BAB 11

1034 Kata
Bunyi bel pulang sekolah, Jean dengan lesuh keluar dari gedung sekolah dan menghampiri mobil yang sedang menunggunya. Suara terdengar menyapanya. "Jean sayang," Jean berbalik dan melihat Emily sedang berdiri tepat di belakangnya. "Mommy?" Emily tersenyum di susul dengan anggukan. "Mommy, kenapa tidak bilang akan menjemputku?" tanya Jean. "Mommy sudah menunggumu sejak tadi di ruang tunggu." "Benarkah?" "Iya, Sayang." Jean memeluk betis Emily. Wanita cantik itu berlutut agar sejajar dengan Jean. "Mulai sekarang, Mommy akan selalu menunggumu pulang sekolah." "Benarkah?" Emily mengangguk. Jean melompat kegirangan karena senang mendengar Emily akan selalu menunggunya di sekolah seperti siswa yang lain yang selalu di tunggui ibunya. Emily menikmati perannya sebagai Ibu pengganti buat Jean. *** Sampai di mansion, babysister Jean sudah menunggu di depan kamar karena seperti biasa Jean akan di urusi kedua babysisternya. "Sayang, Mommy ke kamar dulu ya," ujar Emily sembari mengelus rambut Jean. Jean mengangguk. Emily langsung melangkah ke kamar, hari ini dia benar-benar sangat lelah karena harus menunggu Jean berjam-jam di sekolah, apalagi tak seperti Ibu-ibu lain yang saling mengobrol jadi waktu tak terasa. Emily melihat Dylan sedang menekuri layar laptopnya. "Jean mana?" tanya Dylan tanpa menoleh ke arah Emily, "Di kamarnya." "Kenapa tak kau temani?" "Hei, Tuan besar, aku juga perlu beristirahat, seharian ini aku menunggu Jean di sekolah, jadi biarkan aku beristirahat sejenak, lagian Jean 'kan punya 2 babysister," ujar Emily kesal. Emily melangkah masuk ke kamar mandi, mencuci muka dan merapikan wajah dan bajunya. Setelah beberapa saat, wanita cantik itu melangkah keluar kamar mandi sambil melap wajahnya dengan handuk muka. Sesekali ia menoleh ke arah Dylan yang begitu sibuk. Ketukan pintu membuat Emily tak jadi merebahkan tubuhnya di atas ranjang. "Masuk!" Dylan berteriak tanpa menoleh ke arah pintu. "Tuan, Nona, makan siang sudah siap, semuanya sedang menunggu di bawah," ujar salah satu maid. Dylan melangkah keluar kamar dan meninggalkan Emily yang masih diam termangu berharap Dylan mengajaknya untuk turun ke bawah. Emily menuruni tangga menuju ruang makan. Terlihat semua keluarga sudah duduk di kursi masing-masing. Wanita cantik itu bergabung dengan keluarga Maxwell untuk makan siang. Seperti biasa Jean langsung mendekatinya dan bermanja-manja dengannya. Emily tersenyum di susul dengan mengelus rambut Jean yang di anggapnya sangat lucu karena umur sekecil Jean dia selalu berusaha terlihat dewasa di depan orang lain tapi tidak di depannya. "Ada yang ingin aku katakan," ujar Dylan di sela makannya. "Ada apa, Sayang?" tanya Paulina. "Aku akan pindah," ujar Dylan. "Kemana? Kau mau pindah kemana, Nak? Lantas bagaimana anak dan istrimu?" tanya Paulina penasaran. "Aku akan membawa mereka bersamaku." "Mommy 'kan tanya kau akan pindah kemana?" "Ke rumahku." "Rumah perusahaan?" "Bukan. Tapi rumahku." Emily mendongak ketika mendapati mata hitam segelap malam itu menatapnya begitu sinis dan mengintimidasi. "Apa yang di rencanakan pria menyebalkan itu? Kenapa dia menatapku? Apa dia akan membunuhku di rumahnya?" Emily membatin dan berusaha menunduk agar tak melihat mata sinis dari Dylan. Jean dengan baik hati meletakkan beberapa makanan di piring Emily, sesekali Jean menanyakan kepada Emily apa yang di inginkannya dari semua menu makanan yang ada di atas meja. Emily tersenyum dan sesekali mengelus lembut rambut Jean. "Mom, aku bukan anak kecil," bisik Jean. Tentu saja mendengar perkataan Jean membuat suasana hatinya mencair. Emily sesekali menoleh ke arah Dylan yang sedang diam terpaku pada piring makannya. "Aku selesai," ujar Dylan sambil meminum segelas air putih hingga tandas. Ia melangkah meninggalkan ruang makan dan kembali menaiki tangga. "Kamu tenang saja, ya, Dylan memang seperti itu, tapi dia baik kok," ujar Alice yang sudah sedikit membuka hatinya untuk Emily karena telah melihat kedekatan Emily dengan Jean beberapa hari terakhir ini. Emily mengangguk dengan tersenyum. *** Minggu akhirnya tiba. Berhari-hari telah di lewati Emily di mansion milik keluarga Dylan. Meskipun Emily hanya sebagai Ibu pengganti buat Jean dan tak pernah merasakan sekali pun suara lembut Dylan tapi hal itu tak di perdulikannya. Kedekatannya dengan Jean membuatnya lupa siapa dia di dalam keluarga Maxwell. Jean sangat memujanya. Jean menganggapnya sebagai Ibu. Hal itu cukup membebani Emily. "Bersiaplah." Satu kata yang tak bisa di prediksi Emily. Dylan memang pria dingin dan paling susah di tebak. Suasana hatinya tak pernah baik. Ia begitu mencintai istrinya, itu lah alasannya. Kehadiran Emily di dalam hidupnya hanya sebagai ibu bagi Jean bukan sebagai istri. Hari ini adalah hari kepindahan Emily serta Jean ke rumah Dylan. Kebahagiaan di wajah Jean sungguh jelas terlihat ia bahagia akan tinggal bersama ayah dan ibunya. Setelah berpamitan. Emily, Dylan dan Jean naik ke mobil depan dan kedua babysister naik mobil di belakang. Emily Hanya bisa menikmati perjalanannya dengan menekuri jalan. Jean juga sedang asyik bermain game dan Dylan hanya berdiam diri di tempat tanpa mengatakan apa pun. Perjalanan yang sungguh membosankan. *** Sampailah mereka di rumah Dylan. Bukan di rumah yang waktu itu Emily datangi tapi rumah di seberang. Rumah paling mewah bak istana di kompleks perumahan elit ini. Wow .... Amazing Perfect. "Apa? Jadi ... rumah ini juga miliknya? Pantasan dia sombongnya luar biasa, tapi syukur dekat dengan Peggie sama Jake, mereka 'kan temanku." Emily membatin. Seperti biasa dan seperti di rumah para petinggi di negara ini, setiap sudut berjejer para maid dan bodyguard. Sungguh mengesankan. Emily masuk kedalam rumah dengan menggenggam tangan Jean. Emily dan Jean di antarkan maid ke kamar masing-masing. Mereka menaiki tangga dan sampai di ruang keluarga. "Ini ruang keluarga, Nyonya," ujar maid. "Kamarnya mana?" tanya Emily "Kamarnya ada di atas." "Naik tangga lagi?" Emily mulai lelah. Setelah menaiki tangga, Emily mulai merasa rumah ini sangat berlebihan. "Apa lagi ini?" tanya Emily ketika melihat ruangan tanpa pintu kamar yang ada hanya beberapa jendela. "Silahkan, Nyonya, anda harus menaiki tangga lagi untuk menuju ke kamar," ujar maid. "Ayo, Tuan muda, saya akan menunjukkan kamar anda," ujar maid. Emily pun mengikutinya untuk mengantarkann Jean sampai kamarnya. "Ini kamar anda, Tuan muda." "Aku tahu," ujar Jean. "Ayo, Nyonya, saya antar anda ke kamar anda." "Sayang, kamu istirahat dulu, ya, " ujar Emily. "Iya, Mom." Emily mengikuti langkah maid dan sampai di sebuah kamar yang benar-benar indah. "Kau bisa keluar," pintah Emily. "Baiklah, Nyonya," ujar maid. Emily langsung merebahkan tubuhnya. Ia hendak membuka kancing bajunya tapi Dylan membuka pintu tanpa mengetuk. "Kenapa kau tak mengetuk?" "Kenapa aku harus mengetuk pintu kamarku sendiri?" "Aku tau ini kamarmu tapi aku tadi hampir membuka bajuku." Dylan berjalan menghampiri Emily. BERSAMBUNG.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN