Satu minggu kemudian
Hari-hariku semakin indah dengan bayang-bayang pak Evan yang selalu menari-nari disetiap hembus nafasku, dengan anak-anak kelas yang sekarang bersikap welcome terhadapku, dengan salon baru ibuku yang baru buka dan sudah pasti akan mengurangi waktu konyolku untuk melamun, aku yang selama ini merasa hidupku seperti zombie sekarang sungguh merasa sangat hidup dan penuh warna dan tentunya sangat bahagia, yeahhhh i feel alive... cinta memang sungguh bodoh tapi sangat berwarna
sejak Aku jatuh cinta pada pak Evan semua terasa sangat indah walaupun pak Evan tak pernah menganggap ku ada dan menganggapku biasa-biasa saja, tapi aku selalu bahagia karena perasaan ini.
ya bodohnya kenapa aku bisa sebahagia ini dan berubah untuknya padahal pak Evan tidak tahu tentang perasaanku, Bodoh bukan?
Seperti biasa, pelajaran Pak evan berlangsung menyenangkan, aku menyimak betul bentuk bibirnya saat menjelaskan materi-materi pelajaran, bukan pelajarannya yang ku tangkap tapi, mmmm masih ingat kan tentang asumsi Rumi bahwa cinta adalah yang memberimu ‘first kiss’, pikiranku kacau tentang hal itu dan sedikit tidak mengerti
Oh iya, ngomong-ngomong tentang Rumi setelah satu hari perubahanku, Rumi tidak pernah kelihatan di sekolah, hampir satu minggu ini. Aku sempat bertanya pada Rio, karena bagaimanapun Rumi adalah sahabatku yang selalu ada dalam keadaan saat aku masih menjelma sebagai ‘itik buruk rupa’.
Kata Rio Rumi sakit, tapi Ia tidak bilang Rumi sakit apa, sebenarnya aku khawatir, Aku ingin melihat keadaan Rumi, tapi Rumi sudah tak menginginkanku lagi, ah sudahlah.
“Ellisa, apa kamu nggak dengar bapak?”
Ya tuhan! Tiba-tiba saja bibir itu sudah berada tepat didepan wajahku, apakah...
“ELLISA” suara pak Evan berhasil menyadarkanku
“i-iya pak” ujarku kaget sambil merapikan rambut, karena aku tidak mau terlihat berantakan didepannya.
Aku sadar, selama pelajaran pikiranku tenggelam pada pak Evan dan pada Rumi, sampai aku tidak sadar pak Evan sudah didepan mataku
“kamu tidak dengar apa yang saya katakan?” kata Pak Evan menjauhkan wajahnya
Sejenak terdengar anak-anak kelas tertawa
“mmm emang apa pak?” tanyaku bingung
“kamu dari tadi tidak memperhatikan pelajaran?” tanya pak Evan
“perhatiin kok pak” ujarku bohong
“yaudah jawabannya apa?” tanya pak Evan
“jawaban?” batinku , aku mulai berfikir secara genius, apakah pak evan baru saja menyatakan cinta padaku didepan anak-anak kelas? karena dengan jelas aku merasa seperti itu, apa hanya perasaanku saja?
“jawabannya apa ellisa?” ulang pak Evan
Aku benar-benar tidak menyangka apa yang terjadi di khayalanku menjadi kenyataan,sampai-sampai aku tidak bisa berkata-kata
“kenapa harus didepan umum sih pak? hehe” ujarku malu-malu
“lho.. masa ditempat sepi??” tanya pak Evan
“A-aku.. ” semua kata-kata tercekat ditenggorokanku, wajahku sudah pasti memerah
“apa ellisa” pak Evan sudah tidak sabar menunggu jawabanku
Anak-anak kelas semakin ramai entah mentertawakan apa
Kucubit pipiku sendiri untuk memastikan bahwa aku tidak sedang bermimpi
“iya pak A-aku aku mau pak aku mau” jawabku antusias
“mau?” pak Evan bingung
“iya aku mau pak, mau banget” ujarku girang
“pertanyaanya adalah apa yang disebut dengan biosfer? Kenapa jawabannya mau? ” tanya pak Evan memperhatikanku lekat-lekat
“A-APAA?” hatiku yang telah mengembang dan menggelembung tinggi dengan indah seakan tiba-tiba ditusuk dengan jarum dan langsung pecah begitu saja, ini efek dari terus menerus berkhayal.
Aku segera menguasai suasana yang kian semrawut akibat pikiranku yang konyol, khayalan tingkat tinggiku membuat konsentrasiku kacau
“emm.. maksudnya aku mau ketoilet dulu pak” kataku sambil ambil kaki seribu
Aku berlari secepatnya sampai akhirnya berada diluar kelas dan terus berlari sampai toilet
Kututup keras-keras pintu toilet, dadaku turun naik nafasku memburu
“bodoh bodoh bodoh bodoh” aku mengutuki diriku sendiri
***
Bel pulang sekolah berdentang juga, rasanya lemas karena aku baru saja mempermalukan diriku sendiri.
Ku berjalan gontai menyusuri koridor, entah mengapa firiranku terus terlintas akan Rumi, bagaimanapun dia adalah sahabatku, aku berniat hari ini juga akan menjenguknya.
Tanpa sadar aku berpapasan dengan pak Evan, dan seperti biasa dia berjalan tegak tanpa sedikitpun menoleh atau menyapaku, hanya punggungnya saja yang terlihat begitu aku menoleh kearahnya
Can you hear my voice? Can you see my face? And.. can you feel my heart? Oh..
Kemudian klik publish!
***
Setelah selesai mengajar, Evan menghampiri Renata yang tengah sibuk dengan salon barunya. minggu pertama 'Beauty Salon’ milik Renata terbilang cukup ramai sampai-sampai Ia dan ketiga temannya sedikit kewalahan.
“hai” sapa Evan
Renata yang tengah asyik mempercantik sanggul costumernya terkejut dengan kedatangan Evan secara tiba-tiba
“hai van” sapa Renata kemudian kembali fokus pada rambut costumernya
“ehmm... aku bawakan makanan” ujar Evan sambil menunjukan sekantong makanan yang dibelinya
“waaah sebentar ya, Rita bisa bantuin ini dulu nggak” panggil Renata pada temannya untuk menggantikannya menata sanggul
“kok Kamu kesini?” tanya Renata saat mereka tengah menikmati makan siang yang di bawa Evan di ruang istirahat
“ya karena salon kamu rame dan pasti kamu belum makan siang” jawab Evan sambil menyuapkan makanan ke mulutnya
“aku memang baru makan roti tawar tadi pagi” aku Renata
“aku datang di waktu yang tepat bukan” ujar Evan
“hmm, oh iya?” Renata mengambil dompetnya bermaksud membayar makan siang yang di bawa Evan
“mau ngasih aku uang lagi? Itu artinya kamu nggak menghargai niat baikku, santai Ren, jangan terlalu serius ” ujar Evan menaruh makanannya
“bukan begitu, aku cuman nggak mau ada hutang budi, kamu sudah terlalu baik” terang Renata
“hutang budi? hsssshhh” Evan tersenyum konyol
“yaudah sebagai gantinya aku traktir kamu kapan-kapan” Renata menaruh kembali dompetnya dan kembali makan
“apa bisa kamu hargai niat baikku sedikit saja, kalau ini memang tulus dari hati bukan karena maksud lain?” ujar Evan tanpa melanjutkan makannya
“iya okey...yaudah jangan marah dong” goda Renata
“hmmm... kalau seandainya ada laki-laki yang usianya jauh di bawahmu dan dia jatuh cinta sama kamu gimana?” tanya Evan dengan mimik wajah serius
“hahahaha....” Renata tertawa geli dengan nasi penuh dimulutnya
“kenapa tertawa?” tanya Evan kemudian memberi Renata air mineral
“wanita muda, cantik, berbakat aja banyak kenapa harus ngejar wanita tua? Kamu ini kalau bercanda suka kelewatan hahahaha” Renata masih terkekeh
“AKU SUKA SAMA KAMU” ungkap Evan disela-sela tawa Renata
walaupun sedikit kaget, tapi Renata masih saja tertawa karena mengira ini hanya gurauan
" udah Van, cukup bercandanya " Renata berusaha menghentikan tawanya
“Orangtuaku udah nggak sabar mau ketemu sama kamu” ungkap Evan
Sekejap, Renata menghentikan tawanya. Pandangannya berubah serius pada sosok Pria muda di depannya dengan tatapan yang sangat berbeda dari mata evan biasanya , tatapan yang paling berbeda dan tidak bisa disembunyikan adalah tatapan cinta.