Pertemuan

1155 Kata
Alexander mengikuti Nara, naik ke speed boatnya untuk kembali ke Pulau tempat perusahaan Minara Samudra Fishing berada, sekaligus Villa tempat tinggal Minara dan mamanya tercinta. Dua hari di Rumah Sakit, keadaan tubuh Alex sudah pulih, kecukupan nutrisi untuk tubuhnya sudah terpenuhi, hanya memang menurut diagnosa dokter , Alex menderita Amnesia temporal atau disebut Transient Global Amnesia yang mungkin disebabkan karena kecelakaan yang terjadi padanya. Alex lupa tentang siapa dirinya, apa pekerjaannya, berapa umurnya dan dari mana dia berasal. Mengapa dia bisa jatuh ke laut dan bertahan hidup hanya dengan sebuah gallon air, juga dia lupakan. Tidak ada yang dia ingat sama sekali tentang kehidupan masa lalunya. Septi sebagai dokter yang bertanggung jawab juga telah melaporkan tentang diri Alex ke pihak kepolisian , dan pihak kepolisian telah hadir di rumah sakit untuk mendapatkan sidik jari Alex, agar bisa di periksa di system kependudukan Indonesia untuk mengetahui jati diri Alex, supaya bisa diberitahu kepada pihak keluarga. Proses pemeriksaan itu memerlukan waktu paling cepat seminggu. Sehingga pihak kepolisian menyarankan sebelum identitasnya diketahui, Alex bisa tinggal di wisma penampungan pengungsi di Kabupaten Bireuen. Kemarin Nara menemui Kepala Kepolisian Sabang agar dia yang bertanggung jawab terhadap Alex selama belum di ketahui siapa jati dirinya sehingga Alex tidak perlu tinggal di wisma penampungan pengungsi. “ Bu Nara yakin, Pak Alex ikut ibu pulang ke rumah dan tinggal bersama Ibu di Pulau Nara ?” Tanya Pak Abidin, sang Kepala Kepolisian. “ Yakin Pak. Saya yang akan bertanggung jawab terhadap beliau. Saya yakin, dia bukan criminal . Saya yang menemukannya di laut dekat Pulau Nara, maka saya harus bertanggung jawab sampai dia bisa mengingat kembali siapa dirinya sehingga dia bisa kembali kepada keluarganya yang pasti sangat khawatir dengan dirinya.” Kata Nara tegas. “ Tidak ada laporan orang hilang di seluruh propinsi Aceh, jadi dia mungkin bukan berasal dari daerah ini. Kita tidak bisa menebak darimana dia berasal, karena mungkin dia terseret arus dari Selat Malaka yang merupakan pusat pelayaran dari begitu banyak kapal, tapi dari dialeknya saat berbicara, dia mungkin berasal dari Pulau Sumatera, daerah Jambi atau Palembang, atau bisa juga dari Malaysia, karena dialek melayunya sangat kental.” Kata Pak Abidin dengan insting polisinya. “ Iya, saya setuju, mungkin dia dari Malaysia. Dia selalu bilang awak untuk mengantikan kamu .” Nara setuju dengan yang dikatakan Pak Abidin. “ Kalau memang seminggu lagi, Sidik jari Pak Alex tidak ada di system kependudukan Indonesia, Saya akan melapor ke pihak interpol untuk bantuan pemeriksaan di Kepolisian Malaysia.” Kata Pak Abidin dan Nara menganggukkan kepalanya tanda setuju. Dan begitulah prosesnya sehingga lelaki yang mereka yakini bernama Alexander berdasarkan tattoo yang ada di bahunya itu, sekarang ini ikut di Speed Boat Kuning Nara untuk kembali ke Pulau Nara. “ Kamu tidak trauma naik kapal kan, Lex? “ Tanya Nara berbasa-basi karena tidak enak juga diam saja tanpa percakapan selama 30 menit berkendara menembus ombak, menuju pulau tempat tinggalnya. Alex hanya menggeleng dan tatapannya jauh melihat ke depan lautan yang membentang. Dia tidak merasakan apa-apa di otaknya. Otaknya kosong, dia hanya tahu dia selamatkan dari lautan oleh wanita manis berkulit sawo matang yang sedang memainkan tangannya dengan lincah di kemudi speed boatnya. Keduanya kembali diam, sampai terdengar suara Alex “ Kenapa awak seorang perempuan bisa tinggal di Pulau , Kenapa awak tidak tinggal di Kota Sabang saja?” “ Aku mempunyai usaha ekspor lobster, jadi aku membutuhkan tempat packing yang dekat dengan laut, agar lobster itu bisa bertahan hidup lebih lama.” Kata Nara menjelaskan, “ Maksudnya lobster-lobster itu tetap akan hidup saat kamu ekspor ke luar negeri ? ” Nara mengangguk “ Bagaimana untuk ?” Tanya Alex dengan bahasa Melayu yang artinya menanyakan cara. “ Lobster itu bisa bertahan hidup di luar air selama dua hari, dan supaya bisa bertahan lebih lama karena biasanya proses ekspor itu lebih dari dua hari sampai ke tempat tujuan ekspor, lobster-lobster itu akan kami tidurkan.” Kata Nara dengan suara antusias, dia selalu antusias bila berbicara tentang usaha lobsternya ini. “ Awak nyanyian lagu untuk membuatnya tidur?” Tanya Alex menyeringai dengan senyum di wajahnya. Nara tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya karena dia tahu Alex sedang bercanda “ Bukan dengan dinyanyikan lagu.” Kata Nara kembali tertawa lalu melanjutkan “ Lobster-lobster hasil tangkapan kami dari laut kami tidurkan dengan menempatkan lobster itu ke dalam suhu di bawah nol derajat Celsius, lalu kita bungkus dan packing dengan kertas koran, baru dimasukan ke Styrofoam agar suhu nya tetap terjaga , sehingga sampai di tempat tujuan , lobster-lobster kami akan bangun dan tetap hidup.” “ Oh.. Hebat. Berapa peratus kejayaannya?” Tanya Alex tertarik dengan penjelasan Nara “ Maksudmu? Ratus kejayaan apa?” Tanya Nara Binggung “ How to explain ya?” Kata Alex menggaruk-garuk kepalanya. “ What is the percentage of success?” Tanya Alex lagi dalam bahasa Inggris, karena dia yakin pasti Nara lebih mengerti Bahasa Inggris daripada bahasa melayu yang dipakainya. “ Ooo, maksudmu berapa persen keberhasilan lobster-lobster kami tetap hidup sampai tempat tujuan dengan cara ditidurkan? Tanya Nara memastikan. Alex mengangguk “ Kalau sesuai waktu 2-3 hari sampai ke tempat tujuan ekspor, persentase keberhasilan kami bisa mencapai 90 % dan setelah itu lobster harus segera dimasukkan ke kolam air asin yang mempunyai kadar sesuai keasinan lautan.” Kata Nara Alex kembali mengangguk mengerti. Mereka kembali diam tanpa kata, sampai beberapa saat kemudian perahu mendarat di Pulau Nara. Mereka berdua di sambut Ananta di pinggir dermaga dengan senyum lebar “ Jadi juga Pak Alex tinggal di sini bersama kita, Bu? ” Tanya Ananta. “ Belum jam kerja Anta, ngapain juga panggil ibu.” Kata Nara pada Ananta yang merupakan temannya sekaligus orang kepercayaannya. Ananta hanya nyengir. “ An , yang aku minta tolong kepadamu , uda kamu siapkan ?” Tanya Nara. “ Uda, sepertinya dia bisa pakai baju-bajuku, kalau celananya aku kasih dia yang model jogger pant , karena dia ini lebih tinggi dari diriku. Kalau jogger kan, meskipun gantung tidak apa-apa.” Kata Ananta mengenai permintaan Nara untuk menyiapkan beberapa baju untuk Alexander. “ Thanks ya, An. Kamu memang temanku yang paling baik.” Kata Nara menepuk bahu Ananta. “ Baru tahu sekarang, kalau aku ini temanmu yang paling baik?” Balas Ananta, menatap Nara dengan lembut. Dia mencintai Nara, tapi tidak berani mengungkapkan perasaannya karena Nara atasannya dan Nara itu layaknya wanita kuat yang tidak memerlukan laki-laki dalam hidupnya. Dia bisa melakukan segalanya sendiri. Ananta sungguh tidak berani mengungkapkan perasaannya kepada Nara, karena kalau di tolak pasti mereka tidak bisa lagi berteman sehingga dia memutuskan untuk selalu memberi perhatian pada Nara agar Nara bisa merasakan getaran cinta padanya. Bertiga mereka masuk ke Villa, tempat tinggal Nara. Di pintu depan rumah, Minarni, ibu Nara berdiri menyambut mereka dengan kaki masih terbalut perban dan mata membelak lebar dengan tatapan terkejut bagai melihat hantu saat Alexander menjulurkan tangannya untuk berkenalan. “ Kamu… Kamu…… Kamu…..” Hanya kata-kata itu yang terucap dari mulut Minarni sehingga Nara, Alex dan Ananta menatap Minarni dengan binggung. Apakah Minarni mengenal Alex?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN