8. A Long Time Away

2076 Kata
Restoran yang ditunjuk Lamia adalah pilihan asal, tidak cukup bergengsi seperti restoran yang pernah mereka singgahi berdua sebelumnya. Namun tempatnya cukup menjanjikan. Pelayan mengambil menu dari Lamia, membalikkan badan dan pergi dengan langkah ringan. "Apa tidak masalah, kau pergi dengan wanita lain sementara kau sudah punya pacar?" tanya Lamia sambil memperbaiki posisi duduk Mikhail. Posisinya; Lamia dan Rex berhadapan, sementara Mikhail berada di tengah-tengah mereka. "Dia wanita yang baik. Dia tak mungkin cemburu hanya karena hal ini, sedangkan kita berdua rekan bisnis." "Bukankah urusan kita sudah selesai?" Rex menatapnya. "Jujurlah padaku, Mrs. Ainsley, sebenarnya apa hal yang membuatmu benci terhadapku?" "Aku tidak benci padamu." Lamia meralat. "Kau terlalu banyak berpikir." "Kau mengganti nomormu." "Rex, aku berhak mengganti nomorku kapan pun. Tidak ada kewajiban untuk melapor padamu." "Oke, maaf. Itu memang benar." Rex mengendurkan punggungnya di sandaran kursi. "Aku hanya mencoba menghubungimu tapi tidak bisa. Kau tidak datang ke acara utama kelabku setelah malam itu. Pegawaimu bilang kau tidak enak badan." Itu adalah alasan yang dibuat-buat Lamia untuk kabur. Alasan sebenarnya, dia tidak mau menemui Rex untuk sementara sejak saat itu, melihat pria itu bahagia dengan wanita lain membuat darahnya mendidih. Jika diteruskan, mungkin dia bisa berbuat macam-macam. "Ya, aku merasa kelelahan setelah lembur melakukan dekorasi." Rex mengambil tisu basah dan mengusap jari-jarinya dengan teliti. Tidak menjawab. Dalam jeda singkat itu, dia melirik Mikhail yang bertopang dagu dengan lucu, dia tampak mengantuk. "Miki, berikan tanganmu padaku," pinta Rex lembut, jemari yang terjulur segera dia usap dengan tisu basah yang baru, sambil berkata, "Sebelum makan, tanganmu harus bersih. Mom mengajarimu hal itu, 'kan?" Mikhail mengangguk. Mata Lamia menyipit, menerka-nerka apa itu sebuah sindiran yang ditujukan kepadanya. Memang apa yang diketahui Rex? Soal mengurus anak Lamia sudah lebih pengalaman darinya. Yang benar saja. "Tanganmu sangat kecil dan kurus," gumam Rex saat mengusap jemari lentik di genggamannya. "Apa kau makan banyak di rumah?" Mikhail mengangguk lagi. "Aku makan daging," katanya polos. "Bagaimana dengan sayur?" Kali ini anak kecil itu tidak menjawab, melirik sang ibu meminta bantuan, dan sudah tertebak apa jawabannya. Rex selalu menyayangkan anak-anak kecil yang tidak suka makan sayur, sebab mereka masih rentan sakit, jadi dia merasa bahwa sayur bisa membuat mereka lebih sehat. "Miki suka makan wortel." Lamia menyahut seolah-olah tahu apa yang dipikirkan Rex. Setelah memastikan tangan anak itu telah bersih, Rex kembali menatap Lamia. "Dia sangat kurus, apa kau tidak memerhatikan makannya?" "Babysitter Miki melakukannya." "Babysitter?" Rex hampir lupa kalau Lamia adalah single mother yang sibuk—juga seorang bos usaha event organizer. Dia tahu bagaimana perjuangan seseorang mengurus perusahan sibuk seperti itu. "Di mana kau menemukan babysitter untuknya? Apakah itu terjamin?" Rex segera meralat, "Sekarang banyak sekali babysitter yang tak peduli dengan anak yang diasuhnya, dan sibuk bermain ponsel saat bekerja. Kau harus berhati-hati." "Aku ibunya dan aku tahu apa yang terbaik untuk Miki." Rex kira wanita itu tersinggung, jadi dia menambahkan, "Kau benar, maafkan aku." "Pesanan anda, Sir." Pelayan meletakkan makanan di meja, wajahnya memerah ketika menanggapi ucapan terima kasih tulus yang keluar dari bibir Rex. Semua pria tampan memang begitu mudah menaklukan wanita, meskipun mereka tak berbuat banyak. Tidak adil. Rex menggunakan sendok untuk mengaduk rumput laut panggang di atas bayam, dan bicara perlahan, "Aku tidak bermaksud membuatmu tersinggung." "Tidak apa-apa, aku terlihat tidak kompeten mengurus anak karena aku sibuk." "Justru karena kau sibuk dan aku merasa khawatir pada Miki." Rex menekan kaviar yang ada di antara rumput laut dan bayam itu, lalu menyendoknya secara perlahan. Lamia menatapnya sambil mengiris daging sapi untuk Mikhail, merasa bahwa selera makan Rex terlalu pilih-pilih dan banyak permintaan. Ketika memesan dia harus memastikan lagi apa yang dipesan, menuntut harus menggunakan bayam muda, dipanggang tak terlalu matang, perbanyak butter, sedikit garam—dia penasaran kehidupan seperti apa yang dijalani pelayannya di rumah. "Kau tidak perlu khawatir pada orang asing, kupastikan ini terakhir kali kau melihat Miki." Lamia mengalihkan matanya. "Dan aku tidak tersinggung, sungguh." Rex mengunyah dan menelan makanannya dengan hati-hati, lalu bicara, "Tapi kalau kau memang tak yakin dengan babysitter itu, aku bisa membantumu mencarikan yang baru." "Aku ... yakin." "Di mana Miki bersekolah sekarang?" Mikhail agak kesulitan menyendok makanan di meja tinggi, jadi sebelum menjawab, Lamia menyuapinya terlebih dahulu dan melupakan makanannya juga. "Aku bisa, Mom." "Kau yakin?" Mikhail mengangguk. "Miki belum sekolah, tapi dia kutitipkan ke playground setiap pagi. Suster-suster menjaganya dengan baik." Dalam sekali lihat sudah jelas sekali ada masalah pada Mikhail, dia tak seceria anak seusianya yang hiperaktif. Cenderung lebih pendiam dan pemalu. Tapi kali ini Rex tidak mau ikut campur. "Anak seusianya memang suka bermain." Mikhail tidak sama dengan anak lain. Meskipun dia sengaja dititipkan ke playground supaya banyak teman, tapi suster di sana berkata bahwa anak itu lebih suka menyendiri di kelas. Untungnya tidak ada yang mengejeknya di sana. "Kau sepertinya sangat suka anak-anak," komentar Lamia. "Sudah tertebak, bukan?" Suara tawa meluncur dari bibir Rex, renyah dan enak didengar. Setelahnya pria itu melirik Mikhail dan protes karena anak kecil itu ketahuan menyingkirkan brokoli dari piringnya. Banyak yang dikatakannya untuk membujuk Mikhail supaya memakan brokoli itu, bahkan memanggil pelayan untuk meminta mayonais. Perhatiannya pada Mikhail terlihat sangat tulus. Lamia tersenyum getir. Sambil menunggu pelayan, Rex melanjutkan makannya perlahan-lahan. Semua bulir kaviar dikunyah dulu sebelum ditelan. Dia makan dengan sangat pelan dan bersih, berbanding terbalik dengan Lamia yang makan tanpa jaga image. Begitulah hidup jadi orang kaya. Selama hidupnya Rex pasti tidak pernah merasakan bagaimana makan nasi kering, atau makan sayur yang dihangatkan keesokan harinya untuk dimakan lagi. "Cara makanmu begitu anggun," celetuk Lamia tiba-tiba. "Kenapa kau mempermasalahkan cara makanku?" "Aku hanya merasa kau terlalu pilih-pilih dalam makanan, kalau kau begitu teratur kenapa kau pergi membeli hamburger?" "Aku memesan hamburger yang sehat, sesuai dengan porsi seimbang. Itu cukup sehat dan bergizi." Mengingat bagaimana Rex terlalu penuh tuntutan dalam memesan makanan, itu cukup masuk akal. Lamia akhirnya tidak membalasnya. Bersamaan dengan itu mayonais yang diminta Rex tiba di meja mereka. "Aku tidak pernah makan di sini, jadi aku hanya ingin makananku terjaga." "Aku tidak mengajakmu makan racun." Lamia tidak terima. Dahi Rex mengerut dalam-dalam sampai akhirnya dia mengerti kenapa wanita di depannya ini terlihat akan marah. "Kau selalu saja salah paham denganku, padahal maksudku bukan seperti itu," kata Rex. Lamia bertanya asal-asalan, "Benarkah?" Tangan Rex yang sedang memegang gelas berhenti di tengah-tengah. Dia segera menenggak kembali airnya sebelum menjawab, "Aku punya masalah dengan pencernaanku, jadi semua yang kumakan harus diatur dengan baik. Kau tidak melihat tuntutan seperti ini saat kita makan berdua terakhir kali, karena itu restoran langgananku." "Oh, yang kau bilang kepala chef-nya adalah teman kuliahmu?" Rex akhirnya hanya mengangkat bahu, seolah-olah nyaris kesal juga. Bicara dengan Lamia seringkali membuat kesalahpahaman yang tak perlu, wanita itu terlalu galak dan gampang emosi. Akhirnya dia menatap Mikhail dan membantunya menusuk brokoli. "Mayonaisnya sudah datang, Peanut." Mikhail langsung cemberut, Rex tertawa. "Kalau kau memakannya dengan mayonais, rasa pahitnya akan hilang. Mau mencobanya?" Mikhail ragu-ragu mencelupkan brokoli ke mayonais, tapi dia tetap melakukannya. "Bagaimana?" tanya Rex jahil. "Enak." "Sudah kubilang, 'kan? Anak pintar." Tangan Rex yang besar mengusap kepala Mikhail, membuatnya tersipu. Mikhail benar-benar menikmati dimanjakan oleh Rex. Sementara Lamia tak bisa berbuat apa-apa. Pembicaraan terakhir mereka juga membuat situasi menjadi tak nyaman. "Kalau kau mau menghabiskan brokoli itu, aku akan mengabulkan semua permintaanmu." Mata Mikhail menatapnya dalam jeda itu, mata yang ragu namun penuh dengan harapan. "Semua yang kuminta?" "Yeah, semua." Mikhail masih menatapnya saat akhirnya menemukan sesuatu yang dia inginkan. "Boleh aku memanggilmu Daddy?" *** "Berapa lama kau mengenal Rex?" Alis mata Klaus menukik tajam, kacamata yang bertengger di hidungnya didorong ke atas lebih nyaman. Dia tak langsung menjawab pertanyaan sang istri, sebaliknya dia terus menatap grafik kerja tabletnya secara teratur. Sebuah pelukan melingkar di perutnya secara tiba-tiba mencegahnya untuk menolak. "Aku mengenalnya dua tahun lalu, kami bertemu di Jerman. Ada apa?" Klaus akhirnya menaruh tabletnya ke meja dan masuk lagi dalam selimut. "Kau biasanya tidak tertarik dengan kolegaku." "Ini soal Lamia." Renda-renda dari pakaian tidur Anna yang tipis membuat tubuh Klaus yang telanjang mulai menegang geli. Permainan seks mereka telah selesai sehabis mereka berenang bersama sore tadi, mereka telah membuat air kotor satu kolam penuh. Klaus mundur untuk jaga diri. Anna berbalik menghadapnya. "Apa kau percaya jika kukatakan Rex itu ayah dari Miki?" "Miki? "Anaknya Lamia." Klaus ingat. "Benarkah?" "Ceritanya panjang," Anna murung. "Yang pasti Rex tidak mengingat Lamia sama sekali. Bukankah itu berengsek sekali?" Alis Klaus naik. "Dia tidak salah orang?" "Apa maksudmu?" "Setahuku Rex sudah punya tunangan dan namanya adalah Rose. Kupikir Rex bukan pria nakal juga, dia bukan pria gila seks." "Saat aku mengenalkan Lamia padanya, dia adalah pria lajang." Anna mulai sedikit kesal jika membahas soal Rex, pada awalnya dia merasa biasa saja jika pria itu dibahas, tapi kali ini dia tidak bisa tenang lagi. "Kau sudah lama mengenalnya?" tanya Klaus sambil menatap Anna yang sekarang berpindah duduk di pahanya. "Aku kenal dia sejak masih kuliah, aku sering datang ke kelabnya sehingga kami beberapa kali bertemu. Kami memang tidak seakrab teman dekat, tapi—" "Tunggu dulu, apakah kita membahas Rex yang sama?" potong Klaus cepat-cepat. Kali ini giliran Anna yang menaikkan alis. Dia memandangi fitur wajah tua suaminya yang terlihat jauh lebih muda dari usia sesungguhnya. Bulu pendek di dagunya baru saja dicukur tadi pagi, membuatnya sangat tampan seperti artis film papan atas. Lalu dia bertanya, "Kenapa kau berkata begitu?" "Aku baru mengenalkanmu pada Rex beberapa minggu sebelum pernikahan dan bukankah saat itu dia tidak mengenalmu?" Seperti ada ingatan yang menyerbu masuk ke kepala Anna saat itu juga. Dia memutar memori di mana mereka bertemu di sebuah pesta para pengusaha yang diadakan di sebuah pulau milik salah satu klien Klaus. Dia memang dikenalkan pada Rex, tapi dia hampir lupa kalau saat itu Rex memang terlihat seperti baru mengenalnya. Anna kira itu hanya untuk menjaga Klaus agar tak tersinggung, kalau dipikir-pikir sekarang, rasanya cukup janggal. Mungkin ini yang dimaksud janggal oleh sahabatnya. Benarkah Rex tidak mengingatnya juga? Konyol sekali. Sepertinya dia harus benar-benar membuat janji dengan Rex. "Jangan mengerutkan dahi." Klaus merenggangkan kulit antara dua alis mata Anna, menatapnya dengan wajah datar. "Urusan cinta Lamia biarlah menjadi urusannya sendiri, jangan ikut campur terlalu dalam." Anna mengendurkan tubuhnya, bersandar pada dadaa Klaus. "Aku hanya sedang berpikir, apakah mungkin Rex ada dua?" Tidak ada jawaban pasti dari Klaus ketika Anna melontarkan pertanyaan itu. Karena dia adalah orang yang gampang penasaran, akhirnya dia tak bisa berhenti memikirkan tentang Rex; entah Rex ada dua, atau Rex punya kakak yang mirip dengannya. Tapi, setahu Anna, Rex hanya punya satu kakak perempuan. "Ah, aku bisa gila!" keluhnya. "Kau sudah gila sejak remaja," sindir wanita yang saat ini menjadi salah satu alasan kenapa dia memikirkan Rex sampai tidak tidur. Tetapi nampaknya penampilan Lamia lebih buruk dari Anna sendiri. "Kenapa kau pucat sekali? Kau harus pakai lipstick." Anna memandang sahabatnya seolah-olah dia alien. Lamia menjawabnya dengan pijatan dua jari di pangkal hidungnya. "Ada masalah apa lagi?" Tiba-tiba saat pagi hari, Lamia mengajaknya bertemu karena dia berkata ingin curhat. Kebetulan ada hal yang ingin Anna sampaikan juga. Begitu melihat bagaimana kondisi sahabatnya saat ini, mungkin Anna harus menelan kembali apa pun itu yang ingin dia bicarakan. Wajah Lamia terlihat sangat buruk dan layu, ibarat sebuah kertas; dia sudah basah tercebur di lumpur. "Miki memanggil Rex dengan sebutan daddy." "Apa?" "Jangan dibahas," potong Lamia suntuk. "Bisakah kau bantu aku membuat Rex putus dengan pacarnya?" Semua ini masih belum dicerna Anna, tapi dia memuntahkan kalimat iseng, "Kau ingin merebut Rex?" "Aku ingin menjadi pacarnya." "Woah, tunggu, Mia." Kalimat menggebu-gebu itu bukan definisi jatuh cinta, melainkan dendam yang membara. Sebenarnya tidak ada cara instan untuk membuat sepasang kekasih yang telah berhubungan lama, bisa putus begitu saja. Tapi kali ini diiringi tekad bulat, Lamia merasa yakin dan percaya. Dia ingin menjadi kekasih Rex, menghancurkannya dari dalam, mengulitinya. "Aku mulai khawatir. Kau tidak terbiasa bermain api, Mia." "Justru karena aku tahu kau terbiasa menyiksa lelaki, jadi aku ingin meminta bantuanmu." Alasan itu terdengar mengerikan. Memangnya Lamia pikir Anna nenek sihir? Yang pasti sekali kau bermain api, walaupun itu kecil kau tetap bisa terbakar panasnya. Apalagi kalau api itu disiram dengan bensin. Benar-benar bisa menggerogoti jiwanya. "Oke, susun rencana dulu." Anna mengalah. Lamia menarik napas untuk meyakinkan hatinya. Dia harus mengingat bagaimana senangnya wajah polos Mikhail yang memanggil Rex, daddy. Ini sungguh tidak masuk akal. Mikhail, yang biasanya sangat pendiam dan takut pada orang lain, mengapa dia bisa lengket pada Rex? Saat hilang kemarin, apa yang sudah mereka lakukan bersama di waktu singkat itu? "Tidak ada rencana apa pun. Kau hanya harus membantuku membuat mereka putus dengan cara kejam, selebihnya aku yang urus." tbc.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN