Setelah kegagalan cintanya, Deri menyibukan diri dengan karirnya. Ia sudah bosan berurusan dengan para gadis cantik yang sebetulnya merugikan tenaga, waktu dan uang.
Deri ingin fokus dengan pekerjaannya sebagai seorang seniman. Ia memiliki gerai lukisan di Jakarta, Yogya dan Bali. Selain melukis ia juga memiliki bisnis lainnya yakni membuka toko souvenir. Ia memiliki banyak cabang di kota-kota besar di Indonesia.
"Empat bulan lagi bakalan ada pameran batik. Lo ikut ga?" Gio kini berada di ruang kerja Deri. Ruangan itu boleh dibilang studio lukisnya.
"Pasti ikut lah. Tapi gua lagi ga ada ide buat menciptakan kreasi motifnya," jawab Deri sambil membereskan barang-barangnya.
"Semangat dong," ujar Gio.
"Harus nyari inspirasi dulu. Mungkin gua harus pergi ke Yogya," ucap Deri.
"Jauh amat ke Yogya. Cari di internet saja!" saran Gio.
"Biar sekalian jalan-jalan. Gua mau ngobrol toko juga. Lo ikut dong." Deri memberikan alasan. Selain menjadi pelukis ia juga memiliki galeri dan toko souvernir di Yogyakarta.
"Boleh tapi gua ingin bawa Ira sama Iqbal." Gio setuju dengan syarat.
"Lo sama emaknya cinta-cintaan terus gua yang ngasuh Iqbal. gitu?" Deri sudah bisa menebak apa yang terjadi nanti. Enak saja harus jadi babysitter.
" He...he...." Gio malah terkekeh.
***
" Mas Deri melukis batik juga? Bagus banget." Ambar yang sedang menyapu teras belakang memberikan komentarnya.
"Kamu ngintip?" Deri kaget. Biasanya para ART tidak ada yang peduli dengan kegiatannya. Kalaupun ada yang kepo Deri pasti mengusir mereka dengan kejam. Deri tidak mau diganggu kalau lagi sibuk corat coret. Itu hanya akan membuyarkan imajinasinya.
"Maaf, tidak sengaja lihat," Ambar tersenyum malu. Sebenarnya agak kaget melihat ekspresi Deri yang seperti itu. Menyeramkan.
"Aku paling ga biasa kalau lagi kerja ada yang lihatin. Bisa gagal hasilnya" ucap Deri seolah memberi kode agar Ambar segera menjauh. Deri butuh ketenangan. Ia ingin berimajinasi.
"Maaf Mas," ucap Ambar sekali lagi.
Setelah itu Ambar langsung pergi tidak mau melihat Deri marah. Belakangan Deri memang jadi lebih sensitif. Semua penghuni rumah sampai sering mengusap d**a.
"Kenapa Mbar sepertinya kamu kesal?" tanya Sri saat melihat rekannya murung.
"Mas Deri tuh sensitif banget ya," jawab Ambar.
"Iya, sejak putus dari pacarnya sikapnya jadi aneh," Sri pun merasakan hal yang sama.
"Padahal sudah 3 bulan masa sih belum bisa move on," tutur Ambar.
"Kamu suka ya sama mas Deri, ngaku saja. Aku sering mergokin kamu lihatin mas Deri. Tatapan kamu itu penuh arti," ucap Sri menggoda temannya. Keduanya kini sibuk menyiangi bahan-bahan sayuran yang akan dimasak.
"Nggak,..." Ambar mengelak. Ia memang mengakui ketampanan Deri apalagi beberapa waktu lalu yang sempat mengubah penampilannya. Tapi ambar tahu diri. Ia hanya seorang ART.
"Ngeceng Mas Deri sih boleh-boleh aja, tapi kita harus ingat posisi dan status kita." Sri mengingatkan.
Tentu saja Ambar ingat. Ia hanyalah seorang ART yang tidak memiliki apa-apa. Penampilannya saja jauh di bawah rata-rata. Jangankan dilirik Deri, bahkan para pemuda di kampungnya pun tak ada yang mau mendekatinya.
***
Esok harinya Ambar sengaja menemui Deri. Ambar ingin menunjukkan sesuatu kepada Deri.
"Maaf mas saya gangguin mas Deri," ucap Ambar.
"Iya ada apa?" Deri menatap Ambar. Jantung Ambar jadi berdetak tak karuan mendapat tatapan seperti itu dari anak majikannya.
"Saya ingin memperlihatkan ini," ucap Ambar ragu-ragu.
Sebuah buku cukup tebal berisi koleksi gambar batik hasil kreasi tangannya.
"Woow..., kamu yang gambar?" Deri tampak kagum. Buku itu cukup tebal.
"Iya," jawab Ambar sambil menganggukkan kepalanya.
"Bagus." Puji Deri. Pemuda itu terus membuka halaman demi halamannya.
"Sebelum ke Jakarta saya kan pernah kerja jadi pengrajin Batik," beritahu Ambar.
"O ya? Saya tidak menyangka kamu punya bakat menggambar yang luar biasa. Berarti kamu bisa bikin batik tulis dong." Deri semakin kagum.
Ambar mengangguk.
"Gini deh kalau kamu serius bisa membatik besok saya kasih alat-alat. Saya ingin lihat hasil karya kamu," ucap Deri Antusias.
Deri sangat mengagumi karya seni. Makanya saat tahu kemampuan Ambar ia langsung ingin tahu lebih jauh bakat yang dimiliki ARTnya itu.
"Tapi mas, membatik itu butuh proses yang lama. Sementara saya kan harus kerja. Mana pekerjaan di rumah banyak lagi," ucap Ambar ragu.
"Tenang saja nanti saya akali. Pokoknya saya butuh bantuan kamu," ucap Deri penuh harap.
"Ingat lho ucapan kamu beberapa waktu lalu. Kamu katanya siap membaktikan diri buat saya." Deri mengingatkan kempali ucapan Ambar 4 bulan yang lalu.
"Tentu saja saya ingat mas, Mas Deri kan Dewa penolong saya," ucap Ambar.
"Saya lihat kamu berpotensi. Kalau begitu kamu harus jadi dewi penolong saya, kebetulan 4bulan lagi ada pameran batik dan saya akan ikut serta," Deri berkata penuh harap.
"InsyaAllah saya janji bakalan bantu mas Deri," Ambar dengan senang hati akan membantu Deri sebisanya.
Akhirnya Ambar mau bekerjasama dengan Deri membatik untuknya. Walaupun ia tidak yakin karena satu lembar kain itu butuh proses yang lumayan lama.
"Bukunya saya pinjam dulu ya, besok saya balikin sekalian ngasih alat-alat ke kamu," ucap Deri.
"Siap Mas." Ambar tak keberatan. Ia senang jika hasil karyanya ada yang menyukai.
***
TBC