12. Bad Experience

1308 Kata
Chapter 12 Bad Experience Charlotte melirik cangkir berwarna putih dengan tangkai bercorak mawar. Ia mengangkat lepek dan mendekatkan cangkir ke hidungnya. "Kenapa bukan rumput saja yang kau masukkan ke dalam sini?" Sunshine terkekeh. Ia tahu Charlotte sangat kesal setiap datang ke rumah pribadinya yang sedikit tidak normal. Seluruh isi rumahnya bercorak mawar dengan warna merah, merah jambu, dan putih. Ia bahkan menghidangkan teh mawar kepada Charlotte, juga kukis berbentuk mawar. "Apa tidak ada sesuatu yang normal di sini?" gerutu Charlotte sambil meletakkan cangkir ke tempat semula tanpa berniat mencicipinya. "Kedatanganmu membuatku terkejut," ujar Sunshine, ia menatap Charlotte dengan tatapan penuh pertanyaan. "Ya Tuhan," erang Charlotte sembari menutupi wajahnya. "Aku pasti kehilangan akalku." Sunshine mengerutkan kedua alisnya. "Jangan ceritakan padaku jika kau tidak sanggup mengatakannya." Charlotte menyandarkan punggung dan kepalanya di sofa tanpa menjauhkan tangan yang menutupi kedua wajahnya dan berujar, "Keluarga Beck pasti sangat membenciku. Beck pasti sangat marah padaku." "Kau bisa menjelaskan pada mereka kenapa kau melakukan ini, kemukakan alasan yang masuk akal dan aku harap mereka mengerti dengan keputusanmu," ujar Sunshine bijaksana. Sunshine mengenal Charlotte karena mereka sering tergabung dalam acara amal bersama kalangan wanita kelas atas di Madrid, mereka juga tergabung dalam club menunggang kuda, club sosial, dan tidak hanya itu dulu mereka sering bertemu di luar acara formal untuk sekedar pergi berbelanja berdua. Tapi, itu dulu. Saat Sunshine belum memiliki setumpuk jadwal untuk mengikuti kontes Ratu kecantikan. "Aku adalah wanita yang paling kejam, aku meninggalkan Beck di altar." Charlotte mengerang. "Ya Tuhan, tidak. Bukan. Aku tidak datang di acara pemberkatan pernikahanku sendiri, aku melarikan diri." "Pengantin wanita yang melarikan diri?" Sunshine menggaruk kulit kepalanya yang tidak gatal. "Jangan sebut itu! Aku seperti pecundang." Charlotte nyaris menjerit. Sunshine beberapa jam yang lalu sedang mempersiapkan diri untuk pergi ke Barcelona, ia seharusnya menghadiri pesta pernikahan Charlotte dan Beck. Tetapi, Charlotte justru menghubungi melalui telepon. Sahabatnya mengatakan jika pernikahannya batal. Dan empat jam kemudian Charlotte muncul di rumahnya, benar-benar menakjubkan. "Ayolah, Sunny, katakan sesuatu...." Charlotte menekuk kakinya ke atas sofa. "Katakan aku wanita yang kejam." Sunshine tidak tahu harus bagaimana memberikan tanggapan atas masalah yang sedang dihadapi Charlotte, ia tidak memiliki pengalaman cinta, pengalamannya hanya sebatas melukis, menunggangi kuda, membaca buku, dan hal-hal lain yang sama sekali tidak terlalu penting bagi gadis normal. Ia mengedikkan kedua bahu. "Aku yakin, apa pun alasanmu, kau telah memikirkannya masak-masak sebelum kau mengambil keputusan." Charlotte menatap Sunshine. "Tidak, kau salah. Aku melakukannya spontan. Tiba-tiba aku ragu, aku merasa jika pernikahannya kami tidak memiliki tujuan, aku takut jika...." Sunshine mendengarkan baik-baik ucapan Charlotte tanpa berniat menyela. Tetapi, pada bagian ini ia ingin menyela. "Tunggu, hubungan tanpa tujuan? Apa maksudmu?" "Aku meminta Beck menandatangani perjanjian pranikah, isinya...." Charlotte berhenti sebentar. "Dia harus bersedia bercerai pada saat anak Sophie lahir terbukti anak Beck." "Ceritakan secara berurutan, aku tidak mengerti!" sungut Sunshine. "Beck menghamili mantan kekasihnya," ujar Charlotte terdengar putus asa. Mulut Sunshine ternganga. Ia menegakkan punggungnya dan menata Charlotte dengan mata lebar. "Kau serius dengan ucapanmu?" Charlotte tertawa. "Sunny, aku sedang bercanda." Ia melotot ke arah Sunshine. Sunshine mengerutkan kedua alisnya. "Bagaimana bisa kau tertipu?" Charlotte napas beberapa kali. "Sebenarnya gadis itu adalah tunangan Beck, namanya Sophie. Awalnya Beck berselingkuh denganku dan Sophie berselingkuh dengan kakakku. Ya, seperti itu." Charlotte bingung menjelaskan rumitnya hubungannya dengan Beck karena Sunshine yang ia kenal bukan gadis yang menganut pergaulan bebas. "Dan?" Sunshine terlihat antusias mendengarkan penjelasan Charlotte. "Hubungan Beck dan Sophie berakhir, Beck mengakhiri hubungannya dengan Sophie, tetapi Sophie memberikan syarat, Beck harus bercinta... maksudku berhubungan seks untuk terakhir kalinya dan Beck, si Bodoh itu bersedia." "Dan Sophie hamil?" "Tepat. Dan kupikir, tidak ada lagi kepercayaan dalam hubungan kami, sia-sia saja menikah. Lagi pula jika terbukti itu anak Beck, kami akan bercerai. Lebih baik tidak menikah, bukan?" Kepala Sunshine terasa hendak meledak mendengarkan penjelasan Charlotte. Ayah Lexy memiliki Nick dari wanita lain dan sekarang sahabatnya juga mengalaminya. Jika ia melanjutkan hubungan dengan Lexy, berarti ia juga akan mengalami hal seperti Charlotte. Ia ngeri membayangkan jika harus memperebutkan cinta satu pria dengan sahabatnya sendiri. Bukannya di dunia ini ada banyak cinta dan pria? Charlotte mengamati wajah Sunshine yang masih melongo karena mendengarkan ceritanya yang panjang lebar. "Sunny, kau baik-baik saja?" Sunshine menggeleng. "Tidak, kau membuatku ketakutan setengah mati dengan kisah cinta." Seketika Sunshine memiliki tekad untuk mencari pria polos, pria tanpa masa lalu, pria yang belum pernah jatuh cinta. Ia tidak ingin berurusan dengan cinta segitiga, segi empat atau cinta jajaran genjang. Charlotte justru terkekeh karena menurutnya sikap Sunshine dirasa lucu. "Lexy, pria yang manis. Dan tidak pernah terdengar rumor jika ia pernah bersama gadis di negara ini." Semua orang akan menganggap Lexy pria baik-baik. Lexy bukan pria bodoh, begitu juga Poppy. Mereka tidak pernah terlihat bersama di muka umum karena mereka berdua sama-sama menjaga hubungan agar keduanya dapat berjalan di jalan yang aman. d**a Sunshine membengkak oleh amarah. Meski ia telah bertekad memberikan Lexy kepada Poppy suatu saat nanti, tetapi tetap saja rasa sakit karena dibohongi selama bertahun-tahun tidak bisa dihapus begitu saja. Sunshine berdehem. "Jadi, apa keluargamu tahu di mana kau sekarang?" "Aku telah memberitahu mereka. Tapi, jangan khawatir, aku tidak akan melibatkanmu." "Ya, aku tidak mau terlibat dalam drama pelarian pengantin wanita." "Biarkan aku tinggal di sini setidaknya hingga aku bisa mengambil keputusan, apa kau tidak keberatan?" Sunshine tersenyum. "Anggap rumahmu sendiri." Charlotte bangkit dan memeluk Sunshine. "Sunny, andai aku lebih kaya darimu, aku ingin mengangkatmu menjadi adikku. Terima kasih, kau sahabatku yang terbaik." Sunshine tertawa keras-keras. "Tidak, aku tidak ingin menjadi adikmu." "Kalau begitu, biar aku yang menjadi adikmu." Sunshine berusaha membebaskan dirinya dari pelukan Charlotte. "Tidak, aku lebih senang menjadi putri tunggal orang tuaku!" Charlotte kembali duduk. Kali ini ekspresinya berubah serius. "Jadi, menurutmu, apa yang harus aku lakukan?" Sunshine mengerjapkan matanya karena bingung. Pendapatnya tentang percintaan? Tentu saja payah karena tidak adanya pengalaman. "Kau tahu jawabanku." Charlotte tertawa. Tetapi, matanya penuh kekhawatiran. "Aku tidak akan meminta pendapat gadis religius dan polos." Sunshine mendekati Charlotte, ia memeluk Charlotte. "Aku tidak berpengalaman dalam soal asmara, aku hanya bisa mendengarkanmu. Maafkan aku." Charlotte menangis keras-keras di dalam pelukan Sunshine, ia telah menahan tangisnya sejak pengakuan Sophie yang bagaikan pedang bermata seribu membelah jantungnya. "Aku sedang berpikir bagaimana caranya aku membesarkan anak ini tanpa Beck," ujar Charlotte di antara tangisnya. "Ya Tuhan...." Sunshine nyaris tidak percaya dengan apa yang ditangkap oleh indra pendengarannya, ia melepaskan pelukannya. "Mantan kekasih Beck sedang mengandung dan kau juga?" Charlotte mengangguk. Kali ini Sunshine nyaris kehilangan kepercayaan terhadap pria dan cinta. Seperti berdiri dengan satu kaki di bibir jurang. "Kita akan membesarkannya bersama jika memang tidak ada jalan lain." *** Nick meletakkan kantong plastik berisi bir dingin di atas kursi yang terbuat dari besi, ia kemudian melepaskan jaketnya dan meletakkan di samping kantong plastik dan berjalan menuju ke tengah lapangan basket di mana Beck sedang memainkan bola basket sendirian. "Perlu teman untuk malam ini?" tanya Nick. Beck melemparkan bola basket di tangannya ke arah Nick dan disambut dengan cekatan oleh Nick. "Pria beristri tidak seharusnya berada di sini selarut ini." Nick memantul-mantulkan bola di tangannya ke lantai lapangan lalu melemparkannya ke dalam keranjang. "Vanilla di rumah Xaviera," ujarnya seraya menangkap kembali bola basketnya. Tempat tinggal Xaviera dan Rafael. Tepatnya begitu. Kedua orang yang bersahabat itu memainkan permainan basket sembari sesekali tertawa dan saling mengejek hingga beberapa puluh menit kemudian mereka kelelahan dan memutuskan untuk berhenti sejenak. Mereka duduk di tepi lapangan basket, duduk di lantai sambil memegangi kaleng bir di tangan masing-masing. "Aku bersedia mendengarkan jika kau ingin membagi ceritamu," ujar Nick kepada Beck setelah beberapa menit mereka hanya diam. "Sophie, dia hamil." Beck lambat-lambat menceritakan semua yang terjadi kepada Nick. "Kenapa tidak mengejar Charlotte? Dia ada di Madrid." Nick tahu dari Vanilla. "Dia sedang kacau, aku tidak ingin menekannya sekarang." Beck meletakkan kaleng bir di tangannya ke lantai, ia meletakkan punggungnya ke lantai, menyilangkan kedua lengannya di belakang kepala, menatap langit Barcelona dengan perasaan berkecamuk, seperti ini rasanya dicampakkan. Bersambung....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN