Pelayan itu akhirnya keluar.
"Selamat makan," ujar Ario.
Tadi mau bicara apa? Ranti bertanya-tanya dalam hati. Alih-alih menanyakan langsung, ia berpikir untuk bersabar. Biarkan Ario yang mengungkapkan kembali apa yang ingin ia katakan.
Ranti menikmati crunchy lobster kesukaannya. Ario terlihat memperhatikannya, "Ada mayonaise menempel." Ario mengambil tisu, "Sebentar," dengan cueknya menyentuh pipi Ranti dan membersihkan sisa mayonaise di pipinya.
Oh.. My heart!
Ario tersipu, dan melanjutkan makan, sedangkan Ranti merasa seluruh badannya bereaksi. Makanan didepannya menanti untuk dilahap, tapi seleranya tiba-tiba menurun. Gara-gara debar-debar yang semakin kencang. Oh help...
"Kenapa berhenti makan?" tanya Ario. "Istirahat sebentar," jawab Ranti sambil menyilangkan tangannya. "Lucu," ujar Ario. "Apa yang lucu?" tanya Ranti. "Bukan apa, tapi siapa?" ungkap Ario. "Siapa? Aku?" tanya Ranti. "Lucu apanya?" Ranti heran. "Semuanya," Ario mengungkapkan hal itu sambil menunduk.
Ranti melanjutkan makan, sampai akhirnya habis.
"Habisss.. Ah kenyang," ujarnya.
"Mau lagi?" tanya Ario.
"Cukup," Ranti mengusap perutnya.
Ario lagi-lagi tersenyum. Entah senyum yang keberapa kali hari ini.
"Mau desert?" tanya Ario.
"Mauuu... Vanilla ice cream," jawab Ranti.
Ario pun tertawa.
"Ihh kenapaa?" tanya Ranti.
"Nothing," ujarnya tersenyum.
Ario memencet bel, pelayan pun datang. Ario kemudian memesan desert 2 vanilla ice cream.
"Suka es krim vanilla?" tanya Ranti.
"Yap!" jawabnya.
Tak lama, desert pun datang. Mereka menikmatinya. Ario diam-diam terus memperhatikan Ranti. Dari sudut matanya, Ranti merasa kalau Ario memperhatikannya. Ia gugup tapi juga menyukai perhatian itu. Entah bagaimana harus bersikap, akhirnya hanya menatap es krim vanilla dan makan perlahan.
"Mau lagi?" tanya Ario.
"Cukup," jawab Ranti.
"Yakin?" Ario memastikan sekali lagi.
"Yakin," Ranti menjawabnya.
"Saya minta bill ya.." ujar Ario.
"Ok," Ranti mengiyakan. Meski dalam hati ia menyayangkan, masih pukul 14.30. Terlalu cepat untuk mengakhiri "kencan" ini, tapi gengsi untuk menunjukkannya.
Ario membayar makan siang mereka dan beranjak menuju parkiran kemudian memasuki mobil. Ario mulai menyalakan mesin, "Kita kemana? Saya belum mau mengantar Ranti pulang," ujar Ario tegas tapi sambil menatap ke depan, menghindari tatapan Ranti.
Ranti kembali tersipu, "Bebas.” Ario meliriknya, "Mau nonton?" Ranti mengangguk senang, "Wah mauuu.."
Ario mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi pembelian tiket nonton salah satu bioskop ternama, lalu menunjukkan pilihan film. Ranti agak menggeser posisi badannya agar bisa melihat ponsel Ario.
Tiba-tiba Ario menyentuh rambutnya yang terurai di sebelah kanan dan mengaitkannya ke belakang telinga kanannya. Rambut yang asalnya terurai menutupi bagian kanan mukanya, kini terjepit rapi telinga kanannya. Ario pun mendekat dan memperlihatkan ponselnya.
Hatinya terus berdebar kencang. Ario berhasil membuatnya tidak fokus. Ranti menarik nafas, mencoba fokus melihat jadwal film yang ada dan akhirnya memilih film komedi kesukaannya. Ario langsung membeli tiket melalui aplikasi ponselnya.
Setelah selesai, Ario mengendarai mobil menuju bioskop. Mereka mendapatkan jadwal nonton pukul 16.00. Ario membawa mobil dengan kecepatan sedang.
Ario terlihat berulangkali memandangnya, seperti ada yang ingin ia tanyakan. Ranti ingin menanyakan apa? Kenapa? Sampai Ario membuka mulutnya dan menyebut namanya, "Ranti..."
