3 hari kemudian
Hari ini rasanya aku bersemangat sekali, ah ya bukan aku saja, Jullyapun juga begitu.
Untuk kedua kalinya Jullya memasak untuk kami.
Rasanya sudah tidak sabar untuk pergi kesekolah karena hari ini ada mapel geografi, dan itu artinya aku akan melihat pak Guru Evan lagi.
“gimana sama Juna?” Renata membuka percakapan di meja makan
“biasa aja, kita baru ketemu hari itu aja” jawab Jullya enteng
“dia itu pembisnis muda lho Jul, nggak main-main, kamu bisa nikah sama dia yang udah jelas masa depannya atau setidaknya untuk saat ini Juna bisa memberimu pekerjaan kantoran” saran Renata yang terdengar sangat menyebalkan di telinga Jullya
“apa sih tante, baru ketemu sekali udah ngomongin nikah aja, lagian aku nggak suka kerja dengan penuh peraturan, mimpiku masih sama menjadi musisi, lagian Aku nggak ada perasaan apa-apa sama Juna” tegas Jullya kesal
“kamu kira cinta bisa menghidangkan nasi dan daging dimeja makan?” sindir Renata
Jullya hanya diam
“Jul, dengerin tante, manfaatkan kesempatan ini dengan baik!” tatap Renata penuh harap
Jullya masih terdiam, sibuk dengan makanan dan sekelumit pikirannya.
Ia sadar Ia ada kecocokan untuk sekedar ngobrol dengan si rambut brokoli itu, tapi untuk menjalin hubungan istimewa? Jullya masih pikir panjang, masalahnya adalah 'emang Juna mau sama Jullya?'
“lagian tante kenal si Brokoli kan nggak ada sehari, udah main jodohin orang aja, kalau dia itu orang jahat gimana” tuduh Jullya kesal
“hus ngawur kamu, ganteng-ganteng begitu kok dibilang Brokoli” ujar ibuku
“lagian Jul, feeling Tante kalau masalah cowok udaaaah nggak usah ditanya lagi, toh dia nggak macem-macem kan sama kamu? apa jangan-jangan kamu yang macem-macemin Juna?” Renata balik menuduh
“ishhh Tante ya nggaklah, ngaco aja” keluh Jullya
“tapi cocok kan kalian berdua? Oh iya kalian tukeran nomor handphone kan? Soalnya tante nggak sempat minta nomornya” kata Renata kemudian
Jullya menepuk jidatnya
“jangan bilang kamu nggak punya nomor Hpnya” ujar Renata lagi
“iya tante Jullya nggak punya” sesal Jullya menepuk-nepuk jidatnya
“haduh.. dasar kamu ini!” geram Renata
“terus aku harus gimana?” Jullya kebingungan
“giliran cocok malah nggak tukeran nomor! berdo’a aja semoga dia datang lagi ke salon”Renata kesal
Perbincangan antara Jullya dan Ibuku sama sekali tidak masuk dalam telingaku. Pikiranku terus menerus menuju ke Pak Evan.
Beberapa hari ini aku hanya melihat pak Evan dari jauh, tapi hari ini pak Evan akan mengajar dikelasku dan tidak akan ku sia-siakan kesempatan emas ini.
***
Di kelas
Pak Evan sudah mulai mengajar beberapa materi di depan kelas, menurutku Pak Evan adalah sosok pria yang sangat cerdas dan dewasa, cocok dengan seleraku. Tubuhnya tinggi tegap, dengan poninya kesamping yang terlihat lucu dan menggemaskan.
Tiga hari belakangan ini sosok pak Evan menempel di otakku, membuatku sulit tidur, karena hanya bayangan dia yang selalu muncul.
Aku mengambil gadgetku di dalam tas, menekan tombol kamera dan mengambil gambar Pak Evan secara sembunyi-sembunyi
Darah serasa mengucur deras dalam tubuhku, aku begitu takut ada yang mengetahui bahwa aku curi-curi foto pak Evan.
