4 - Berita Lain Lagi

1752 Kata
‘Lima kali lipat? Bagaimana?’ Seno membaca ulang email balasan yang sangat singkat dari si gadis stalker yang ia dapatkan informasinya dari Yudhis. Ini nyata, email balasan yang Seno terima malam ini memang bukan khayalan semata. Tersenyum miring, Seno bersorak dalam hati karena stalker yang ia hubungi ternyata tak terlalu sulit untuk dipancing keluar seperti yang sebelumnya Yudhis katakan pada dirinya. Lihat sendiri kan? Bahkan tak perlu waktu yang begitu lama bagi Seno untuk mendapatkan jawaban dari si penguntit rahasia. Hanya kurang dari empat puluh delapan jam, penguntit itu nyatanya memberi lampu hijau atas ajakan bertemu dari seorang Senopati. Memanfaatkan malam yang belum bergulir terlalu larut. Seno mengangkat tablet dan membawa benda pipih itu sambil merebahkan diri santai di ruang tengah kondominium mewahnya. Iya, lelaki tampan berusia dua puluh sembilan tahun itu tinggal seorang diri di salah satu kondominium megah di ibu kota. Memilih melanjutkan hidupnya yang sudah terbiasa mandiri dan tinggal jauh dari orang tua serta keluarga besarnya yang ada di Surabaya. 'Penawaran terakhir, sepuluh kali lipat. Deal? Saya tunggu jawabannya sesegera mungkin. Jika bersedia dengan tawaran tersebut, tolong sertakan juga waktu dan tempat kapan kita bisa bertemu secara langsung. Regards, Senopati Rajata D.' Seno mengetikkan jemarinya cepat di atas layar tablet yang selalu menemaninya kemana-mana. Memeriksa sekali lagi agar tak ada kesalahan pada huruf-huruf yang berjajar rapi tersebut. Setelah yakin, barulah si sulung kesayangan Hanami Dwisastro itu menekan tombol kirim di bawah badan email. Berharap emailnya kali ini mendapat respon cepat dari si penguntit yang katanya sangat berpengaruh ini. Sembari menunggu jawaban, Seno memilih menenggelamkan diri untuk sekedar berselancar di dunia maya yang kata orang bisa membuat lupa diri juga lupa waktu. Seno memang bukan orang yang anti sosial media, tapi ia memang tipe orang yang tak begitu tertarik dengan apa-apa yang fana dan belum tentu benar adanya. Daripada menghabiskan waktu dengan hal demikian, Seno lebih suka menghabiskan waktu senggangnya dengan melakukan panggilan video pada ibu tercintanya. Hanami. Hanya betah menatap sosial media milik Yosana sekitar tiga puluh menit, Seno mulai bosan karena tak menemukan petunjuk apa pun tentang kabar perselingkuhan gadis itu seperti yang diutarakan dua sahabatnya kemarin lusa. Semua yang ada di halaman sosial media Yosa hanya kegiatan-kegiatan gadis itu di dunia modelling, pemotretan ini dan itu, syuting iklan, perjalanan ke luar kota atau luar negeri. Proses di balik layar syuting iklan yang diambil asistennya diam-diam, atau sekedar foto dan video untuk keperluan endorse yang kini banyak menghampiri dirinya. Tak ada yang aneh sama sekali. Seno sudah mengenal Yosa sejak tahun terakhir ketika mereka sama-sama duduk di bangku SMP. Ketika Seno masih berusia sekitar lima belas tahun dan Yosa satu tahun di bawahnya. Jadi bisa dibilang sudah tiga belas tahun lebih mereka saling mengenal dan bersahabat sangat dekat. Bakat alami Yosa sebagai model juga sudah tampak jelas saat itu. Jadi, sebagai sahabat terdekatnya selama ini, Seno hanya bisa mendukung dan mempercayai gadis tersebut dengan sepenuh hati. Apalagi ternyata mendiang ayah Yosa bersahabat baik dengan Adiyatma, ayah Seno. Karena keduanya berkawan baik lantaran berada di dalam club golf yang sama setiap akhir pekan. Kedekatan orang tua yang mau tak mau akhirnya semakin mempererat hubungan persahabatan antara Seno dan Yosa juga. Sampai pada akhirnya tercetus rencana untuk menjalin kekerabatan dengan mengikat Yosa dan Seno dalam ikatan sakral pernikahan. Ide perjodohan yang bukan muncul dari orang tua keduanya, melainkan ide yang dicanangkan oleh Cokro Hutama, sang opa tercinta. Bagaimana bisa? Tentu saja bisa, karena opa kesayangan Seno itu memberi satu syarat pada cucu pertamanya itu jika benar-benar ingin memimpin Rosemary hospital, yakni menikah alias membangun rumah tangga. "Memimpin rumah tangga saja belum bisa, mana bisa opa percayakan kamu untuk memimpin rumah sakit sebesar ini, Boy. Menikah dulu sana!" ujar Cokro Hutama akhir tahun lalu ketika Seno menyetujui tawaran sang kakek untuk meneruskan kepemimpinan di Rosemary Hospital. "Wajib banget syarat nikahnya, Opa? Opa cuma becanda aja kan ini?" erang Seno berharap bisa menyanggah permintaan konyol tersebut. "Emang wajah opa keliatan lagi bercanda, Sen?" Sesepuh keluarga Adiyatma itu tampak mengerutkan keningnya yang memang sudah keriput termakan usia. "Ya, enggak sih, Opa. Tapi kan aku lagi nggak punya pacar. Kalau cemceman sih banyak banget sampai berjejer rapi tinggal tunjuk juga bisa," sahut Seno tanpa tau malu sedikit pun. Tentu saja Seno menganggap hal tersebut adalah candaan semata, karena pada saat itu Seno tak sedang menjalin hubungan asmara serius dengan perempuan mana pun. Pemuda itu memang dikenal sebagai playboy sejati karena dekat semua gadis cantik yang dengan suka rela datang menghampiri dan menjadi selir-selirnya. Tapi tak ada satu orang pun yang berhasil memiliki hatinya. “Lho, gadis cantik yang sering jalan sama kamu kemana-mana itu memangnya bukan pacar kamu, Boy? Siapa tuh namanya yang anaknya si Hadi, Yessa, Yessy?” ingatan akan suara sang opa terdengar lagi. “Yosa, Opa.” Seno meralat dengan cepat. “Iya, yang manis itu loh anaknya.” “Bukan, dia temen baik aku aja kok, bukan pacar.” “Opa sama Oma dulu juga sahabat baik kok, bukan pacar. Tapi buktinya, ternyata kami berjodoh sampai punya anak cucu seperti sekarang.” “Ya itu kan, Opa sama oma. Nggak berlaku sama aku dan Yosa kali,” cebik Seno tak ada sungkan-sungkannya jika berbicara santai dengan sang kakek seperti ini. “Halah, kan belum dicoba, Boy,” sambung sang kakek membuat Seni tergelak. Apalagi ketika pria sepuh yang masih bugar itu selalu memanggilnya dengan sebutan ‘Boy’. “Aku bukan kelinci percobaan, Opa. Nikah kok coba-coba?” “Ya makanya, coba aja dulu pendekatan sama sahabatmu itu. Manis loh dia, sopan juga tiap kali ikut main ke sini. Opa nggak keberatan punya cucu menantu seperti dia, sudah jelas bibit bebet dan bobotnya,” pungkas Cokro membuat Seno terlempar pada pikiran mendalam tentang saran dari kakeknya itu. Yosa ya? padahal ya ... sebenarnya Seno menganggap gadis manis dengan warna kulit eksotis itu hanya sebagai sahabat yang ia lindungi semata. Memang tak menampik bahwa ketika mereka remaja, Seno pernah mencoba mendekat dan membuka hati untuk Yosa. Namun begitu tahu bahwa Seno bukanlah tipe lelaki idaman sahabatnya itu, Seno mundur teratur dengan besar hati sebelum perasaan itu benar-benar tumbuh subur di hatinya. Yosa bahkan mengaku sendiri waktu itu lebih suka berhubungan dengan pria yang jauh lebih dewasa dari usianya. Waktu itu saja, ketika Yosa baru menginjak usia enam belas tahun, gadis itu menjalin hubungan diam-diam dengan seorang pria dewasa yang berusia sebelas tahun lebih tua darinya. Yosa sengaja merahasiakan hal tersebut dari semua keluarga juga teman-temannya. Tapi tidak demikian jika pada Senopati, Yosa bisa bercerita apapun tanpa keraguan sedikit pun pada sahabatnya ini. Seno pun demikian, tak pernah melarang atau mencegah perihal asmara sahabatnya. Karena urusan hati memang bukanlah manusia penentunya. Sejak itulah Seno selalu menjadi komentator dan penasihat terbaik untu kisah cinta Yosa yang sering putus nyambung dengan beberapa pria dewasa. Namun sejak Yosa memilih sendiri setelah putusnya hubungan asmara dengan Marvel tahun lalu, Seno membicarakan niatan sang kakek pada gadis manis itu. Di luar dugaan, Yosa menyetujui saran tersebut dan mencoba membuka hati untuk Seno, sahabat terbaiknya selama ini. Bahkan berdasarkan