"Ya.." jawabnya.
"Saya ajak pergi hari ini, mmm.. Tidak ada yang akan terganggu kan?" Tanyanya.
"Maksudnya?" Ranti bingung.
"Mmm... Maksudnya..." Terhenti dan Ario menggaruk kepalanya. "Mmm.. Memastikan, ada pa.. pac.. pacar.. atau ti..dak?" Ario menjelaskan pertanyaannya sambil gugup, ia terlihat grogi.
"Ooohh... Ti.. Tid.. Tidak a..da," Ranti pun ikut grogi.
Ario terlihat lega, "Syukurlah.."
Ranti berbinar-binar menatap Ario, lalu menunduk. Malu.
Malu karena sedikit banyak Ranti bisa membaca Ario memang ada hati padanya. Apakah Ario juga bisa membaca isi hatinya?
Sepanjang perjalanan menuju bioskop, suasana terasa sunyi. Keduanya diam. Ranti akhirnya berusaha memecah kesunyian.
"Ario suka jenis film apa?" tanyanya.
"Semua," jawabnya. "Saya senang nonton, ke bioskop sendiri pun jadi."
"Wah ke bioskop sendiri? Nanti banyak perempuan cantik yang ganggu dong?" canda Ranti.
Ario tertawa. "Oh suka ganggu laki-laki di bioskop ya?" godanya.
"Iihhh... diganggu iya, mengganggu tidak mungkin," Ranti merajuk.
"Suka banyak yang ganggu? Kalau ke bioskop lagi, ajak saya. Biar ada yang jaga.. Siap jadi bodyguard," ujarnya dengan ekspresi jahil.
Ranti tersenyum lebar. "Pasti tarif bodyguard nya mahal.. Tidak sanggup," candanya lagi.
"Free buat seseorang," ujarnya tersenyum sambil menatap Ranti.
Ranti tersipu.
Akhirnya, tiba di bioskop, 45 menit menuju waktu nonton. Mereka turun dari mobil, Ario mengenakan jaket hijau army di luar kaos hitamnya. Ganteng, pikir Ranti terpesona.
"Saya ke toilet dulu," ujar Ario.
"Saya tunggu di sini ya?" tanya Ranti.
"Baik-baik ya.. Jangan ganggu laki-laki ganteng yang lagi sendiri ya?" Candanya.
"Iihhh.." Ranti manyun.
"Tapi yang pasti, jangan sampai ada yang ganggu Ranti.. I'll be watching," Ario tersenyum, lalu berbalik menuju toilet.
Ranti tersenyum lebar. Ia merasa, sepertinya mereka sedang berkencan. Ario membuatnya gemas.
Tiba-tiba ada seorang laki-laki menghampirinya sambil tersenyum, dan berdiri di sebelahnya. Ranti merasa risih lalu beranjak pergi melihat-lihat aneka snack untuk menonton nanti. Laki-laki itu mengikutinya. Ranti mencari titik yang agak ramai dan diam di situ, tak sabar menunggu Ario datang.
Laki-laki itu kembali menghampirinya, lalu menyapanya. "Rasanya saya kenal, Arin bukan?" Ia tidak merasa kenal laki-laki itu dan berusaha menghindar, "Bukan." Tapi lelaki itu terus menghampirinya, "Terus ini siapa kalau bukan Arin?" Ranti makin risih, "Maaf saya bukan Arin dan saya rasanya tidak kenal bapak."
"Boleh kenalan?" Tanyanya. "Maaf," Ranti beranjak pergi dari situ. Ia tergesa-gesa ingin menghindar dari laki-laki itu, tanpa sadar Ranti menubruk seorang laki-laki berbaju hitam dengan jaket hijau army. ARIO.
Ranti merasa lega sehingga tanpa sadar memeluk bagian atas tangan Ario dan bersembunyi di belakangnya. Ario menatap tajam laki-laki itu sehingga laki-laki itu pergi.
"Ditinggal sebentar, ada yang ganggu. Tidak apa-apa?" tanya Ario. "Tidak apa-apa. Cuma bikin kesal," Ranti menyadari kalau ia masih memegang bagian atas tangan Ario. Kaget. Ranti pun melepaskannya. Ario diam-diam tersenyum.
"Mau beli popcorn?" tanya Ario. Ranti mengangguk. Mereka mengantri di area snack. Ario membayar semua pesanan mereka, lalu menunggu di depan pintu studio. Sampai akhirnya pintu studio dibuka dan keduanya masuk.