"yes dapet” batinku girang sekaligus lega meski telapak tanganku mendingin
dengan muka penuh kemenangan kumasukkan lagi gadgetku kedalam tas, saat jam istirahat nanti aku akan memotret pak Evan lebih banyak lagi
“sekretaris kelasnya siapa? Yang biasa nulis di papan tulis?” tanya pak Evan
“Ellisaaaaaa” anak-anak serempak menyebut namaku
“Ellisa yang mana?” tanya pak Evan
Mendengar pak Evan dengan merdu memanggil namaku, ku angkat tanganku walaupun itu rasanya seperti ada beton-beton besar yang membebani lenganku, teramat sangat berat.
“oh kamu ya, kamu tulis halaman ini sampai yang ini” Pak Evan mendekatiku dan menyodoriku sebuah buku dan spidol
Rasanya tubuhku sangat berat, jemari kakiku mendingin, aku malangkah mendekati white board, sesekali aku menoleh kebelakang tepat pak Evan berdiri, dan Ya Tuhan Ia tersenyum padaku, seandainya aku bisa memotretnya saat Ia tersenyum padaku, pasti aku akan sujud syukur seminggu tak bangun.
Pandanganku teralih ke Rumi, kulihat wajahnya sedikit pucat, beberapa hari ini aku tidak berbicara dengannya, ah sudahlah aku nggak perduli!
***
Setelah Renata berangkat kerja, Jullya mulai membereskan ruangan, mencuci baju dan mengepel lantai. Bandnya akhir-akhir ini sepi dari manggung di acara gigs, terlebih mereka juga sudah tidak kompak lagi seperti dulu. Isi dompetnya tinggal sisa KTP. Mengandalkan dirinya sebagai musisi indie memang susah.
Ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Ia segera menaruh alat pel dan bergegas membukakan pintu.
Seorang wanita telah berdiri didepannya, wajahnya familier, nampak anggun dan manis. Penampilannya simple tapi fashionable
“ANNA” sapa Jullya tidak percaya dengan penampilan Anna yang berubah
“lo...” Jullya seakan tidak percaya dengan temannya yang berubah 180 derajat nyata didepan matanya
“simpan dulu pertanyaanya, gue mau ngajak lo keluar, banyak hal yang harus dibicarakan” ujar Anna yang masih didepan pintu
“yaudah, gu-gue ganti baju dulu” Jully masih sedikit terbengong kemudian lari ke kamarnya meninggalkan Anna yang masih didepan pintu
“hmmm dasar” gumam Anna memasuki rumah menuju kulkas
Ia mengambil sekaleng minuman dingin dan menenggaknya
Baginya Jullya adalah sahabat terbaiknya, di dalam band maupun di luar band, Jullya adalah tempatnya berbagi, Anna harap Jullya berpendapat hal yang sama seperti dirinya
***
Jullya menyulud rokoknya, asapnya membumbung tinggi kemudian hilang tertiup angin. Jullya menyodorkan rokok ke Anna, tapi tak disangka Anna menolaknya
Tempat mereka tengah berbincang mengingatkan tentang si rambut Brokoli, Jullya dan Anna duduk diluar dibawah payung besar berwarna-warni
“lo pasti bukan Anna” ujar Jullya dengan style rambut pendek , kaos abu-abu ketat, celana ripped, dan sepatu ketsnya. Sedangkan gaya Anna yang biasanya berantakan seperti dirinya tiba-tiba saja berubah menjadi rapih, cantik dan anggun, nyaris saja Jullya tidak mengenali Anna
“soal itu bahas nanti, ada kabar buruk, Bodis mau lanjutin kuliahnya, dia keluar dari band kita, mau ngomong sama lo tapi anaknya nggak berani” ujar Anna to the point
Jullya terdiam, rokoknya masih menyala
“emang nggak bisa apa kuliah sambil tetap ngeband” ujar Jullya kesal
“dia lanjutin kuliah diluar kota jull, nggak berani ngomong sama lo, dia berangkat kemarin” sesal Anna
Jullya terdiam, dalam diamnya Anna tahu jullya sangat kesal.
“band kita juga udah nggak berkibar seperti dulu lagi, nggak bisa kita hidup ngandelin band” ujar Anna lagi
“terus?” tanya Jullya pasrah
“mmm.. jull, sebenarnya senin besok gue udah masuk kerja dan lo tahu kerjanya dimana? di kantor jull di kantor, gue jadi orang kantiran jul” ujar Anna antusias
“bagus deh” jawab Jullya ketus
“lo nggak suka ya gue jadi orang kantoran?” mimik wajah Anna berubah
“kantoran juga yang bikin tampilan lo tiba-tiba berubah drastis?” tanya Jullya sambil mematikan puntung rokoknya
“mmm bisa dibilang begitu, tapi sebenarnya ada seseorang yang membuat gue jadi seperti ini ” Anna mengakuinya
“lo punya pacar dan lo nggak bilang gue ?” terka Jullya
“bukan pacar, kita juga belum ada sebulan kenal, tapi dia bisa ngerubah tampilan dan bahkan hati gue”
“wow” lagi-lagi komentar Jullya datar sambil menyalakan rokoknya kembali
“sebenarnya gue sengaja ngajak dia kesini biar kalian saling kenal, dia bisa bantuin lo dapetin kerjaan juga , udah saatnya kita menata hidup kita Jul, usia kita juga sekarang sudh dewasa, gue nggak mau bergantung sama ortu gue dan pingin membuat mereka bangga” terang Anna
“bahkan ortu gue juga seneng banget Jul melihat perubahan gue yang sekarang, kita nggak bisa hidup berantakan dan sesuka sendiri seperti dulu lagi Jul, life must go on, saatnya berubah untuk yang lebih baik” terangnya lagi penuh semangat membara
Jullya terdiam, Ia semakin kesal sendiri, Ia masih gondok dengan bandnya yang bubar begitu saja, karena passionnya itu di musik, dan Ia tidak bisa berubah instan seperti yang Anna lakukan
“eh itu dia orangnya” ujar Anna kemudian
Sosok yang dinantikan Anna yang ternyata sangat Jullya kenal menghampiri mereka
“sorry lama ya” Cowok itu duduk disamping Anna
“kita juga baru aja nyampe kok"
" oh iya kenalin, ini Juna dan Juna ini temenku Jullya” sambung Anna memperkenalkan mereka berdua
Jullya masih asyik menghisap rokoknya, Jullya kesal kenapa harus bertemu dengan ‘kencan dadakannya’ lagi dengan sisi kondisi seperti ini
Juna merasa seperti mengenal teman Anna tersebut, namanya sama dengan orang yang diajaknya ngedate beberapa hari yang lalu, wajahnya tidak asing, tapi penampilannya sangat berbeda 180 derajat. tapi Juna masih belum yakin karena Ia sendiri pangling dan takut salah orang
Jullya tahu Juna mengenalinya, walaupun ragu.
“kok pada diam?” Anna bingung, karena diantara keduanya hanya saling pandang
Juna mengulurkan tangannya bermaksud untuk menjabat tangan Jully, tapi Jullya mematikan rokoknya kemudian bangkit berdiri mengambil tasnya
“oh ya Na gue ada urusan, rambut pacar lo bagus tuh, MIRIP BROKOLI” cibir Jullya kemudian dengan kesal beranjak pergi
Anna berteriak berkali-kali memanggilnya, tapi Jullya tetap berjalan hingga bayangannya menghilang.
“maaf ya Juna, temenku Jully emang begitu, tapi sebenernya dia anaknya baik kok” sesal Anna
“iya nggak apa-apa” ujar juna
Jullya seakan memberinya kode lewat kata ‘brokoli’ bahwa Jullya yang dilihatnya sekarang adalah Jullya teman ngedate dadakannya beberapa hari yang lalu