pengakuan Yosa, kakek Seno bahkan beberapa kali menghubunginya secara langsung ataupun lewat sang ibu untuk membicarakan rencana perjodohan tersebut. Ckk, Cokro Hutama memang si kakek tua yang benar-benar pengatur ya jika sudah punya kehendak seperti ini. Tapi tak apalah, bagaimana pun ajaibnya watak sang kakek, ia tetaplah kakek kesayangan Senopati. Suara notifikasi yang menandakan ada email baru yang masuk pada akunnya, membuat Seno membuyarkan lamunannya tentang sang kakek ataupun Yosa. Ternyata ada tiga email baru yang masuk dalam sekali waktu. Dua pesan berasal dari humas Rosemary yang melaporkan pengiriman alat-alat medis terbaru yang sudah sampai. Sedangkan satu pesan lagi berasal dari akun yang memang sudah ia tunggu-tunggu balasannya sejak beberapa jam lalu. ‘Dear Mr. Senopati, Deal, tawaran diterima. Kita bertemu dua hari lagi, di Brew Coffee. Tepat pukul delapan malam. Regards, Sweet Stalker. RY’ Senyum Senopati terpatri sempurna sesaat setelah membaca email balasan tersebut. Tak butuh waktu lama kan untuk mendapatkan respon dari lawannya lagi. Tak mau membuang waktu, pria itupun menarikan lagi jemarinya untuk memberikan balasan terakhir. 'Oke, saya akan tiba di Brew Coffee sebelum jam delapan malam. Simpan nomor saya yang ini untuk mempermudah komunikasi. Seno : 085233xxx999' Seno memastikan pesannya sudah terkirim sebelum akhirnya mematikan tablet, lantas memilih untuk memejamkan mata sejenak. Menimbang sekali lagi sambil menarik napas dalam-dalam. Kembali menelaah dugaan-dugaan sahabatnya tentang Yosa yang berani berhubungan dengan pria lain di belakangnya. Meski keduanya sepakat untuk membuka hati, bahkan hingga merencakan pertunangan, Seno yakin, baik dalam hatinya maupun hati Yosa memang belum dihinggapi rasa cinta yang teramat sangat seperti pasangan kekasih pada umumnya. Namun jika yang dikatakan Yudhis atau Rega benar adanya, tentu saja harga dirinya sebagai seorang lelaki tertampar sempurna. Seno pantang dengan ketidaksetiaan pasangan, dan hal tersebut juga berlaku untuk Yosa. Ponsel Seno yang berada di saku celana bergetar pelan. Pasti Hanami, sang mama tercinta yang selalu menelponnya setiap malam sebelum tidur. Kalau bukan beliau pastilah itu Yosa, gadis yang baru saja berkeliaran dalam pikirannya. “Assalamu’alaikum, Sayangku gantengku,” sapa satu suara yang sudah begitu akrab di telinga Seno. “Wa’alaikumsalam, Mamaku yang cantiknya tiada tara,” balas Seno lantas terkekeh. Nada bicara sang mama yang terdengar manja luar biasa selalu saja mengundang tawa di sudut bibirnya. “Sen, kamu ada buka portal berita nggak hari ini?” “Aku cuma buka berita politik sama sport aja, Ma. Kalau mau tanya tentang gossip selebriti, please … aku nggak tau sama sekali.” Sebelum mamanya mulai melancarkan banyak pertanyaan bukankah lebih baik memasang ancang-ancang di depan kan? “Ckk, kamu ah, mama serius nih!” Nada suara Hanami berubah serius. “Aku juga serius Ma—” “Cepetan deh buka akun si lambe-lambe ambyar di instagrem itu loh, Mas!” titah Hanami meminta persetujuan putranya. “Aku anti ngegossip kayak emak-emak kurang kerjaan, Mama.” “Hadeeh, pokoknya buka aja dulu. Karena kamu perlu pastikan sesuatu.” sentak Hanami terdengar gemas. “Memastikan apaan sih Ma—” “Ada gossip tentang Yosa yang lagi jalan sama pengusaha tuwir.” “Yosa … apa Ma?” sela Seno mendadak berharap ada yang salah dengan pendengarannya. “Ada gossip Yosa jalan sama bapak-bapak pengusaha tua. Coba deh kamu pastikan itu Yosa atau bukan, karena mama nggak hapal perawakan Yosa kalau dari belaka—” “Oke aku cek dulu, Ma. Mana akunnya!” potong Seno sudah tak sabar. Seno benar-benar harus memastikan kali ini. Karena yang sekarang, bukan hanya Yudhis atau Rega yang membawa kabar tentang Yosa-nya, tapi juga … Hanami, bidadari cantik yang paling ia puja di dunia. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN