melihat Faiz berdiri di depan pintu.
"Tuan Faiz, Anda sudah datang?" Sapa Ambu dan Faiz hanya mengangguk sekali.
"Bolehkan saya balik sebentar, saya ingin membuat bubur untuk Yasmin. Saya tau Yasmin tidak bisa makan makanan rumah sakit, jadi saya ingin membuat kan nya bubur dari rumah, agar Yasmin bisa memakannya saat sudah sadar nanti!" Ucap Ambu dan lagi-lagi Faiz hanya mengangguk menangapi ucapan Ambu.
"Silahkan!" Jawabnya singkat dan Ambu langsung mengambil langkah untuk benar-benar kembali ke rumah. Ambu memutuskan menggunakan ojek untuk pulang karena sopir keluarga Faiz sudah balik dari semalam setelah Yasmin selesai operasi mengeluarkan bayinya dan Yasmin juga di pindahkan ke ruang rawat inap.
Setelah Ambu berlalu pergi, Faiz masuk sebentar untuk melihat kondisi Yasmin, hanya sebentar dan setelah itu Faiz juga kembali keluar untuk melihat putranya. Ya, Faiz mengakui jika itu adalah anaknya, karena kali ini Faiz sendiri yang menginginkan anak itu meskipun Faiz juga tetap menolak untuk melakukan kontak pisik dengan Yasmin. Yasmin menang mengandung darah daging Faiz tapi bukan melalui hubungan suami istri seperti pasang suami istri kebanyakan, melainkan melalui perantara medis dan saat Faiz melakukan itu, Faiz memang sengaja memilih rumah sakit lain agar tidak ada yang tau jika sebenarnya dia tidak pernah sudi untuk menyentuh wanita yang menjadi sebab Lily tidak bisa berlama-lama di rumahnya.
Faiz bergegas ke ruang khusus bayi dan menanyakan keberadaan bayinya pada perawat yang bertugas dan perawat itu juga mengizinkan Faiz untuk masuk ke dalam ruangan itu setelah sebelumnya perawat tadi juga memberikan pakaian steril pada Faiz. Faiz menatap bayi itu dengan penuh harapan juga kemenangan.
"Kau akan menjadi alasan Lily diam di samping Papa , sayang. Kau adalah putra Papa, putra kebanggaan Papa, dan kau akan membantu Papa menahan Mama mu untuk tetap tinggal di rumah. Kau adalah putra kami, Papa dan Mama Lily. Hanya akan ada kita bertiga setelah ini, dan Papa harap kau benar-benar bisa menjadi alasan dia melepas pekerjaannya itu!" Lirih Faiz saat menatap tubuh mungil putranya.